Mohon tunggu...
Andik Prastya
Andik Prastya Mohon Tunggu... Guru - Guru, CGP

Pelajar dan Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bersama Membangun Budaya Positif di Sekolah

23 Desember 2022   07:00 Diperbarui: 23 Desember 2022   07:05 2318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar. Budaya Literasi (Dokpri)

“Budaya positif di sekolah dapat membentuk karakter murid, guru, bahkan visi dan misi sekolah.”

Gagasan ideal tersebut merupakan tujuan praktis pendidikan kita saat ini. Tujuan yang diharapkan mampu menjadi titik tumpu dalam menciptakan kondisi sekolah yang berpihak pada murid, dan utamanya menjadi pemicu perubahan positif bagi pribadi murid, guru, maupun lingkungan sekolah.

Selanjutnya, bagaimana agar budaya positif tersebut tumbuh dan mengakar kuat? Praktik baik seperti apa yang membantu menumbuhkan budaya positif sekolah? Siapa yang harus berkontribusi dan berperan dalam menciptakan budaya positif? Apakah praktik kita (guru) selama ini sudah sesuai dengan bentuk ideal yang ‘seharusnya’?

Budaya positif merupakan bentuk nilai kebajikan universal, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan yang dibangun dalam jangka waktu lama yang tercermin pada sikap keseharian seluruh komponen sekolah, semuanya bermuara pada keberberpihakan pada murid agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi yang memiliki karakter kuat, sesuai profil pelajar Pancasila (beriman, berkebhinekaan global, mandiri, gotong royong, bernalar kritis dan kreatif).

Pentingnya membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD) yaitu pendidikan yang berpihak pada murid. KHD menegaskan bahwa tujuan dari pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Guru tidak punya kemampuan untuk merubah murid, guru hanya ‘among’, menuntun untuk menebalkan garis kodrat baik murid dan membantu menyamarkan garis kodrat buruk mereka.

KHD juga mengemukakan bahwa proses menuntun, anak perlu diberikan kebebasan dalam belajar serta berpikir, dituntun oleh para pendidik agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya. Semangat agar anak bisa bebas belajar, berpikir, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan berdasarkan kesusilaan manusia, ini yang akhirnya menjadi tema besar kebijakan pendidikan Indonesia saat ini, yaitu Merdeka Belajar.

Sebelum bergerak menuju kondisi ideal, sudah semestinya paradigma dan laku kita sebagai guru selama ini dilakukan perubahan yang seharusnya. 

Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa, “..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, maka ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.

Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Budaya positif berlandaskan atas praktik baik dimulai dari perubahan paradigma, penerapan disiplin positif, adanya pemahaman atas motivasi tindakan murid, membentuk keyakinan kelas/sekolah, pemenuhan kebutuhan dasar murid, memahami posisi kontrol ideal bagi guru, serta melakukan tindakan restitusi dalam menangani masalah yang muncul. Semua praktik baik tersebut dapat ditumbuhkembangkan di sekolah melalui sebuah kegiatan dan pembiasaan sehingga menjadi budaya postif yang mengakar kuat dan berkesinambungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun