Mohon tunggu...
Andhika Heru
Andhika Heru Mohon Tunggu... -

Seorang yang sejak kecil bercita-cita menjadi wartawan, dan sering memenangkan penghargaan dalam Lomba serta Festival menulis puisi, cerpen dan sandiwara di tingkat sekolah, namun kenyataannya kini menjadi seorang akuntan di perusahaan swasta, dan sedang merintis usaha untuk menjadi seorang wirausaha

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Orang Asing lebih mencintai Indonesia daripada kita ?

2 Januari 2014   10:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:15 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini sebenarnya kisah lama saya, sudah berusia lima tahun. Namun rasanya layak dituangkan untuk usil iseng meramaikan Kompasiana, yang banyak dibuka oleh orang-orang yang iseng usil juga....hehehe. Alkisah, sekitar tahun 2007, saya ketika itu masih seorang bujangan, tapi tentunya belum lapuk....hehehe Dapat tugas kerja di Bali. Sontak oleh teman-teman sekantor saya ketika itu, disambut dengan rasa iri. Gilee, Heru, anak bujang, jadi Assistant Manager, kerja di Bali. Udah deh, everyday is a holiday....begitu komentar mereka di hari perpisahan saya untuk berangkat meninggalkan Jakarta dan berdinas selama dua tahun di Pulau Dewata selama 2006-2008. Sehabis liburan Idul Fitri ke Jakarta, sekitar pertengahan 2007, saya sedang menunggu pesawat tujuan Denpasar di boarding gate Bandara Soekarno-Hatta. Sebagai seorang Assistant Manager di perusahaan saya, di cabang Bali pula, yang klien nya banyak menghandle orang-orang asing, maka bisa tidak bisa, suka tidak suka, saya harus main golf, menemani para manager dan Bapak General Manager kami melayani klien. Jadilah, sejak Oktober 2006, saya yang awalnya paling ogah main golf, karena saya anggap terlalu borjuis. Berubah pikiran, akibat main dimana-mana, driving dimana-mana, gratis dibayarin kantor, stick golf pun dapat satu set warisan almarhum paman saya. Akhirnya, berubah jadi keranjingan golf. Nonton TV, cari channel yang menyiarkan pertandingan golf. Ke toko-toko olahraga, mal-mal, cari pakaian dan stick golf terbaru. Sepatu golf yang paling canggih pun tak lepas dari incaran saya ketika itu, meskipun harus mabok nyicil kartu kreditnya. Mumpung masih bujang, dan yang penting nafkah ke orangtua lancar....hehehe Saking gayanya, kemana-mana, asal iseng, duduk termenung lama berlangganan majalah Golf Magazine danGolf Punk. Seperti suatu hari sehabis cuti Idul Fitri 2007, ke Jakarta, dan saatnya pulang kembali bertugas ke Bali. Ketika menunggu pesawat di boarding gate Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng Jakarta, menunggu pesawat tujuan Denpasar, saya tak lupa keluarkan koleksi majalah golf terbaru saya, membunuh kejenuhan seklaigus sedikit pamer (hehehe, norak nih yang baru tau caranya birdie main golf). [caption id="attachment_287734" align="aligncenter" width="300" caption="Bergaya di Lapangan Golf (koleksi pribadi)"][/caption] Saat itu, ketika sedang asik membaca majalah Golf di boarding gate Bandara Soekarno-Hatta, tiba-tiba duduk di depan saya, serombongan pemuda bule Australia bergaya slengean. Salah seorang di antara mereka, wajahnya mirip sekali dengan aktor film Green Hornet, Seth Rogen, ikal, dan agak gempal. Ia berbicara dalam bahasa Inggris kepada saya meminta izin meminjam majalah golf yang baru selesai saya baca. Ia memperkenalkan namanya sebagai TIM. Dengan bangga saya berikan majalah tersebut, dan mulailah kami mengobrol sekitar golf, soal Tiger Wood, yang ketika itu sedang mengalami kemerosotan karir akibat masalah rumah tangga, dan para pesaing nya ketika itu seperti Ernie Els, Phil Mickleson, dan dua idola saya, Sergio Garcia dan Stewart Cink, serta bintang andalan negerinya Tim, dari Australia, Adam Scott yang menurut saya wajah tampannya lebih cocok jadi bintang film daripada dijemur di lapangan golf. Apa tanggapan si Tim, setelah saya ngalor ngidul bahas golf dunia dengan sok tahu nya. "Heru, saya dulunya juga bermain golf, dari umur 12 hingga umur 20.  My last handicap was about twenty something. Lalu saya quit atau berhenti main golf sama sekali.(Padahal saat itu usianya baru 30-an, berarti belum lama ia berhenti golf)" "Rumah saya hanya jalan kaki menuju lapangan golf di Sydney, namun saya merasakan jauh lebih fun berjalan lebih jauh lagi ke Pantai Bondi, dan belajar serta menikmati surfing di sana." tambah nya. Tahu apa yang paling cool dari pengalaman bermain surfing? tanya Tim "Pengalaman saya bisa bermain surfing di Laut Mentawai West Sumatera, dan ini pun kami baru kembali dari sana, lanjut mau terbang lagi ke Bali, main surfing lagi. Indonesia adalah surganya surfing, you know, Mentawai, Nias, Pantai Selatan Jawa, Bali, Lombok and whole lot more mate.....dan sebagai orang Indonesia kamu lebih layak main surfing daripada main golf. Kamu harus nya bangga dengan pantai-pantai indah negaramu" sambung Tim Aapalagi setelah ia tahu, saya berdarah Sumatera Barat dari pihak ibu, tapi seumur hidup belum pernah ke Mentawai. Pecah lah gelak tawa geng-nya Tim tersebut. "Kasihan deh nih orang" kata salah seorang teman Tim. Sial, malu deh saya, dikira gara-gara golf saya bakalan lebih dipandang orang asing, gak tahunya malah diketawain karena gak tahu sebuah pulau yang berada dekat dari kampung halaman ibu saya di Pesisir Selatan Sumatera Barat.....pfiuuuuhhhh. Ketika akhirnya Tim mengembalikan majalah Golf ke tangan saya, saya menerimanya dengan agak lesu, tidak ada lagi kebanggaan pamer baca majalah golf di hadapan orang bule. Rasa malu itu semakin terasa, ketika beberapa waktu lalu, aktor Hollywood Paul Walker, pemeran film Fast and furious yang tewas dalam kecelakaan di jalan Los Angeles 30 November 2013, ternyata adalah pencinta Mentawai sejati, bahkan disinyalir ia punya rumah tersembunyi di pulau yang penduduknya masih mempertahankan tradisi asli seperti Nias tersebut. Sayang hingga menikah dan punya anak, serta dapat pekerjaan baru di Jakarta,  saya belum sempat juga mewujudkan niat saya sejak di Bali, belajar main surfing. Namun saya bertekad jika anak-anak telah agak besar, saya akan ajak tengok kampung halaman neneknya di Sumatera Barat, namun niatnya tak hanya sampai di situ.... Kalo bisa kami akan ke Pulau Mentawai, mencari surga surfing yang diceritakan my Australian mate di Airport Soetta tahun 2007 tersebut. Jika bukan saya yang belajar surfing, mungkin putraku yang kini masih balita itu yang akan aku bina menjadi seorang surfer. ..kalo udah jago main surfing keliling Indonesia, baru deh boleh melagak main golf.....jangan terbalik seperti Bapaknya...hehehe [caption id="attachment_287733" align="aligncenter" width="300" caption="Surfing di Mentawai (thecolourofindonesia.blogspot.com)"]

13886333472048915425
13886333472048915425
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun