Mohon tunggu...
Andi Andur
Andi Andur Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang pemimpi yang berharap agar tidak pernah terbangun dari tidur...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Revolusi Baru, Revolusi Tanpa Korban Jiwa

16 Maret 2016   21:40 Diperbarui: 16 Maret 2016   21:47 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam setiap kesempatan saya secara pribadi berpikir tentang bagaimana rasanya hidup di dunia ini dengan berbagai nuansa berbeda pada tiap-tiap waktunya. Selama itu pikiran saya selalu melayang pada sebuah alam bawa sadar dimana setiap segala sesuatu yang diinginkan terjadi dengan sangat  cepat dan instan. Maksudnya disini adalah ketika sesuatu yang menurut saya pribadi tidak sesuai dengan keinginan saya maka itu akan berubah saat saya menginginkannya. Dalam keadaan seperti ini biasanya hati dan pikiran saya mengatakan bahwa semua orang memiliki pandangan yang sama akan hal tersebut.

Keadaan ini memang sangat mustahil untuk diwujudkan orang-orang yang tidak mengerti akan berpikir dan memiliki konsep lain versi mereka sendiri tentang apa yang saya sampaikan. Berbagai pertanyaan, argument dan asumsi-asumsi serta hal-hal lain akan muncul begitu saja dalam ruang benak pikiran mereka. Memangnya kamu Tuhan? Emang siapa sih kamu? Dan sebagainya. Terkadang pada kondisi seperti ini saya merasa seperti seorang pemenang yang mampu mengalahkan dan melumpuhkan mainset positif dalam hati dan pikiran mereka.  Membuat sesuatu yang kontroversial dalam kehidupan memiliki keasyikan tersendiri untuk dinikmati, sayang kalau dilewatkan begitu saja.

Begitulah kira-kira gambaran pintas hati dan pikiran manusia sekarang ini, mengabaikan sisi positif dan lebih mengedepankan sisi negative dari segala sesuatu. Jangan heran jika segala sesuatu yang berkaitan dengan seseorang, seekor dan sebuah benda di dunia akan selalu salah dimata kita jika kita tidak pernah bertanya kepada diri kita sendiri apakah cara kita memandang sebuah kenyataan disekitar kita sudah bisa dipertanggung jawabkan atau belum? Karena dengan demikian hal itu akan menguji cara berpikir kita untuk kemudian mengambil keputusan dan menetapkan apakah ia harus dikembangkan atau menghancurkannya sama sekali.

Dalam bukunya Filsafat sebagai revolusi hidup, Reza A. A. Wattimuna membagi revolusi dasar dan utama dalam kehidupan manjadi empat macam: Revolusi berpikir, revolusi berbahasa, revolusi cara bertindak dan revolusi cara hidup. Keempat hal ini sangat-sangatlah sederhana menurut saya, karena kita tidak perlu membuang banyak uang, waktu, dan tenaga untuk mewujudkan sebuah prubahan besar dengan cepat dan instan seperti mimpi dan angan saya. Kita tidak perlu pusing menentukan titik awal atau starting point menuju sebuah perubahan berarti, kita tidak perlu mengantri dan berhadapan dengan birokrasi super ruwet ala negara demokrasi pada umumnya. Kita tidak perlu berteriak ditempat umum atau membagi brosur yang hanya akan mengotori lingkungan. Kita tidak perlu berceramah panjang lebar hingga mulut-mulut pemalas menguap sambil menopang dagu menahan anggukan kepala karena ngantuk. Kita hanya butuh kesiapan dan kekonsistenan kita terhadap diri sendiri. Mulai dari hal kecil sekalipun itu sudah lazim dilakukan dan sudah lama di abaikan banyak orang.

Jokowi dengan revolusi mentalnya adalah bukti dan buah dari hal ini. Revolusi mental yang dipopulerkannya sebenarnya tidak terlalu istimewa. Hal yang menjadi istimewa adalah ia muncul disaat semua orang mengabaikan hal-hal kecil tetapi ingin mendapatkan hal yang lebih besar (tamak) dan kemudian menyadarkan mereka bahwa hal-hal besar itu akan sangat mudah didapat ketika hal-hal kecil tadi telah sekian lama kita abaikan memberikan jawaban dan solusi atas masalah-masalah mereka.

Sangat sederhana tetapi mampu membuat kita yang berlomba-lomba ini akhirnya hanya memukul dahi sambil mengumpatnya dan tak elak tetap menganggapnya sebagai hal yang sangat sepele hingga membuat revolusi Jokowi tidak pernah berhasil menjadi sebuah harapan baru untuk Indonesi yang lebih baik.

Pilihan kata “Revolusi” Jokowi juga patut diacungi jempol dan sangat cerdas ketimbang kata “Mengubah” yang sering terdengar lemah untuk sungguh berubah. Revolusi adalah perubahan yang cepat, mendasar dan menyeluruh bukan hanya terjadi pada level sosial dan politik tetapi juga terjadi pada level pribadi. Inilah yang disebut sebagai reolusi baru, revolusi tanpa korban jiwa. Model baru dari revolusi yang pernah ada pada sejarah hidup manusia seperti revolusi Prancis pada abad 18 dan revolusi kemerdekaan Indonesia yang memakan banyak korban jiwa termasuk material yang tidak terhitung banyaknya.

Pada akhirnya mimpi dan permenungan panjang nan konyol saya diyakini 98 persen benar-benar terjadi sedangkan lainnya berstatus tidak diketahui, mungkin setuju mungkin juga tidak memberikan jawaban. Saya dan anda yang kemudian akan menjadi kita dapat meraih dan mendapatkan perubahan-perubahan berarti itu dengan cepat dan instan dengan merevolusi diri, mental, sikap, dan tingkah laku kita dalam bermasyarakat. Ketika kita memulai tanpa menghakimi siapapun dengan sesuatu yang belum jelas pertanggunjawabannya secara otomatis orang lain (mereka) akan berjalan searah dengan kita tanpa banyak berkata-kata mengikuti derap langkah kaki kita menuju sebuah dunia baru, dunia tanpa meminta korban jiwa rvolusi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun