Mohon tunggu...
Andi Chairil Furqan
Andi Chairil Furqan Mohon Tunggu... Dosen - Menelusuri Fatamorgana

Mengatasi Masalah Dengan Masalah Baru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah; Aktivitas dari Hulu Sampai ke Hilir

19 Juli 2011   17:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:33 5382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyajian Laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) merupakan tanggung jawab Kepala Daerah (Pasal 31 UU No.17 Tahun 2003). Namun yang perlu dipertanyakan, mungkinkah LKPD akan berkualitas jika tidak didukung dengan mindset yang sesuai atas penyajian LKPD oleh seluruh pihak yang terkait dalam pengelolaan keuangan daerah, dari hulu sampai ke hilir?

Tidak dapat terbantahkan lagi jika yang paling bertanggungjawab atas penyajian laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) adalah Gubernur/Bupati/Walikota. Namun, perlu untuk dipahami bahwa LKPD merupakan output dari suatu sistem akuntansi yang tidak terlepas dari siklus pengelolaan keuangan daerah, mulai dari perencanaan, penganggaran (penyusunan Anggatan Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD), pelaksanaan APBD, pengawasan sampai kepada pertanggungjawaban APBD, sehingga untuk menguraikan secara komprehensif penyebab dari dihasilkannya suatu opini hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPD, tidak dapat hanya dengan menganalisis laporan hasil pemeriksaan BPK saja, namun juga perlu untuk melakukan studi yang mendalam atas seluruh regulasi, kebijakan, rangkaian prosedur, peralatan (fasilitas) dan penyelenggara pengelolaan keuangan daerah itu sendiri. Malahan jika diperlukan dan dimungkinkan sampai kepada menilai sejauhmana proses pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, karena walaupun peraturan perundang-undangan telah memberikan wewenang ataupun hak penuh kepada BPK untuk menentukan opini atas penyajian LKPD, tidak dapat dipungkiri bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK juga sangat dipengaruhi oleh komitmen, kemampuan, kompetensidanetika seorang auditor BPK yang tentunya dapat pula dipertanyakan.

Berkaitan dengan dikeluarkannya opini disclaimer atas LKPD Kabupaten Parigi Moutong dan opini wajar dengan pengecualian atas LKPD Provinsi Sulawesi Tengah (Radar Sulteng, 1 & 2 Juni 2011), karena keterbatasan data dan informasi yang dimiliki oleh penulis, tulisan ini tidak membahas penyebab dan dampak atas dikeluarkannya opini BPK tersebut, tetapi hanya sekedar mewacanakan solusi atas permasalahan dalam penyajian LKPD secara umum, yang diharapkan dapat menjadi second opinion bagi upaya pembenahan pengelolaan keuangan daerah dimasa yang akan datang dan sekaligus sebagai strategi penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual sebagaimana diamanatkan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang paling lambat harus diterapkan pada tahun 2014 oleh seluruh entitas pelaporan, termasuk Pemerintah Daerah.

Sampai saat ini, masih sedikit dijumpai artikel/tulisan/karya ilmiah yang dapat menguraikan secara komprehensif permasalahan dalam penyajian LKPD di Indonesia, namun walaupun tidak secara spesifik berkaitan dengan penyajian LKPD, Furqan (2010) telah menguraikan beberapa penyebab belum efektifnya transformasi akuntansi sektor publik di Indonesia, yang mana hal tersebut mengakibatkan kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan pemerintah belum dapat berkontribusi maksimal dalam rangka mengurangi korupsi dan kolusi, meningkatkan efisiensi dan efektifitas serta mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara/daerah.

Jika dikaitkan dengan penyajian LKPD maka dapat dikatakan bahwa penyebab utama permasalahan penyajian LKPD adalah dikarenakan proses transformasi akuntansi sektor publik di Indonesia belum sepenuhnya diikuti dengan pembentukan mindset yang sesuai atas penyajian LKPD dalam pemerintahan daerah oleh sebagian penentu kebijakan seperti Gubernur, Bupati/Walikota sampai kepada wakil rakyat di DPRD. Hal ini tidak hanya terlihat pada masalah regulasi yang belum komprehensif dalam mengatur pengelolaan keuangan daerah dan penyajian LKPD saja, namun juga dapat ditemukan pada setiap tahapan pengelolaan keuangan daerah, termasuk publikasi LKPD secara luas kepada masyarakat. Atas dasar hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa upaya pembenahan pengelolaan keuangan daerah sebagai strategi untuk mewujudkan penyajian LKPD yang memenuhi syarat kualitatif harusnya dilakukan mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan APBD, pengawasan, pertanggungjawaban APBD sampai pada tahap publikasi LKPD atau dalam kata lain merupakan aktivitas dari hulu sampai ke hilir.

Pada tahap perencanaan misalnya, diperlukan suatu komitmen untuk memasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ataupun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) beberapa program dan kebijakan umum yang berkaitan langsung dengan upaya pencapaian transparansi dan akuntabilitas publik sehingga dapat terarah dan berkesinambungan, dalam bentuk masterplan atau roadmap pengelolaan keuangan daerah, yang didalamnya termasuk target opini atas LKPD setiap tahunnya, strategi penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia serta fasilitas penunjang yang dapat mendukung disajikannya LKPD secara andal dan relevan.

Pada tahap penganggaran, selain diperlukan konsistensi menganggarkan program kerja yang berkaitan dengan pencapaian transparansi dan akuntabilitas publik, juga diperlukan pemahaman yang memadai atas pengaruh penganggaran terhadap penyajian LKPD, khususnya dalam rangka ketepatan menentukan pos-pos anggaran agar tidak terjadi kekeliruan dalam menyajikan LKPD. Selain itu, pada tahap penganggaran ini juga semestinya memanfaatkan informasi pada LKPD untuk mengestimasi pendapatan atau belanja di masa datang, sehingga dengan sendirinya dapat mendorong dihasilkannya LKPD yang berkualitas.

Pada tahap pelaksanaan APBD juga demikian, diperlukan konsistensi dalam penyelenggaraan sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan pengembangan sistem sistem akuntansi yang didasarkan pada pertimbangan aspek biaya dan manfaat (cost and benefit) serta ketersediaan sumber daya manusia dan infrastruktur teknologi informasi, terjamin kehandalan data aset dan persediaan, dihasilkannya pencatatan transaksi yang didukung dengan bukti yang cukup serta tercipta koordinasi diantara semua pihak yang terkait, khususnya koordinasi antara Panitia Pengadaan Barang Dan Jasa, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, Pengelola Barang Milik Daerah dengan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK).

Pada tahap pertanggungjawaban atau penyusunan LKPD, kebiasaan untuk menjadikan bendahara sebagai “sasaran” atas ketidaktepatan pertanggungjawaban dan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) yang sering “dikambinghitamkan” atas keterlambatan penyajian laporan keuangan tidak dapat dibudayakan lagi. Seluruh pihak yang terkait dalam pelaksanaan APBD tersebut harus ikut bertanggungjawab atas disajikannya LKPD yang tepat waktu dan andal.

Sedangkan pada tahap pengawasan, Inspektorat daerah harus dijamin independensi dan objektifitasnya, agar berperan lebih optimal dalam memantau penyelenggaraan SPIP, mereview LKPD sebelum diberikan kepada BPK. Kebiasaan ”mempeti-eskan” temuan hasil pengawasan harus dihilangkan, sehingga pengawasan lebih diarahkan pada upaya preventif, tidak hanya sekedar bersifat korektif.

Terakhir adalah pada tahap publikasi, pemerintah daerah harus berkomitmen untuk setiap saat atau secara berkala mempublikasikan LKPD kepada masyarakat dengan menggunakan media yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini tentunya dengan sendirinya dapat mendorong perwujudan akuntabilitas publik, karena dengan dipublikasikannya LKPD maka membuka peluang bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi melakukan penilaian sekaligus pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerah, sehingga dapat memotivasi seluruh pihak terkait untuk berbuat yang terbaik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk memantau pelaksanaan solusi diatas, sebagaimana yang disarankan Furqan (2010) maka diperlukan suatu komite/tim kerja/satgas yang independen untuk ditugaskan menilai pencapaian program-program sebagaimana yang telah disusun dalam masterplan/ roadmap pengelolaan keuangan daerah, mengawasi segala aktivitas pada setiap tahapan pengelolaan keuangan daerah yang berkaitan dengan penyajian LKPD, mendokumentasikan dan mereview proses pengawasan yang dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta mendampingi BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan.

Walaupun sangat ditentukan oleh partisipasi seluruh pihak (aparat/pegawai) dalam lingkup pemerintahan daerah, tentunya Gubernur/Bupati/Walikota akan memegang peranan penting atas diimplementasikannya solusi-solusi yang ditawarkan diatas, karena dengan kewenangan yang dimiliki oleh seorang Kepala Daerah, sangat dimungkinkan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dan terselenggaranya seluruh aktivitas dari hulu sampai ke hilir tersebut secara tepat dan terkoordinir. Selain itu, karena dalam mewujudkan solusi tersebut juga dipengaruhi oleh peran anggota DPRD maka diperlukan pengawasan dan dukungan untuk diselenggarakannya urusan pemerintahan daerah yang lebih mengedepankan upaya pencapaian transparansi dan akuntabilitas publik tersebut, sehingga penyajian LKPD oleh pemerintah daerah tidak hanya sekedar bertujuan untuk menggugurkan kewajiban belaka.

Disinilah diperlukan mindset yang sesuai atas penyajian LKPD oleh seluruh pihak yang terkait, bukan hanya Kepala Daerah beserta aparatnya saja, namun juga anggota DPRD sebagai wakil rakyat agar LKPD yang disajikan oleh Pemerintah Daerah dapat berkualitas dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan.

Akhirnya, tidak berlebihan jika seluruh lapisan masyarakat mengharapkan seorang Kepala Daerah yang mampu bertanggungjawab atas amanah yang diembankan kepadanya, dengan menyajikan LKPD yang berkualitas. Namun, dibalik harapan tersebut, masyarakat perlu memahami bahwa merupakan suatu hal yang sulit untuk menyajikan LKPD secara benar, oleh karenanya tulisan ini hanya mengharapkan dapat disajikannya LKPD di masa yang akan datang secara wajar tanpa pengecualian.

(Dimuat pada Harian Radar Sulteng: Senin, 6 Juni 2011 Hal. 4)

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun