Dalam wawancara, Andika menegaskan bahwa apa yang dilakukan KPS bukan sekadar solusi teknis, tetapi juga bagian dari gerakan kultural. "Santri diajarkan sejak dini untuk peduli pada lingkungan, sebab dalam Al-Qur'an dan Hadis, menjaga kebersihan adalah bagian dari ibadah. Jadi pengolahan sampah ini bukan hanya program lingkungan, melainkan juga amal jariyah," ujarnya.
Selain itu, KPS juga berperan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar. Program-program seperti pengabdian masyarakat gratis untuk pengolahan sampah organik, trifting pakaian bekas untuk pasar murah, serta pemberian pakan ternak dari sisa organik menjadi wujud nyata kebermanfaatan KPS bagi warga di luar pesantren.
Dukungan Pemerintah Kabupaten Bantul
Pihak media Pemerintah Kabupaten Bantul menilai bahwa upaya KPS ini merupakan model ideal yang bisa diperluas ke wilayah lain. Dokumentasi kunjungan ini nantinya akan dijadikan bahan publikasi untuk menginspirasi masyarakat serta mendorong kolaborasi antara pesantren, pemerintah, dan komunitas dalam penanganan sampah.
"Kami melihat KPS bukan hanya mengolah sampah, tetapi juga mengolah budaya. Ada nilai religius, sosial, dan ekonomi yang menyatu. Ini patut dijadikan teladan," ungkap salah satu perwakilan media.
Menutup Kunjungan dengan Harapan
Kunjungan pada tanggal 31 Januari 2024 itu ditutup dengan harapan bahwa kisah sukses KPS dapat menjadi inspirasi dan diperluas melalui kerja sama lintas lembaga. Dengan pengelolaan yang sistematis, KPS berhasil menurunkan jumlah sampah pesantren dari 2 ton per hari menjadi hanya 100 kg per hari.Â
"Jika satu pesantren bisa, maka pesantren lain juga pasti bisa. Kalau pesantren bergerak bersama, maka bangsa ini punya kekuatan besar untuk mengatasi krisis sampah," pungkas Andika.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI