Mohon tunggu...
Andhika AdiwidyaMaheswara
Andhika AdiwidyaMaheswara Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang mahasiswa yang menyukai tentang hal-hal baru dan menarik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pluralisme Mengancam Nilai Pancasila

28 November 2022   09:11 Diperbarui: 28 November 2022   09:23 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konsep pluralisme sebenarnya sudah ditekankan dari kita menginjak bangku sekolah dasar. Di sana kita diberi pengetahuan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang beranekaragam budaya, bahasa, suku, agama. Tapi, keberagaman itu bukanlah hambatan untuk menjalin persatuan. Dikatakan, Indonesia bersatu dalam semangat pluralisme.

Berangkat dari konsep inilah kemudian muncul satu kerangka yang menuntut adanya interaksi antar kelompok yang berbeda-beda dengan landasan saling menghormati serta toleransi antar satu sama lain. Ringkasnya, seluruh komponen plural yang terlibat di dalamnya memiliki kedudukan yang sama. Sama dalam artian sama-sama berhak untuk dihormati, berhak untuk dihargai, dan berhak untuk diayomi oleh negara. Sampai di sini, kita dapat melihat dengan jelas, keberadaan posisi pluralisme sejatinya adalah dalam ranah sosial, bukan yang lain.

Akan tetapi, beberapa tahun belakang ini, istilah pluralisme malah mengalami pembiasan. Agama yang notebenenya merupakan salah satu faktor keberagaman, menyeruak menjadi isu utama dan memonopoli istilah pluralisme. Dan muncullah yang disebut "pluralisme agama".

Gawatnya, pluralisme disini memiliki arti yang bertolak belakang dengan yang seharusnya. Ia diposisikan terlalu jauh dengan mengintervensi komponen pluralitas itu sendiri, yaitu agama. Pemahaman terhadap pluralisme pun melenceng, berbelok tajam dari ranah sosial ke ranah teologi.

Jelas ini merupakan kemunduran yang membahayakan. Pancasila terbentuk dengan latar belakang pluralisme. Hal tersebut tercermin dalam semboyan negara indonesia, Bhinneka Tunggal Ika. Jika konsep pluralisme jauh dari yang seharusnya, maka akan ada ancaman serius terhadap Pancasila. Ada apa ini ? Penulis curiga, jangan-jangan ada pihak tertentu yang berusaha mengutak-atik NKRI dengan mengarahkan persepsi masyarakat bahwa pluralisme itu berbahaya.

Yang mengkhawatirkan, asumsi salah kaprah tentang pluralisme ini sudah terlanjur mewabah di semua kalangan. Tak jarang, dalam situs-situs jejaring sosial muncul komentar ajakan untuk menentang pluralisme, kajian-kajian agama turut memberikan sorotan miring, bahkan khutbah Jumat pun ikut-ikutan melakukan brain storming. Kekhawatiran pun makin bertambah, seiring maraknya gerakan fundamental keagamaan, penulis merasakan adanya indikasi upaya islamisasi di NKRI. Praktis, isu keagamaan dengan mudah dapat dimanfaatkan sebagai kendaraan.

Dan skenario isu pluralisme ini benar-benar meemperoleh sukses yang besar. Cukup dengan pernyataan : "Semua agama adalah sama", masyarakat kita kalang kabut tak karuan. Menyusul keluarnya fatwa MUI kemudian, pluralisme akhirnya mengalami peyorasi di tengah masyarakat.

Selamat kepada si empunya skenario, anda selangkah telah berhasil merongrong nilai dasar negara. Dan pelajaran buat kita sebagai warga negara indonesia, janganlah mudah melahap umpan sembarangan. Dalam urusan terprovokasi, kita terlalu mudah terjerumus.

Padahal bila dikaji lebih mendalam, pernyataan "semua agama adalah sama" ini masih terkesan sangat ambigu. Sama dalam hal apa ? bila dalam konteks sosial, tentu bisa dibenarkan tentang itu. Sebaliknya, bila konteks yang dimaksud adalah teologi ( baca : konsep beribadah kepada Tuhan ), tentu saja menjadi kesalahan besar.

Selain itu, mengingat ambiguitas yang ada, kita juga harus melihat siapa yang mengucapkan dan kapasitasnya sebagai apa. Pernyataan tersebut akan memiliki makna berbeda jika diucapkan oleh seseorang yang atheis. Begitu pula apabila yang mengucapkannya adalah seorang negarawan, arti mengayomi semua agama adalah makna yang lebih pas untuk pernyataan itu.

Sejenak, mari kita membaca sambungan dari semboyan negara kita. Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa, apa arti dari "tan hana dharma mangrwa"? Banyak arti harfiah yang ditawarkan dalam kata tersebut, diantaranya tidak ada kerancuan didalam kebenaran, dharma tak dapat dibagi-bagi, tiada kebenaran ganda, dan tidak ada agama yang tujuannya berbeda. Nah, mengejutkan bukan ? Ternyata sambungan semboyan Pancasila memiliki arti harfiah yang hampir mirip dengan pernyataan yang kita perdebatkan saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun