Mohon tunggu...
Andang Masnur
Andang Masnur Mohon Tunggu... Relawan - Komisioner

Komisioner KPUD Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara | Sedang Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Di Balik Meningkatnya Partisipasi Masyarakat

9 Februari 2020   21:04 Diperbarui: 9 Februari 2020   21:06 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahapan pemilu telah selesai, dengan berbagai macam catatan maupun capain. Suka atau tidak suka setiap jenjang pemilihan telah melahirkan para pemimpin yang terlegitimasi atas nama suara rakyat. Dari beberapa aspek Pemilu 2019 ini melahirkan beberapa catatan penting sebagai capaian dalam Pelaksanaan pesta demokrasi akbar ini.

Yang pertama adalah efisiensi anggaran pengadaan logistik yang mencapai  40,1% atau sebesar Rp 838.946.381.769. Yang kedua adalah tingkat partisipasi masyarakat yang mencapai 82,15%. Dan yang ketiga, jumlah sengketa di MK menurun yakni dari jumlah perkara yang teregister 260 yang dikabulkan hanya ada 12 sengketa saja.

Dari beberapa catatan diatas saya kemudian tertarik untuk membicarakan capaian partisipasi masyarakat yang Pemilu kali ini mencapai angka 82,15%. Jika kita melihat sejarah kepemiluan bangsa ini sejak Pemilu zaman Orde Baru tingkat partisipasi masyarakat selalu menunjukkan angka 90-an persen.

Nanti pada Pemilu Pasca Reformasi yaitu pemilu tahun 2004 angka partisipasi masyarakat menurun menjadi  84,1%. Setelah itu tren negatif soal partisipasi pemilih ini terus menerpa, Pemilu 2009 angka partisipasi hanya 71,7% dan Pemilu 2014 angka partisipasi untuk pemilu legislatif 75,11%.

Artinya bahwa Pemilu 2019 dengan sekian banyak tantangannya mampu melahirkan angka partisipasi yang terbilang tinggi. Hal ini tentu menjadi hal yang patut diperbincangkan apakah tingginya angka partisipasi ini murni kesadaran masyarakat untuk menyalurkan hak pilihnya ataukah kemudian ada mobilisasi politik didalamnya.

Pertama, tentu kita sepakat bahwa kontestasi politik tahun 2019 ini merupakan sejarah baru bagi pesta demokrasi kita, karena Pemilu dilaksanakan serentak dengan menggabungkan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi tingginya tensi kontestasi antar kandidat baik pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden. 

Tingginya tensi politik ini tentu saja mempengaruhi kefanatikan para pendukung dalam mengkampanyekan atau setidaknya memperkenalkan kandidat yang didukungnya baik melalui media sosial maupun secara langsung atau lisan.

Hal tersebut menjadi faktor yang begitu besar dalam mempengaruhi dan menggerakkan orang-orang untuk "melek politik". Jika pada pemilu sebelumnya lebih banyak kita jumpai orang-orang yang cuek dengan tahapan Pemilu yang sedang berjalan tapi kali ini tidak.

Masyarakat seolah-olah diterpa demam politik, berbagai kalangan membicarakan seputar pemilu. Mulai dari obrolan santai di warung-warung kopi sampai pada acara-acara formil selalu ada saja pembahasan yang menyinggung pelaksanaan kepemiluan.

Kedua, hal yang paling mempengaruhi adalah peran media dalam memberitakan seputar pelaksanaan Pemilu. Kita menyaksikan hampir semua media baik cetak, elektronik maupun media online konsen mengangkat berita kepemiluan.

Kekuatan media yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat mampu memperkenalkan sosok kandidat baik Calon Presiden dan Wakil Presiden maupun para calon legislatif. Media sosial juga turut menyumbang angka dalam persoalan ini. Berita-berita hoaks yang kadang menjadi viral ini justru menjadi efek bagi para simpatisan untuk terus mempertahankan kandidatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun