Mohon tunggu...
Andikha Ardana
Andikha Ardana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Inquisitive

I spend my time overanalyzing everything.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Polemik RUU Minuman Beralkohol, Untuk Apa?

15 November 2020   04:22 Diperbarui: 16 November 2020   17:36 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia merupakan negara hukum. Segala sesuatu telah diatur dalam berbagai undang-undang. Banyaknya peraturan yang telah disahkan tentunya membuat bingung banyak masyarakat. Mulai dari aktivitas individu, organisasi, bahkan perusahaan. Hal tersebut terkadang membuat masyarakat yang awam seakan-akan terjebak, padahal memang sudah ada peraturannya. Jika keadaannya seperti ini, siapa yang harus disalahkan?

RUU Larangan Minuman Beralkohol yang sedang banyak dibicarakan di berbagai kesempatan --- baik di berita televisi, media sosial, atau sekadar pembahasan ketika sedang berkumpul --- telah menciptakan keterbukaan pada masyarakat mengenai peraturan hukum yang akan disahkan tersebut. Hal ini tentunya menjadi sisi postif dari hadirnya berbagai teknologi informasi dalam kehidupan sehari-hari kita. Terlepas dari mudahnya sebagian masyarakat yang termakan berita palsu, hal tersebut sudah memberikan manfaat kepada masyarakat awam mengenai Rancangan Undang-Undang ini.

"Pendapatan negara dari miras tidak sebanding dengan risiko yang ditimbulkan dari minuman beralkohol"
Ya, memang benar. Mudahnya peredaran minol membuat banyak anak muda yang merupakan generasi penerus leluasa mengonsumsinya, padahal dalam peraturan yang sudah ada telah mengatur mengenai umur, syarat penjualan, dan berbagai lainnya. Dengan alasan untuk meminimalisir risiko tersebut, pemerintah menerbitkan peraturan baru. RUU Larangan Minuman Beralkohol, menimbulkan banyak polemik di berbagai kalangan.

Di dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol yang baru saja mencuat; terdapat larangan bagi setiap orang untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, menjual, dan mengonsumsi minuman beralkohol. Baik itu golongan A, golongan B, maupun golongan C. Hal tersebut diatur pada pasal 5, pasal 6, dan pasal 7 dalam BAB III mengenai larangan. Pada pasal 8 dalam bab yang sama, terdapat aturan mengenai kepentingan terbatas yang artinya sebuah kondisi dimana larangan yang telah tersebut tadi tidak berlaku dalam berbagai kepentingan. Diantaranya ialah:
1. kepentingan adat
2. ritual keagamaan
3. wisatawan
4. farmasi, dan
5. tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundangan-undangan.

Melihat dari berbagai poin diatas, sebenarnya perubahan tidak terlalu signifikan jika dibandingan dengan peraturan yang telah ada. Pada Pasal 7 ayat (1) Perpres 74/2013 telah mengatur mengenai penjualan minol, yang berbunyi:
1. Minuman beralkohol golongan A, golongan B, dan golongan C hanya dapat dijual di:
a. hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan;
b. toko bebas bea; dan
c. tempat tertentu selain huruf a dan b yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan ketentuan tempat tersebut tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, lembaga pendidikan dan rumah sakit.
2. Minuman beralkohol golongan A juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan.
3. Penjualan Minuman Beralkohol dilakukan terpisah dengan barang-barang jualan lainnya.

Yang saya ingin sampaikan sebenarnya hanya: untuk apa menerbitkan peraturan baru yang tentunya menguras tenaga, biaya, dan menambah bingungkan sebagian masyarakat dengan banyaknya peraturan baru. Melihat dari perbandingan peraturan tersebut, pemerintah hanya perlu melakukan penegasan terhadap peraturan yang sudah ada, bukan malah menerbitkan peraturan baru yang pada hasilnya tidak memiliki perbedaan yang terlalu signifikan jika tidak dilaksanakan dengan tegas.

Diantara banyaknya peraturan yang sudah ada, terdapat beberapa poin yang mungkin dapat menjadi acuan terhadap aturan minuman beralkohol, yaitu:
1. Harus cukup umur (21 tahun) dan harus menunjukan KTP.
2. Konsumsi alkohol lokal hanya untuk acara khusus.
3. Tidak mengonsumsi di tempat umum.
4. Tidak menawarkan kepada anak di bawah umur.
5. Tidak minum saat bekerja.
6. Tidak diizinkan untuk mencampur dengan minuman lain (oplosan).

Untuk mengatasi permasalahan penyalahgunaan minuman beralkohol, pemerintah harus melakukan pengawasan dan pengendalian yang lebih ketat terhadap peredaran minuman beralkohol berdasarkan peraturan yang sudah ada. Karena tidak ada gunanya RUU ini disahkan jika tidak ada ketegasan dari pemerintah maupun penegak hukum. Hal tersebut tentunya saya utarakan berdasarkan pengamatan terhadap peraturan sebelumnya yang sudah ada mengenai larangan menjual alkohol di warung kecil. Tetapi pada faktanya, masih banyak sekali warung-warung kecil yang melakukan aktivitas penjualan minuman beralkohol. Hal ini yang menyebabkan mudahnya masyarakat mendapatkan minuman beralkohol, terutama anak muda. Ditambah lagi dengan kurangnya edukasi mengenai akibat dan bahaya dari minuman tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun