Mohon tunggu...
andi anatasya ibbar
andi anatasya ibbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - andi anatasya

manajemen A

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Studi Kasus Etika Bisnis Versus Profit Di Manakah Posisiku

17 Oktober 2021   15:55 Diperbarui: 17 Oktober 2021   15:59 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (selanjutnya ditulis Minerba) dengan sistem Undang-Undang yang baru didalamnya, diharapkan dapat membawa perbaikan dalam pengelolaan sektor pertambangan di Tanah Air. 

UU Minerba ini juga diharapkan dapat menyempurnakan kekurangan UU No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan, serta mampu mengembalikan fungsi dan kewenangan negara terhadap penguasaan sumber daya alam yang dimiliki.

Dengan demikian, amanat konstitusi yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, benar-benar dapat diwujudkan. 

Jika dibandingkan dengan UU No 11 tahun 1967, UU Minerba memang telah memuat beberapa perbaikan yang cukup mendasar. Yang paling penting di antaranya adalah ditiadakannya sistem kontrak karya bagi pengusahaan pertambangan ke depan yang digantikan dengan sistem izin usaha pertambangan (IUP).

UU Minerba juga telah mengakomodasi kepentingan daerah, dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk dapat menjalankan fungsi perencanaan, pemberian IUP, pembatasan luas wilayah dan jangka waktu izin usaha pertambangan.[1]

Adapun yang menjadi permasalahan dalam kasus ini yang pertama yaitu mengenai masalah hukum, sejak 30 tahun yang lalu. Kemudian masalah berikutnya yaitu mengenai eksploitasi tambang. 

Aktifitas dari suatu kegiatan usaha, seperti pertambangan batubara pada hakekatnya tidak boleh menjadi penyebab kerugian bagi pihak-pihak tertentu atau kelompok mayoritas (masyarakat umum). Demikian pula alam yang menjadi sumber penyedia bahan tambang (sumber daya alam) tidak boleh terganggu karena akan menghilangkan keseimbangan ekosistem, ekologi yang berakibat pada kerusakan alam/ lingkungan hidup (damage of environment).[2]

Masalah berikutnya yaitu pencemaran lingkungan dimana Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan, pengrusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung/ tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. 

Salah satu indikator kerusakan lingkungan adalah erosi. Erosi adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin, atau gaya gravitasi. Proses tersebut melalui tiga tahapan, yaitu pelepasan, pengangkutan atau pergerakan, dan pengendapan.[3]

Masalah selanjutnya yaitu mengganggu hak-hak masyarakat adat dimana Pengakuan dan perlindungan terhadap keberadaan masyarakat adat dalam Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3 UUD - 1945 menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan - kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak - hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan prinsip negara kesatuan RI. Hal ini menunjukan bahwa Negara RI menghormati keberadaan masyarakat hukum adat dengan segala aspeknya, termasuk pemerintahan dan hukum dalam sistem hukum Adat, hak-hak ekonomi dan lingkungan masyarakat hukum adat, hak ulayat, dan lain sebagainya.[4]

 Sebagai direktur pada perusahaan pertambangan mineral dan energi, yang pertama yang saya akan lakukan yaitu merombak struktur atau kepegawaian yang saya pimpin dengan merekrut pegawai baru yang memiliki kemampuan atau kapabilitas yang sesuai dengan posisi yang telah saya tentukan, dan selanjutnya saya akan repport kepada dewan komisaris dan disana saya akan menjelaskan bahwa perusahaan akan sangat sulit mendapatkan profit 300% apabila sumber daya manusia tidak memiliki kapabilitas untuk mencapai target.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun