Mohon tunggu...
Andam Livi
Andam Livi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Statistisi

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat

Selanjutnya

Tutup

Money

Kemiskinan Perdesaan dan Kemandirian Nagari

9 Oktober 2019   20:06 Diperbarui: 9 Oktober 2019   20:12 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat masih membutuhkan biaya yang lebih besar dalam upaya pengentasan kemiskinan di perdesaan dibandingkan perkotaan. Hal ini tercermin dari indeks kedalaman kemiskinan yang dihitung Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret 2019. 

Indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan menyentuh angka 1,093; jauh lebih tinggi dibandingkan perkotaan yang hanya 0,771 poin. Selain itu, jumlah penduduk miskin di perdesaan hampir dua kali lipat penduduk miskin perkotaan. Indeks keparahan kemiskinan di perdesaan pun juga lebih tinggi daripada perkotaan. Dana desa sebesar Rp 60 triliun pada tahun 2018 belum bisa mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat miskin perdesaan secara masif.

Budaya kerja penduduk perdesaan yang identik dengan pertanian belum bisa memberi harapan lebih jauh kepada petani untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Indeks harga komoditas yang diterima petani bulan Juni 2019 turun dari bulan sebelumnya disaat indeks harga yang dibayar petani untuk biaya produksi dan konsumsinya terus meningkat (BPS, Juli 2019). 

Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata usaha pertanian yang sebagain besar terletak di daerah perdesaan tidak untung, dan kalaupun untung hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer. Terlebih kepahitan ekonomi pertanian ini dirasakan oleh petani tanaman perkebunan mengingat berbagai permasalahan global komoditas ini tidak kunjung usai dan ekspor Sumatera Barat terus menurun.

Nagari sebagai pusat pembangunan ekonomi kerakyatan

Sebagian besar wilayah perdesaan di Sumatera Barat tersebar ke dalam 1.045 nagari. Indeks Pembangunan Desa (IPD) 2018 untuk semua nagari ini mencapai 67,70; tertinggi di Pulau Sumatera. Namun pemerintah dan masyarakat tetap harus bahu-membahu membangun nagari karena hanya ada satu dari lima nagari yang sudah mandiri. Selain itu, masih ada sebanyak 31 nagari tertinggal di Sumatera Barat, 22 diantanya berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan sisanya tersebar di Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Pasaman Barat.

Menjadikan nagari sebagai pusat peradaban ekonomi kerakyatan di perdesaan sejatinya elok untuk dimaksimalkan. Pemberian bantuan langsung tunai dan skema padat karya tunai harusnya diimbangi dengan bantuan yang memandirikan masyarakat secara sosial dan ekonomi. Kemandirian masyarakat nagari ditingkatkan untuk menjamin keberlangsungan hidup masyarakat perdesaan dalam jangka waktu yang lebih panjang. 

Kita sama-sama tahu bahwa bantuan langsung tunai hanya bisa mengurai benang kusut kemiskinan dalam jangka pendek. Bantuan hanya habis untuk memenuhi kebutuhan primer tanpa bisa digunakan sebagai modal usaha. Jika pun bisa, jumlah nominal uangnya hanya sedikit dan masyarakat belum mempunyai kemampuan baik untuk berusaha sendiri.

Salah satu cara namun tidak menambah anggaran bisa dengan mengubah target penggunaan dana desa. Pengalokasian dana desa yang sebelumnya terfokus pada ketimpangan aksesibilitas dan transportasi seharusnya sudah bisa dialihkan ke pemberdayaan ekonomi kemasyarakatan melalu badan usaha milik nagari (Bumnag). Pendapat ini didasarkan kepada nilai dimensi pembentuk IPD yang dirasa masih kurang merata. Dimensi aksesibilitas/transportasi merupakan dimensi dengan nilai yang tertinggi dengan angka mencapai 82,88 dari skala 100. Artinya, dimensi ini sudah cukup baik untuk mendukung kegiatan perekonomian masyarakat. Sedangkan dimensi yang lain masih jauh tertinggal, seperti dimensi pelayanan dasar (68,26), dimensi kondisi infrastruktur (54,36), dimensi pelayanan umum (60,50), dan dimensi penyelenggaraan pemerintahan (75,71).

Dimensi dengan nilai terkecil adalah dimensi kondisi insfrastruktur. Dimensi ini mewakili kondisi kebutuhan dasar, sarana, prasarana, pengembangan ekonomi lokal, dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan memisahkan aspek aksesibilitas/transportasi. Dimensi ini bisa dibilang menggambarkan kemajuan dan kuat atau tidaknya geliat kegiatan ekonomi kerakyatan suatu wilayah. Dimensi ini disusun oleh berbagai macam variabel ekonomi, seperti kelompok pertokoan, akomodasi hotel dan penginapan, perbankan, ketersediaan infrastruktur energi, air bersih dan sanitasi, serta ketersediaan dan kualitas infrastruktur komunikasi dan informasi.

Rendahnya nilai dimensi ini menyadarkan kita bahwa kemajuan dimensi aksesibilitas/transportasi belum tentu sejalan dengan kemajuan kegiatan ekonomi kerakyatan suatu wilayah. Pembangunan jalan dan jembatan yang masif tidak bisa dioptimalkan manfaatnya ketika masyarakatnya tidak tahu urgensi ekonomi dari pembangunan fasilitas tersebut. Kecakapan dan kepandaian masyarakat dalam berusaha perlu menjadi perhatian pemerintah dengan memanfaatkan peran bumnag yang sudah banyak terbentuk di berbagai nagari. Dusun Umbul, Desa Ponggok yang terletak di Klaten bisa menjadi acuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun