Mohon tunggu...
Andi RafifAdyatma
Andi RafifAdyatma Mohon Tunggu... Foto/Videografer - MAHASISWA JURUSAN HUKUM

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA_1312000310

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ideologi Negara Prancis dan Pancasila

14 November 2020   13:41 Diperbarui: 19 November 2020   10:24 3223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Prancis adalah sebuah negara dengan menganut paham sekularisme atau lebih dikenal dengan laicite di Prancis. Secara singkat, sekularisme merupakan sebuah prinsip yang memisahkan antara urusan kenegaraan dengan urusan agama. Prinsip ini secara tegas memisahkan urusan kenegaraan dengan segala hal yang berurusan dengan keagamaan. Tempat ibadah, pembiayaan operasional sebuah agama, dan apapun yang berkaitan dengan agama tidak akan dikelola negara.

Pada sejarahnya, Prancis muncul sebagai negara sekuler yang resmi seperti sekarang ini setelah konflik kekerasan berabad-abad. Peristiwa di tahun 1562 dan 1598, menewaskan jutaan orang selama Perang Agama Prancis yaitu perang saudara dan konflik antar negara bagian. Puluhan ribu lainnya tewas selama Revolusi Perancis.

Laicite hadir dari filosofi Lumieres, sebuah gerakan yang dipengaruhi oleh pemikir antiklerikal awal seperti Michel de Montaigne dan Michel De l'Hospital. Tujuannya adalah untuk menghasilkan sebuah keselarasan bagi warga negara dan penduduk Prancis, agama dan non-agama, nilai-nilai kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan.

Laicite dan Praktiknya

Pemisahan antara urusan agama dan urusan kenegaraan, menciptakan kebebasan bagi setiap warga negara Prancis untuk memeluk atau tidak memeluk agama tertentu. Undang-Undang negara Prancis dengan tegas menyatakan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan agama tidak akan diurusi oleh negara. Monumen umum tidak boleh menyertakan simbol yang dapat diartikan sebagai keagamaan, pejabat negara seperti guru sekolah umum tidak boleh memakai pakaian atau simbol keagamaan. Dalam administrasi, layanan publik, dan perusahaan serta asosiasi dengan misi layanan publik, karyawan tidak diperbolehkan untuk menunjukkan agama, politik atau filosofis kepercayaan mereka.

Beberapa kasus di Prancis akhir-akhir ini memanas karena didorong oleh paham laicite yang disalah tafsirkan. Kasus pemenggalan kepala seorang guru yang menampilkan gambar nabi Muhammad menjadi pemantik timbulnya perlawanan yang seakan-akan menggambarkan permusuhan antara umat Islam dan rakyat Prancis yang tidak memeluk agama. Laicite disalahgunakan sebagai tameng kebebasan memasuki ranah kepercayaan sebuah umat yang menyatakan memeluk sebuah agama.

Paham ini seakan menjadi penanda bahwa Prancis merupakan sebuah negara yang memiliki sentimen negatif pada agama Islam, atau biasa disebut islamophobia. Hal ini bukan yang pertama terjadi, beberapa waktu islam seorang wanita muslim yang mengenakan pakaian berenang muslimah juga dilarang oleh petugas sekitar untuk memasuki kawasan pantai, karena dianggap melanggar konstitusi.

Menyeimbangkan Antara Laicite dan Hak Kebebasan 

Penerapan laicite ternyata mengungdang pro kontra di masyarakat. Pada dasarnya, laicite bertujuan untuk memisahkan urusan agama dan negara, namun pada kenyataannya terdapat beberapa batasan yang sudah dilanggar. Kebebasan memeluk sebuah agama atau tidak memeluk sebuah agama di negara Prancis, seakan menjadi praktik yang double standard. Dalam hukum yang berlaku, semua warga negara Prancis dibebaskan untuk beragama atau tidak beragama, namun kenyataannya banyak warga negara Prancis yang menunjukkan ‘keagamaannya’ dan dikenai sanksi hukum.

Laicite dirancang untuk mempromosikan netralitas negara dan mendorong dialog di antara beragam individu dan antara dan di dalam komunitas agama dan non-agama. Namun, negara Prancis modern telah mengubah laicite menjadi model koersif yang memaksakan sekularisme. Undang-undang tahun 2010 yang melarang penyembunyian wajah, berlaku untuk semua masyarakat, terlepas dari keterlibatan negara. Demikian pula, hukum El Khomri yang lebih baru, berkaitan dengan undang-undang ketenagakerjaan, termasuk ketentuan yang memungkinkan perusahaan swasta untuk memberlakukan netralitas agama di tempat kerja.

Laicite yang pada awalnya diharapkan menjadi penyeimbang antara hidup bernegara dan hidup beragama, saat ini sudah dianggap tidak sesuai tujuan awal. Dewan Negara Prancis, yang berfungsi sebagai yang utama penasihat penasihat pemerintah, telah berulang kali menyarankan agar tidak menggunakan laicite sebagai alat untuk membatasi kebebasan beragama dalam situasi ketika negara tidak terlibat. Pada awal 2004, Wakil Ketua Komisi Helsinki AS Chris Smith (NJ-04) mencatat bahwa, upaya saat ini untuk melindungi sekularisme tampaknya terlalu melanggar kebebasan dan hak fundamental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun