Mohon tunggu...
Anatasia Wahyudi
Anatasia Wahyudi Mohon Tunggu... Freelancer - i am dreamer!

Ordinary people and stubborn

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Ekonomi Politik Media di Negara Demokrasi

23 Juli 2021   01:06 Diperbarui: 23 Juli 2021   01:14 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kedua, dramatisasi fakta palsu. Praktik penyimpangan ini bertumpu pada kekuatan narasi dari narrator. Pilihan kata hiperbolik menjadi teknik yang sering dipakai. Untuk menambah efek, dramatis, intonasi narrator menjadi penting. Dramatisasi menjadi lebih berisi dan seakan adalah kebenaransaat dipadu dengan gambar animasi atau ilustrasi. Umumnya industry televisi berkelit, hal itu dilakukan karena kekuatan media televisi terletak pada kekuatan gambar.

Ketiga, mengganggu privasi. Praktik penyimpangan ini bertumpu pada alibi demi kepentingan publik. Karena alasan kepentingan public, narasumber dipaksa bersedia menyampaikan sesuatu yang bersifat privasi. Penyimpangan ini kerap terjadi pada prorogram infotainment, biasa dilakukan dengan teknik hidden camera atau berpura-pura menelepon padahal hasil pembicaraan direkam untuk disiapkan sebagai materi siaran.

Keempat, pembunuhan karakter. Praktik penyimpangan ini bertumpu pada pencarian sisi gelap atau kesalahan seseorang dikemukakan penuh tedensius. Melalui penyimpangan ini, media seperti pengadilan terbuka yang mendiskreditkan nama baik seseorang. Modusnya sederhana, tuduhan diberikan secara bertubi-tubi kepada seseorang untuk kemudian disusul dengan klarifikasi. Terus-menerus menonjolkan sisi buruk individu/ kelompok untuk memberikan citra negative.padahal klarifikasi juga dimanfaatkan untuk memperkuat tuduhan.

Kelima, eksploitasi seks. Praktik penyimpangan ini bertumpu pada pemanfaatan wanita yang dikonstruksi secara seksual, mulai dari penggunaan kostum yang minim hingga menonjolkan bagian-bagian tertentu dari tubuh perempuan. Media menampilkan seks sebagai komoditas yang mengabaikan norma kepatutan.

Keenam, meracuni benak/ pikiran anak. Praktik penyimpangan ini bertumpu pada eksploitasi kesadaran berpikir anak secara tidak normal padahal tidak mendidik. Modusnya terkadang bahkan melibatkan anak sebagai pemeran sebuah adegan, sehingga terkesan tayangan tersebut layak dikonsumsi oleh anak-anak.

Ketujuh, penyalahgunaan kekuasaan (abuse of the power). Praktik penyimpangan ini bertumpu pada produksi opini dan mendistribusikannya sebagai wacana yang dapat membentuk dan menggiring opini publik lewat mass deception.

Tujuh penyimpangan media yang merupakan hasil pengamatan dari perilaku media di Amerika tersebut kerap ditemukan juga di Indonesia. Hal ini terjadi, karena tipologi kebebasan media/ pers di Indonesia cenderung menganut demokrasi liberal seperti di Amerika. Bedanya, di Amerika liberisasi media diimbangi dengan kewenangan yang kuat terhadap regulator media, sedangkan di Indonesia kebebasan media tidak diimbangi oleh regulator yang kuat dan progresif. Media Indonesia umumnya melakukan penyimpangan tersebut dengan sengaja karena dua hal, yaitu pertama, kuatnya tekanan ekonomi dalam persaingan antara sesame industry media. Kedua, kuatnya tekanan dari pemodal atau pemilik media yang secara bersamaan memiliki agenda politik tersembunyi. Akibatnya, publik  lebih diberikan sajian sensasi daripada substansi informasi.

Awalnya konsep sistem penyiaran yang demokratis diperjuangkan hingga dilembagakan ke dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Isi UU ini bermaksud mewujudkan sistem penyiaran yang mempu mencerdaskan kehidupan bangsa, demokratis, adil, sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran yang sesuai dengan keragaman masyarakat Indonesia.

Undang-Undang Penyiaran mengamankan keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di tingkat pusat, dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di tingkat provinsi. Tujuan keberadaan KPI ialah wujud representasi publik untuk membangun sistem penyiaran yang demokratis. Oleh sebab itu, berdasar KPI diberi kewenangan menetapkan standar program siaran, pedoman perilaku penyiaran, mengawasi hingga menerapkan sanksinya. KPI juga memiliki tugas dan kewajiban membangun iklim persaingan sehat, memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang.

BAB III

3.1 Kesimpulan dan Saran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun