Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

[Resume Buku] Fiqh Prioritas

22 Oktober 2015   14:03 Diperbarui: 22 Oktober 2015   17:04 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Fiqh prioritas karya Yusuf Qardhawi (mengulas mengenai beberapa kedudukan dan keutamaan dalam mengatur segala sesuatu sesuai dengan tempatnya secara adil dari segi hukum, nilai dan pelaksanaannya. Karena segala sesuatu memiliki sifat keutamaan tersendiri yang berbeda satu sama lain. Setiap hal harus diposisikan dalam kedudukan yang berbeda tergantung pada keutamaan dan konteks yang dimilikinya. Hal ini untuk memperjelas batas-batas dan perbedaan sikap serta perlakuan kita terhadap beberapa hal yang berada pada ruang dan waktu yang sama. Selain itu, dalam agama terdapat perbedaan nilai dan keutamaan serta pemberian kedudukan dan beban mengenai segala sesuatu.

Dalam kehidupan umat muslim dewasa ini, terdapat beberapa kekeliruan dan miskonsepsi mengenai apa yang utama dan yang tidak terlalu utama dan seterusnya. Ada hal yang tampak kacau dalam timbangan prioritas kaum muslim yang dapat ditemui pada sebagian besar kaum muslim di dunia. Kaum muslim pada masa buku ini ditulis, sebagai contoh lebih mengutamakan dan menjadikan prioritas mengenai jasmani daripada akal pikiran dan budi. Kaum muslim menunjukkan kecenderungan membangun generasi penerus dengan olah fisik dan mengutamakan sesuatu yang bersifat lahiriah. Sedangkan upaya untuk mengembangkan generasi yang kuat secara intelektual belum tampak menjadi suatu keutamaan.

Hal ini diperparah dengan kecenderungan lain yang tampak pada orang-orang beragama. Yusuf Qardhawi melihat bahwa orang-orang beragama lebih menyukai pembangunan yang bersifat fisik ketimbang dengan upaya untuk syiar Islam yang bersifat ruhiah dan tidak tampak jelas hasilnya dan indicator keberhasilannya tidak dapat terukur secara pasti. Sebagai contoh adalah orang-orang muslim lebih memilih untuk menyumbangkan harta, akal dan pikiran mereka untuk membangun masjid di wilayah yang sudah memiliki banyak masjid daripada menyumbangkan apa yang mereka miliki untuk syiar pemahaman agama Islam (selanjutnya disebut dakwah). Mereka mengabaikan sesuatu yang “lebih penting” dan dirasa “lebih diperlukan” yaitu membangun pribadi-pribadi muslim yang mantap secara akidah Islamiyah.

Kecenderungan ini menunjukkan sesuatu yang tampak jelas terlihat yaitu kaum muslim lebih mengutamakan sesuatu yang kuantitas (dapat terukur dengan jelas) daripada kualitas (yang menurut standar yang berlaku umum ialah tidak dapat jelas terukur secara pasti). Padahal dalam agama dan kebutuhan di era modern ini, pengembangan kualitas kaum muslim lebih diperlukan. Bahkan dalam berbagai riwayat perjalanan dan perkembangan Islam, kualiatas yang lebih baik dapat membuat perbedaan kuantitas tidak lagi menjadi sesuatu yang menentukan. Kualitas muslim yang shaleh lebih baik daripada jumlah kaum muslim yang banyak tetapi bodoh, fasik, dan miskin.

Yusuf Qardhawi dalam buku Fiqh Prioritas ini juga memberikan beberapa contoh mengenai hal-hal yang diprioritaskan diantaranya, prioritas ilmu atas amal yaitu mendahulukan menuntut ilmu sebelum melakukan suatu perbuatan atau amal. Hal ini karena dengan ilmu, seseorang akan lebih terarah dan jelas dalam kemampuan menentukan mana yang haq dan mana yang bathil. Jika seseorang beramal tanpa didasari ilmu yang memadai maka ia akan melakukan hal yang berisiko menyalahi atau bersinggungan dengan hal-hal yang bathil.

Lalu prioritas pemahaman atas hafalan. Dalam hal ini, Qardhawi berusaha untuk menunjukkan bahwa pemahaman agama yang mendasar dan mendalam lebih utama daripada hanya sekedar menuntut ilmu dan mengetahui banyak hal namun sebatas pada permukaan. Serta prioritas amal yang kontinyu atas amal yang putus-putus. Sesuatu amalan yang kontinyu, meskipun amalan itu adalah amalan ringan namun akan memberikan dampak yang lebih besar daripada amalan yang putus-putus sekalipun merupakan amalan yang besar dan berat. Hal ini dimaksudkan mengenai amalan yang berjangka panjang dan lebih lama hasil serta tampaknya lebih utama daripada amal yang sifatnya hanya sementara dan tidak berjangka panjang hasilnya.

Sebagai contoh untuk amalan yang lebih luas dan lama serta langgeng manfaatnya ialah seperti memberikan seseorang pekerjaan lebih baik daripada memberinya uang atau makanan. Karena dengan memberikan pekerjaa, maka ia akan berusaha untuk mengembangkan dan mempertahankan kinerjanya dalam suatu pekerjaan karena ia bergantung pada pekerjaan tersebut, dengan demikian seseorang akan mendapatkan lebih banyak manfaat daripada hanya menerima uang yang bersifat sementara dan lebih singkat manfaatnya.

Dewasa ini, dunia secara keseluruhan berada dalam zaman yang kita sebut dengan zaman fitnah. Terjadi dan muncul banyak fitnah dan usaha untuk saling menjatuhkan antargolongan atau kaum. Di zaman ini tidak tampak jelas siapa memihak siapa dan seperti apa orang-orang yang berada atau bahkan “mengaku” berada pada pihak siapa. Untuk itu diperlukan orang-orang yang senantiasa tegas dan teguh berjuang dan memperjuangkan amalan-amalan kebaikan guna meminimalisir dampak fitnah yang terjadi disetiap sisi dunia yang kita tempati saat ini.

Jika kita merujuk pada term zaman yang penuh dengan fitnah ini, dimana tidak dapat kita ketahui dengan jelas dan pasti siapa saja yang ada di sekitar kita, begitupun juga dengan segala sesuatu yang ada dalam hati dan benak pikiran mereka. Maka muncul beberapa golongan yang kemudian menjadi musuh bagi segolongan yang lain. Bagi kaum muslimin sendiri, beberapa musuh itu diantaranya ialah orang-orang yang kufur karena murtad dari ajaran agama Islam, orang-orang munafiq, dan orang-orang musyrik.

Orang-orang yang murtad dari ajaran agama Islam kemudian disebut sebagai pengkhianat kaum muslim. Ia mengingkari dan sekaligus disaat yang bersamaan ia memusuhi kaum muslimin itu sendiri yang dahulu adalah golongannya. Sedangkan orang-orang munafiq dikatakan sebagai penipu kaum muslimin. Pada masa kenabian, mereka melaksanakan ibadah sama seperti kaum muslimin lainnya namun memiliki maksud untuk mengolok-olok dan menjatuhkan kaum muslimin dari belakang. Orang-orang munafiq ini kemudian dikatakan lebih berbahaya daripada orang-orang kafir dan murtad yang secara jelas dan terang-terangan memusuhi Islam. Lalu yang terakhir adalah orang-orang yang menyekutukan Allah atau disebut orang-orang musyrik. Mereka menyembah kepada selain Allah dan menghambakan diri mereka pada sesuatu selain-Nya.

Untuk menghadapi orang-orang yang menjadi musuh Islam inilah kemudian muncul prioritas untuk mendahuluan amalan hati atau dalam hal ini mengacu pada meluruskan niat untuk setiap amal perbuatan yang kita lakukan semata-mata karena Allah. Niat yang murni karena Allah swt semata ini kemudian akan menjauhkan kaum muslimin dari sifat orang-orang munafiq dan musyrik serta mencegah murtadnya seorang muslim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun