Mohon tunggu...
Andang Masnur
Andang Masnur Mohon Tunggu... Relawan - Komisioner

Komisioner KPUD Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara | Sedang Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sosialisasi Pemilu: Kolaborasi, Edukasi, dan Informasi

15 Juli 2022   16:17 Diperbarui: 15 Juli 2022   16:56 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak tanggal 14 Juni 2022 yang lalu bel tanda dimulainya tahapan Pemilu serentak 2024 telah dimulai. Penyelenggara Pemilu sebagaimana diatur dalam UU Nomor  7 tahun 2017 yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP telah bekerja memulai berjalannya tahapan. KPU sebagai penyelenggara teknis telah mengeluarkan PKPU 3 tahun 2022 tentang jadwal dan tahapan Pemilu 2024. Sekelumit pekerjaan yang akan dilakukan oleh KPU telah menanti.


Partisipasi pemilih sebagai salah satu indikator keberhasilan penyelenggaraan Pemilu tentu menjadi salah satu konsen KPU. Evaluasi pelaksanaan sosialisasi yang telah dilaksanakan pada Pemilu yang lalu akan menjadi bahan dalam merumuskan arah kebijakan sosialisasi berikutnya. Pada  Pemilu 2019 secara nasional partisipasi masyarakat memang melampaui target 75.00% yaitu 81.97% pada pemilihan presiden dan wakil presiden. Target partisipasi masyarakat untuk pemilu 2024 memang belum ditetapkan. Tetapi berkaca dari pelaksanaan pemilu yang lalu penulis mencatat tiga poin besar sosialisasi dalam rangka mempertahankan dan atau meningkatkan partisipasi masyarakat Pemilu selanjutnya, yaitu: Kolaborasi, Edukasi dan Informasi.


Kolaborasi


Sosialisasi tentu saja bukan tugas KPU bersama jajaran semata. Tetapi juga adalah tugas seluruh elemen pemangku kebijakan. Bawaslu sebagai mitra penyelenggara, Partai Politik sebagai peserta pemilu, pemerintah, akademisi, lembaga dan organisasi masyarakat termasuk insan media turut mempunyai andil besar pada sosialisasi pelaksanaan Pemilu. Tingginya angka partisipasi yang dicapai Pemilu lalu bukan tanpa catatan. Pertama adalah masih tingginya angka surat suara tidak sah. Tercatat untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden saja yang desain surat suaranya relatif lebih mudah dibanding empat jenis pemilihan lainnya ada 3.754.905 diseluruh Indonesia termasuk 68.757 untuk luar negeri yang tidak sah. Sedangkan untuk Pemilu DPR RI suara tidak sahnya sangat tinggi yaitu diangka 17.503.953.


Yang kedua adalah tantangan letak geografis sebagian wilayah yang sulit dijangkau. Jika sosialisasi hanya dibebankan kepada KPU saja tentu tidak semua wilayah akan dapat disambangi dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Apalagi dengan digelarnya lima jenis pemilihan sekaligus, tahapan pemilu pasti akan padat sekali. Sehingga memungkinkan beberapa wilayah yang letak geografisnya sulit dijangkau seperti wilayah pesisir, kepulauan dan daerah yang masih terisolir karena minim fasilitas inprastruktur tidak dapat dijangkau.


Dua hal ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi semua pihak termasuk bagi KPU nantinya. Sosialisasi tentang cara mencoblos yang benar mesti digalakkan. KPU dan Peserta Pemilu baik perseorangan maupun partai politik juga harus memperbanyak sosialisasi sehingga masyarakat tidak "rugi" karena telah datang ke TPS namun suaranya batal.

Pemerintah dan pemangku jabatan lainnya mesti terlibat dalam melakukan sosialisasi pada wilayah-wilayah yang tingkat keterjangkauannya sulit. Pelibatan pemerintah disemua level hingga ke pemerintah kelurahan dan desa sebagai Pembina politik diwilayahnya mesti digerakkan.

Edukasi


Partisipasi tidak hanya menitik beratkan pada angka-angka jumlah pemilih yang datang ke TPS. Tetapi juga adalah bagaimana proses demokrasi lima tahunan ini dapat berjalan dengan damai. Beberapa catatan yang perlu ditekankan dalam memberikan edukasi adalah masyarakat tidak perlu mempermasalahkan perbedaan pilihan antara satu pemilih dengan pemilih lainnya. Sebab dengan demikian akan menekan polarisasi yang terjadi dimasyarakat. 

Tentu kita masih ingat bagaimana pembelahan yang terjadi akibat perbedaan dukungan yang santer di media sosial dengan sebutan antara cebong dan kadrun. Edukasi berikutnya yang mesti diberikan kepada masyarakat adalah bagaimana pentingnya menyalurkan hak pilih kita dengan datang ke TPS. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun