Mohon tunggu...
andi chairil
andi chairil Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan wartawan dan praktisi media

Mantan wartawan dan praktisi media elektronik

Selanjutnya

Tutup

Politik

212 di Pusaran Politik Pragmatis

15 Januari 2018   19:29 Diperbarui: 15 Januari 2018   19:43 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Saya 2 kali membaca buku  Mochtar Lubis : "Manusia Indonesia". Buku yang beranjak dari pidato  wartawan senior itu di TIM, mengurai tipikal manusia Indonesia dan suka  atau tidak, isi buku tersebut masih relevan meski disampaikan pada  penghujung 1970-an. Dan jika refleksi lebih dalam, kecenderungan gerakan  (politik/sosial) di Indonesia memiliki bibit perpecahan. Karena terkait  dengan tipikal individu orang Indonesia dan ditambah faktor personal  anggota yang bersua kepentingan eksternal.

 Ketika era Orba,  banyak organisasi politik dan sosial lebih tegar karena turut campur  Pemerintah dan sistem politik saat itu. Ada yang berada nyeleneh ? Namun  memasuki Orde Reformasi, pertikaian sejumlah organisasi sosial-politik  menunjukan benih. Sebagai sebuah kekuatan penyokong,  organisasi-organisasi tersebut amat potensial jadi kendaraan politik.  Sebutlah HMI, ada HMI dan MPO HMI. Kosgoro, organisasi politik yang  didirikan Agung Laksono, ada Kosgoro dan Kosgoro 1957.

 Kini  gegara pengakuan La Nyalla terkait uang mahar dan merasa di-PHP oleh  Prabowo, Gerakan 212 tampaknya akan alami keretakan. Setidaknya timbul  faksi-faksi yang masing-masing berorientasi kepada kepentingan berbeda.  Gerakan 212 akan dijadikan kendaraan politik dari pentolannya.

 Gerakan 212 secara psikologis memang terbentuk karena hasrat  kepentingan. Blunder Ahok terkait Surat Al Maidah, jadi momentum.  Sebelumnya jargon penolakan kepada Ahok adalah Pemimpin Kafir. Ketika  sebuah gerakan tidak kuat secara 'ideologi', maka perpisahan cuma soal  waktu --- terlebih faktor luar ikut nimbrung. Yang memiliki akar ideologis  kuat aja bisa tumbang.

 Gerakan 212 pun lebih dijadikan brand  atau ikon. Tidak dijadikan ruh gerakan. Tidak heran banyak orang-orang  pragmatis pergunakan "212" utk keekonomian : Koperasi Anu 212, Klinik  Anu 212 atau Mart Anu 212. Diembel-embeli dengan bla bla bla berbau  religi 

 Saya pernah diajak dalam Koperasi Anu 212. Saya tolak  karena unsur pragmatis ekonomi tsb. "Kenapa harus ada embel-embel 212 ?  Sebagai umat kita harus pede dalam kemaslahatan dan kekuatan umat.  Kenapa tidak sejak dulu kita bikin Koperasi Masjid ****** ?", kilah saya.  Jamaah kita sudah ada, keterikatan kita telah terbentuk dan masyarakat  sekitar kita pun banyak umat Islam. Alasannya sederhana : memanfaatkan  Nama 212. Pragmatis tanpa 'ruh'. Dan hingga sekarang koperasi tersebut  tak banyak kabar.

 Kembali keterkaitan dengan pernyataan La  Nyalla, menguak yang selama ini ditutupi bahwa Gerakan 212 lebih  bersifat politis sesaat dan juga pragmatis. Gerakan yang menaikan Anies  dan Sandi dalam Pilkada DKI tersebut dicoba dimainkan di beberapa  tempat, padahal kondisi & situasi antar-tempat berbeda secara  psikologis & demografi. Pragmatis ! 

 La Nyalla dan  Al-Khaththath - salah satu tokoh Gerakan 212 - membeberkan peran Gerakan  212 dalam Pilkada DKI. Sekaligus sampaikan kekecewaan kepada Gerindra  yang memanfaatkan Gerakan 212 dan menyerukan agar jangan mau  dimanfaatkan lagi. Sebagai gerakan penekan sekaligus pemenangan Pilkada  DKI, Eggy Sujana --- juga pentolan Gerakan 212 --- juga pernah menyindir  Anies "jangan jadi kacang lupa kulit" gara-gara Anies tidak mau hadir di  Reuni 411.

Dugaan Prabowo memanfaatkan kekuatan umat sebenarnya bukan hal yang tidak beralasan. Ketika masih aktif, Prabowo bersama sejumlah Jendral antara lain Jend. Feisal Tanjung (?) pernah mengenalkan "Tentara Hijau" untuk menandangi pengaruh Benny Moerdani dan pengikutnya. Dan Prabowo yang tercoreng oleh aksi La Nyalla dan AL-Khaththat pasti tidak diam. 

Ia &  Gerindra tak mau kehilangan massa potensial dari Gerakan 212. Entah  terkait atau tidak, muncul organisasi Garda 212 yg dimotori Idrus Sambo ---  jg salah satu pentolan Gerakan 212 yg dekat dengan Prabowo. Bagaimana  pun Gerakan 212 adalah gerakan yang secara kasat berpihak ke Prabowo  sebagai representasi dari tokoh parpol yang berada di luar pemerintah :  Gerindra, PKS, juga PAN.

 Garda 212 sampaikan pernyataan yg isinya  berupaya menetralisir pernyataan La Nyalla dan Al-Kaththath. Di sini  sudah tampak bahwa Gerakan 212 terpolarisasi kepentingan politikus meski  tidak ada pengakuan resmi. Di sisi lain Tokoh Gerakan 212 dan  pendukung, juga sampaikan kekecewaan karena Gerindra dan PKS berkoalisi  dengan 'Partai Pendukung Penista Agama' PDIP di Pilkada Jatim, yakni  menjadi 'pengekor' PDIP yang usung Saefullah Yusuf dan Puti Guntur  Soekarno. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun