Mohon tunggu...
andi fadlan irwan
andi fadlan irwan Mohon Tunggu... -

berstatus sebagai warga negara biasa sebuah negeri bernama Indonesia. dibesarkan di sebuah kampung bernama Sinjai, 200 km dari makassar. Untuk sementara waktu, mencoba belajar ilmu kedokteran di Universitas Hasanuddin sejak tahun 2007. Di tengah kebosanannya membaca diktat-diktat kuliah dan buku-buku, dia menyempatkan diri singgah menulis di forum kompasiana. Dia tak tahu, apakah tulisannya bermanfaat bagi orang lain atau tidak, yang pasti dia berusaha terus menulis...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anas Urbanigrum dan Rasa Tak Percaya Diri Pemerintah

9 Desember 2010   07:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:53 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari yang lalu, saya mengikuti kuliah umum yang digelar oleh BEM FISIPOL UNHAS yang mengambil tema Meneropong Konsep Otonomi Daerah. Pembicara yang dihadirkan waktu itu adalah bapak Anas Urbaningrum, mantan Komisioner KPU Pusat, yang sekarang menjabat Ketua Umum Partai Demokrat.

Pak Anas, yang waktu itu tampil sebagai pembicara tunggal, banyak berbicara tentang bagaimana menciptakan kestabilan politik di Indonesia.  Tanpa mengurangi rasa segan dan rasa hormat saya terhadap Pak Anas, saya merasa ada yang aneh dalam kuliah Pak Anas yang tak sampai satu jam itu. Bukan hanya karena inti pembicaraannya yang hanya sedikit menyentuh permasalahan pelaksanaan otonomi daerah (yang merupakan tema kuliah umum waktu itu), namun juga saya menangkap kesan bahwa Pak Anas terlalu berlebihan dalam menanggapi banyaknya serangan terhadap pemerintah.

Entah berapa kali dalam ceramahnya, Pak Anas menekankan akan pentingnya stabilitas politik dan betapa berbahayanya kudeta di tengah masa jabatan terhadap pemerintah yang berkuasa. Dalam kuliah umum yang digelar di Auditorium Fakultas Kedokteran UNHAS ini, Pak Anas juga menekankan berkali-kali bahwa proses demokratisasi di Indonesia telah menunjukkan progresivitas, dan tak boleh dirusak dengan kemelut politik. (hmm... mungkin Pak Anas melihat banyak sekali orang-orang SulSel yang begitu getol berbicara waktu kasus century dulu, seperti Pak jusuf Kalla, Anis Matta, Andi Rahmat, Akbar Faizal, dll)

Saya pun sebenarnya orang yang sangat tidak sepakat dengan penurunan presiden di tengah masa jabatan. menurut saya, bangsa kita yang sedang tertatih-tatih dalam perbaikan ekonomi dan politik tak boleh jatuh ke dalam kemelut politik yang justru bisa mengancam eksistensi demokrasi bangsa ini. Terlepas dari kegagalan pemerintah dalam memperbaiki keadaan bangsa ini, saya tetap percaya bahwa bangsa ini, yang sedang berada dalam masa konsolidasi demokarasi, butuh stabilitas politik. Seperti kata-kata Sukardi Rinakit, "demokrasi memang butuh kesabaran"..

Tapi bagi saya, tetap saja ketakutan-ketakutan Pak Anas akan penurunan Presiden di tengah masa jabatan, yang terkandung dalam ceramahnya, merupakan sebuah ketakutan yang berlebihan. Ketakutan berlebihan ini setidaknya menunjukkan rasa tidak percaya diri pemerintah dan popularitas pemerintah di mata rakyat yang menurun drastis. Memang, sejak pemerintahan SBY-Boediono dilantik di tahun 2009 lalu, pemerintahan ini tak lepas dari berbagai kasus-kasus besar yang dianggap bisa menjatuhkan Persiden. Setelah kasus century menguap, berturut-turut menyeruak ke permukaan kasus Antasari Azhar, mafia pajak, kasus sisminbakum, dan kasus-kasus lain yang banyak dikaitkan secara langsung dengan istana cikeas.

Tindakan-tindakan di atas, diperparah lagi dengan tindakan-tindakan kontraproduktif  Presiden dan pemerintah. Misalnya, pernyatan-pernyataan Ruhut Sitompul, penyataan Marzuki Alie di media  sesaat setelah bencana tsunami di mentawai, pernyataan presiden terkait Kesultanan Yogyakarta, dsb. Berbagai tindakan itu semakin melengkapai rasa sakit hati dan ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah yang memang sejak awal telah antipati akibat kemiskinan, pengangguran, yang tak juga menunjukkan perbaikan. Akumulasi dari ketidakpercayaan masyarakat ini bisa saja menimbulkan pesimisme kronik yang bisa meledak kapan saja.

Nah, harusnya pesimisme masyarakat yang sudah kronik ini disikapi oleh Pak SBY, Pak Anas, maupun elit-elit lainnya sebagai cambuk untuk memperbaiki kinerja, bukan dengan justru berwacana dan mengeluarkan pernyataan yang lagi-lagi kontraproduktif. Di masa jabatannya yang terakhir ini, Presiden harusnya all-out berbuat untuk rakyat, tak lagi seperti selama ini yang hanya membangun citra di mana-mana. Rakyat semakin gerah, Pak...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun