Mohon tunggu...
Cynthia Ardanentya
Cynthia Ardanentya Mohon Tunggu... Freelancer - Legal Officer

I'm amateur writer who to loved learn every single new things

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Anatomi Kontrak Konstruksi: Unsur Komersial Jiwa Utama Konstruksi

17 Oktober 2019   16:16 Diperbarui: 17 Oktober 2019   17:04 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Unsur komersial menjadi keberhasilan paling penting selain unsur teknis dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan bidang konstruksi. Sebuah kontrak konstruksi tidak dapat dinyatakan berhasil apabila pembayarannya bermasalah. Lebih dari 90% proyek konstruksi tidak selesai karena adanya sengketa disebabkan karena pembayaran (Ridwan Aji P, kompas.com, 2016). 

Pada PemKab Bojonegoro pembayaran sejumlah proyek tahun 2018 untuk Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman juga mengalami gagal bayar sehingga harus menunggu pencairan dana kembali dari pemerintah (Amin Fauzie, jawapos, 2018).

Hal tersebut juga dikuatkan oleh sebuah penelitian dengan 59 responden kontraktor DKI Jakarta bahwa sengketa pembayaran adalah faktor pertama penyebab klaim konstruksi (Andreas Partogi, Skripsi: Analisis Penyebab Klaim pada Proyek Konstruksi yang Menggunakan Fidic Conditions of Contract for Plant and Design Build, 2018) 

Bisa dikatakan, ujungnya duit! Bila Kontraktor tidak ingin terjadi demikian, maka unsur komersial dalam kontrak konstruksi perlu dipahami dengan baik, sebagai berikut:

1. Pembayaran

Pembayaran merupakan jantung dari pelaksanaan konstruksi, pada umumnya perdebatan pembayaran terjadi pada down payment dan monthly progress payment. Down payment merupakan awal mulanya suatu pekerjaan konstruksi sehingga baik Kontraktor dan Owner sama-sama keras kepala dan tidak ingin rugi. Kontraktor membutuhkan down payment yang besar sehingga ia mampu membeli material dan menyewa mesin atau alat berat sedangkan Owner sering kali tidak yakin atau takut jika Kontraktor tidak akan memulai pekerjaan konstruksinya setelah down payment diserahkan. Hal ini diselesaikan dengan memberikan down payment sejumlah Bank Guarantee dari pihak Kontraktor yang berdasarkan Pasal 29 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018  paling tinggi sebesar 30% untuk usaha kecil dan 20% untuk usaha non-kecil dan penyedia jasa konsultasi. Pemberian uang muka dilakukan paling lambat 42 hari setelah Letter of Acceptance atau 21 hari setelah menerima jaminan uang muka (Advance Payment Bond) sesuai dinyatakan dalam Pasal 14.7 FIDIC Red Book 1999.

Pembayaran bulanan atau monthly payment harus diperhatikan oleh Kontraktor sebab dalam Pasal 14.7 Fidic Red Book 1999 Owner akan membayar dalam waktu 56 hari setelah menerima invoice dan data pendukung. Hal ini akan mengganggu cash flow perusahaan Kontraktor dalam membayar sub-kontraktor, penyewaan alat berat, dan supplier material atau bahan. Pada pengalaman praktek yang saya alami, Kontraktor akan memastikan pembayaran pada tanggal pengupahan pekerja perusahaan atau tenggat waktu penyewaan alat berat dan supply material. Setiap tanggal 25 bulan kalender Owner harus membayar sejumlah prestasi yang telah dilaksanakan Kontraktor. Namun pada prakteknya tidaklah mudah dilakukan karena Owner perlu melakukan payment assessment yaitu  peninjauan lapangan, penyesuaian mutual check-0 dengan progress pekerjaan,  mengurangi denda jika ada belum lagi jika setelah peninjauan hasil pekerjaan persentase kemajuannya tidak cocok dengan invoice sehingga perlu dilakukan perbaikan invoice.   

Oleh karena itu, Kontraktor harus dapat menegosiasikan pembayaran setidaknya 30 hari setelah penerimaan invoice, sudah termasuk masa payment assesment, Owner akan membayarkan sejumlah prestasi pekerjaan yang telah dikerjakan.

2. Denda

Keterlambatan pengiriman barang atau penyelesaian pekerjaan dapat membuahkan denda bagi Kontraktor atau dalam konstruksi dikenal liquidated damage. Apabila melakukan pekerjaan pengadaan barang/jasa pemerintah masa denda keterlambatan sebesar 1 %0  (satu per mil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan sebagaimana pada Pasal Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sedangkan dalam FIDIC Red Book 1999 tidak diatur mengenai besaran denda keterlamabatan. 

Dahulu batasan denda sampai dengan 50 hari kalender ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 namun sudah dicabut oleh Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sehingga tidak ada batasan maksimal denda keterlambatan. Meskipun dalam peraturan pemerintah bahkan dalam FIDIC pun tidak diatur, Owner tidak mungkin memaksakan resiko pengerjaan proyek kepada Kontraktor terus menerus terlambat dalam pengerjaan proyek sehingga pada praktek yang saya alami, pedoman maksimal denda sampai dengan 50 hari kalender atau maksimal 5%.

Namun yang lebih penting, Kontraktor harus melindungi dirinya dari kejadian-kejadian yang dapat disangkakan untuk dikenakan denda. 

Keterlambatan karena force majeure atau karena perubahan design atau scope of work harus ditekankan sebagai peristiwa yang tidak dikenakan denda dan Kontraktor berhak atas perpanjangan waktu penyelesaian pekerjaan.

3. Retensi

Retensi tidaklah menguntungkan dibanding jaminan pemeliharaan (Maintenance Bond). Mengapa? padahal sama saja sejumlah 5% dari Nilai Kontrak? Retensi bersifat menahan pembayaran hingga akhir masa pemeliharaan  sedangkan jaminan pemeliharaan Kontraktor cukup menerbitkan Bank Guarantee atau asuransi sejenis sejumlah 5% yang bersumber dari Giro atau tabungan perusahaan yang bersangkutan. Apabila Kontraktor harus menyerahkan Retensi sejumlah 5% maka pembayaran yang akan ia terima dari Owner hanya sebesar 95% yang artinya tidak menguntungkan bisnis Kontraktor! Terlebih lagi, apabila mengerjakan pengadaan barang/jasa pemerintah, maka masa pemeliharaan dapat saja melewati tahun anggaran sehingga uang yang diterima semakin lama.

Retensi. Sumber: https://bulelengkab.go.id/
Retensi. Sumber: https://bulelengkab.go.id/

Apabila menggunakan Bank Guarantee Maintenance Bond, jumlah pembayaran yang didapat oleh Kontraktor adalah 100% yang akan dibayarkan setelah Kontrak menyerahkan Bank Guarantee kepada Owner. Apabila terjadi kerusakan selama masa pemeliharaan maka kontraktor harus memperbaiki pekerjaannya dan jika Kontraktor tidak mau memperbaiki maka Owner dapat mencairkan Bank Guarantee Maintenance Bond milik Kontraktor. 

Jaminan PemelihataanJaminan Pemeliharaan. Sumber: https://bulelengkab.go.id/
Jaminan PemelihataanJaminan Pemeliharaan. Sumber: https://bulelengkab.go.id/

Sebagai Kontraktor yang perlu melindungi bisnisnya, penggunaan jaminan pemeliharaan tentu lebih menguntungkan berkali lipat dibandingkan retensi sehingga penggunaannya perlu dinegosiasikan kepada Owner.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun