Mohon tunggu...
Andhika Dwijayanto
Andhika Dwijayanto Mohon Tunggu... -

Alumni Teknik Nuklir UGM, staf Departemen Multimedia Komunitas Muda Nuklir Nasional (Kommun). Melanjutkan kehidupan Islam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Chernobyl dan Amoralitas Media

24 Mei 2016   10:12 Diperbarui: 24 Mei 2016   10:20 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 26 April 1986, reaktor nuklir yang berlokasi di Chernobyl, Uni Sovyet, meledak. Daya ledak sangat dahsyat, sampai mengakibatkan beton 1000 ton yang mengungkung reaktor patah dan terlontar. Teras reaktor hancur dan batang bahan bakarnya rusak parah, yang mengakibatkan sekitar 5% material radioaktif dalam teras terlepas ke lingkungan. Material radioaktif itu terdiri dari bahan bakar dan produk fisi, baik yang memiliki umur paruh panjang maupun pendek (kontribusi terbesar diberikan oleh I-131 dan Cs-137). Sebagian besar material radioaktif berbentuk padat yang terlepas ke lingkungan tertumpuk di sekitar reaktor, tapi sebagian terbawa melalui udara dan menyebar ke negara-negara di sekitarnya (termasuk wilayah Belarusia dan Ukraina saat ini), termasuk Skandinavia dan Eropa secara umum, walau kadarnya tidak signifikan.

Dalam kecelakaan ini, satu orang tewas seketika dan satu lagi tewas di rumah sakit. Sejumlah 28 orang lain turut meninggal dalam tiga bulan setelahnya, akibat paparan tinggi radiasi terhadap tubuh mereka. International Atomic Energy Agency (IAEA) mengkategorikan kecelakaan Chernobyl dalam kecelakaan Level 7. Hingga sekarang, 30 tahun pasca kecelakaan tersebut, Chernobyl masih menjadi kota mati, ditinggalkan oleh penduduknya.

Reaktor Chernobyl

Reaktor nuklir Chernobyl unit 4 yang mengalami kecelakaan merupakan reaktor tipe RBMK. Reaktor jenis ini unik hanya dibangun di Uni Sovyet kala itu, dan ditengarai merupakan bagian dari Perang Dingin dengan Amerika Serikat, yang mana kedua negara berlomba-lomba membuat senjata nuklir untuk ‘pamer kekuatan’. Basis reaktor ini adalah Boiling Water Reactor (BWR/Reaktor Air Didih), walau konfigurasinya tidak persis sama. Yang menjadi pembeda utama adalah moderatornya yang menggunakan grafit alih-alih air ringan.

Dibanding reaktor nuklir lain yang dibangun di dunia pada masa itu, reaktor RBMK Uni Sovyet memiliki desain yang buruk. Tidak hanya itu, sistem keselamatan secara keseluruhan pun menyedihkan. Reaktor ini memiliki koefisien reaktivitas sangat positif di daya rendah, serta memiliki struktur pengungkung yang jauh dari aman. Tidak berhenti di situ, konfigurasi teras yang menggunakan moderator grafit dan pendingin air pun merupakan kombinasi yang mengundang masalah. Seolah semuanya belum cukup, reaktor Chernobyl dioperasikan oleh operator yang tidak kompeten dan tidak melalui pelatihan yang seharusnya.

Melihat kondisi-kondisi tersebut, sebenarnya memang tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi kecelakaan.

Pada hari terjadinya kecelakaan, operator reaktor ingin menguji sistem pada turbin dan generator reaktor. Celakanya, untuk melakukan pengujian ini, operator mematikan seluruh sistem keselamatan reaktor dan menguji sistem itu pada daya rendah (kondisi paling berbahaya). Hasilnya, daya reaktor naik dengan cepat seiring kenaikan suhu, melelehkan teras reaktor dan mengakibatkan kebocoran air pendingin ke moderator grafit. Kombinasi keduanya menghasilkan ledakan hidrogen dahsyat yang menghancurkan bangunan reaktor, disusul ledakan hidrogen lain yang diakibatkan reaksi kelongsong zirkonium bersuhu tinggi dengan air. Bahan radioaktif pun terlepas ke lingkungan, menyelimuti Chernobyl dengan radioaktivitas tinggi, yang hingga sekarang, masih belum benar-benar bisa dipastikan keamanannya.

Bombastisasi Dampak

Kecelakaan reaktor Chernobyl jelas merupakan bencana besar dan sama sekali tidak diharapkan untuk terjadi lagi. Para ahli nuklir di seluruh dunia pun kemudian merumuskan tata aturan keselamatan reaktor nuklir, agar kecelakaan serupa tidak terulang. Memang, pada tahun 2011, kecelakaan sejenis terjadi pada reaktor nuklir Fukushima Daiichi Unit 2 di Jepang. Namun, level kecelakaannya lebih rendah dan sama sekali tidak menghasilkan korban jiwa. Setelah itu pun, PLTN di seluruh dunia diharuskan untuk meningkatkan sistem keselamatannya, yang itupun masih dipertanyakan apakah benar-benar diperlukan atau tidak.

Yang menyedihkan adalah sikap media massa terhadap kecelakaan ini. Media, setelah kecelakaan Chernobyl, dengan sembrono menyebutkan ribuan orang mati karena kecelakaan itu, walau realitanya sampai tahun ini korban sebenarnya ‘hanya’ berkisar 30 orang, seperti dituliskan oleh World Nuclear Association (WNA) pada data awal mereka. Atau 64 orang, jika merujuk pada data UNSCEAR yang dirilis tahun 2011, juga dirujuk oleh WNA.

Selama bertahun-tahun berikutnya, kecelakaan Chernobyl ini terus disorot oleh media sebagai ‘bukti’ bahwa reaktor nuklir itu sangat berbahaya. Padahal, seperti dijelaskan sebelumnya, reaktor RBMK hanya ada di bekas Uni Sovyet, dan tidak ada di negara lain. Tidak ada regulator nuklir waras manapun yang memperbolehkan reaktor sejenis RBMK Chernobyl untuk beroperasi di belahan bumi lainnya. Bahkan, sekarang pun Rusia sama sekali tidak menggunakan lagi reaktor RBMK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun