Mohon tunggu...
Politik

Politik Uang, Siapa yang Salah?

29 Januari 2018   19:07 Diperbarui: 29 Januari 2018   19:17 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seperti yang telah kita ketahui, bulan Juli 2017 lalu, KPU telah meluncurkan jadwal resmi tahapan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018. Tidak terasa, beberapa bulan kedepan kita akan berdinamika di masyarakat, berkecimpung didalam semua proses kampanye, dan ujungnya pada 28 Juli 2018 mendatang kita akan menentukan pilihan kita dengan mencoblos di selembar kertas pilihan.

Lalu, sudahkah anda mulai memilih pilihan anda? 5 bulan ini merupakan waktu yang tepat untuk kita berkenalan dan mendalami calon-calon pemimpin yang akan memimpin selama 5 tahun kedepan. Bayangkan, kita masih punya 5 bulan untuk menentukan 5 tahun nasib daerah kita.

"Aku kok ora entuk amplop yo? Yowislah arep golput wae aku(Tidak dapat amplop nih, golput sajalah)" "Amplop e wes dibuka durung? Paling akeh wek'e sopo?(Amplopnya sudah dibuka? Dapat paling banyak dari siapa?" "Sembakone ndi?(Sembakonya mana?)".Kata-kata seperti ini seringkali muncul dimasyarakat, terutama saat kampanye masih berlangsung, bukan?

Bukanlah rahasia umum bahwa politik uang masih ada, bahkan SANGAT berkembang didalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat kecil daerah terutama, masih tergoda oleh kesenangan semata dan tidak berpikir jangka panjang, apa dampaknya untuk kehidupannya dan masyarakat lain. Namun, kalau begini siapa yang harus disalahkan?

Menurut saya pribadi, tidak ada yang bisa disalahkan. Iya, tidak ada! Menurut saya, calon-calon pemimpin menggunakan strategi ini untuk 'menarik perhatian' masyarakat dalam memperkenalkan diri mereka. Masyarakat juga tidak bisa disalahkan. Siapa yang tidak tergoda dengan uang instan yang bisa ia dapatkan secara cuma-cuma, apalagi bila ekonomi sedang susah dan terjepit. Tahu sendiri apabila penghasilan bulanan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mungkin dengan uang itu, mereka bisa menyenangkan diri mereka sendiri.

Lalu, kalau begini bagaimana? Apalagi yang harus kita lakukan untuk memerangi segala kemungkinan yang bisa terjadi dalam pilkada serentak tahun ini? Kita sebagai masyarakat yang bijak seharusnya bisa kan memebedakan mana yang baik dan yang buruk, bukan semata-mata untuk kesenangan sementara. Kita harus memberi contoh kepada masyarakat yang lain bahwa politik uang bukanlah jawaban. Syukur-syukur kita bisa saling mengingatkan satu sama lain untuk tidak terjerumus dalam politik uang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun