Bila sewaktu waktu ada pemeriksaan dan sweeping dalam perjalanan, tentu jawaban sudah saya siapkan; Ingin jenguk keluarga di Banda Aceh karena hingga kini belum ada kabar.
Aceh Damai
Namun, pada 15 Agustus 2005 konflik Aceh berakhir. Perjanjian damai ditandatangani oleh Pemerintah RI dan GAM di Helsinki, Finlandia. Perang terhenti. GAM turun gunung. Senjata dicincang!
Saya pun kembali ke Aceh, dan mengambil peran sebagai pelaku pemberdayaan dan membangun perdamaian dengan mendirikan sebuah Lembaga Center for Humanitarian and Social Empowerment (CHSE).
CHSE saat itu berhasil melakukan kontrak kerja sama program dengan beberapa lembaga international; USAID, SERASI, AFSC, IRD, dan Direct Relief International.
Kemudian, pada tahun 2007 dan 2008, melalui Lembaga Forum Rakyat atas dukungan Inisiative for International Dialogue (IID) Filipina, saya berkesempatan belajar tentang resolusi konflik di Mindanao Peace Building Institute (MPI).
Sekaligus menjadi pemantau Gencatan Senjata dan berkesempatan berkunjung ke banyak tempat di Mindanao sebagai study. Ini pengalaman yang membuat saya belajar banyak sisi.
Sepulang dari sana, sebuah media terbit harian Aceh Independen mempercayakan saya sebagai redaktur. Bertahan hanya dua tahun kemudian saya pamit.
Di sela-sela kesibukan sebagai tenaga pendamping pada tahun 2003, saya kemudian mendirikan media online, acehcitizen.com dan sesekali ikut meramaikan dunia kompasiana.com serta blogspot. Kini, steemit tempat saya menyalurkan minat menulis.