Mohon tunggu...
Cynthia Ardanentya
Cynthia Ardanentya Mohon Tunggu... Freelancer - Legal Officer

I'm amateur writer who to loved learn every single new things

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Difusi Pengadilan Elektronik: Sebuah Dinamika Bercara Secara Online

27 September 2018   22:42 Diperbarui: 27 September 2018   23:55 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

justice delayed justice denied- proses peradilan yang lambat tidak akan memberi keadilan kepada para pihak

Layanan persidangan kini telah dapat ditempuh dengan berselancar melalui jaringan internet. Dalam rangka menyongsong era digitalisasi 2035 sebagaimana dituangkan dalam cetak biru Rancangan Arsitektur Sistem Informasi Terintegrasi Mahkamah Agung dalam pembaharuan peradilan tahun 2010-2035 (Newswire, kabar24.bisnis.com, 13 April 2018). Mahkamah Agung menetapkan sistem administrasi persidangan secara elektronik yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik.

Apabila menilik negara tetangga ASEAN, Penggunaan elektronik dalam proses administrasi pengadilan telah dilakukan oleh Singapura melalui e-Justice yang merupakan Electronic Filling System (EFS) telah diluncurkan pada tanggal 1 Maret 2000. EFS merupakan sebuah sistem jaringan komputer nasional yang menghubungkan kehakiman dengan firma hukum atau organisasi pencari keadilan melalui sebuah perangkat lunak. Pelaksanaan e-Justice berfokus pada pengajuan berbagai dokumen pengadilan yang memberikan dampak signifikan pada proses administrasi pengadilan terutama pada surat panggilan.

Dalam pelaksanaan e-court, tata cara persidangan tidak mengalami perubahan signifikan dari cara manual. Nampak bahwa Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2018 mengadopsi beberapa peraturan negara lain yang telah menerapkan e-court terlebih dahulu sebagai contoh Electronic Courts and Tribunals Act 2016. Electronic Courts yang dilahirkan oleh New Zealand Parlementary Counsel lebih banyak mengatur tentang dokumen yang boleh dipergunakan, validitas dokumen, validitas tanda tangan, permohonan perolehan informasi secara elektronik atau paper based, dan biaya perolehan dokumen yang diijinkan. Tidak bertujuan untuk mengubah tata cara persidangan, e-court nampak sebagai jalan sederhana menuju jargon paperless yang kerap didengung-dengungkan.

Namun pemaknaan e-court tersebut tidak disebutkan secara definitif, sehingga jargon paperless dalam praktik pengadilan dapat diartikan secara membabi buta sebagaimana pernyataan Pengadilan Negeri Bogor kelas IB, Jawa Barat yang dijelaskan oleh Roro Dewi Lestari selaku Ketua Tim E-court PN Bogor, bahwa e-court merupakan persidangan biasa dengan menggunakan media elektronik meliputi visualisasi persidangan, perekaman persidangan, dan persidangan jarak jauh (teleconference) yang telah diterapkan dalam kasus pidana Gladiator tahun 2017 Nomor : 286/Pid.Sus/2017/PN.Bgr, Nomor 11/Pid.Sus/Anak/2017/PN.Bgr, Nomor 12/Pid.Sus/Anak/2017/PN.Bgr, Nomor 13/Pid.Sus/Anak/2017/PN.Bgr serta dalam perkara perdata pada saat mediasi teleconference melibatkan antara negara yakni Bogor-Jember-Singapura dan Amerika Serikat. (Newswire, , kabar24.bisnis.com, 13 April 2018) Pemaknaan e-court pada PN Bogor hanya terbatas pada visualisasi  persidangan secara elektronik. Terlebih beberapa pelaksanaanya dilakukan pada peradilan pidana anak. Apabila merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2018 e-court dibungkus dalam pengertian administrasi perkara secara elektronik yaitu serangkaian proses penerimaan gugatan/permohonan, jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan, pengelolaan penyampaian dokumen perkara perdata/agama/tata usaha militer/ tata usaha militer/tata usaha negara dengan menggunakan sistem elektronik yang berlaku di masing-masing lingkungan peradilan. Berdasarkan pemaknaan tersebut, e-court tidak terfokus pada media elektronik penunjang visualisasi persidangan melainkan lebih kepada proses layanan administrasi pengadilan dan tidak merujuk pada tata cara persidangan pidana atau pun pidana khusus.

Pelaksanaan administrasi persidangan secara elektronik ini dilakukan melalui aplikasi e-court yang berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 307/Djmt/Kep/5/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrai Perkara di Pengadilan Secara Elektronik merupakan aplikasi yang digunakan untuk memproses gugatan/permohonan dan pembayaran biaya perkara secara elektronik serta melakukan panggilan sidang secara elektronik yang terintegrasi dan tidak terpisahnya dengan SIPP. Aplikasi e-court hadir dengan pelayanan utama e-skum yang berisi taksiran biaya panjar, e-Pgl yang berupa panggilan elektronik, dan e-Pbt yang berupa pemberitahuan elektronik.  

seminar sosialisasi e-court bagi Advokat
seminar sosialisasi e-court bagi Advokat
Sangat disayangakan penggunaan aplikasi e-court masih terbungkus sebuah eksklusifitas walaupun mencantumkan "perorangan atau advokat" dalam mendaftarkan perkara secara elektronik, nyatanya hanya persyaratan advokat sebagai pengguna terdaftar yang diwadahi oleh pengadilan. Walaupun dikemas dengan ketentuan "Pengguna Layanan Administrasi Perkara Secara Elektronik" dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tetapi ketentuan bagi perorangan sebagai pengguna terdaftar belum ditentukan melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung. Direktur Jenderal (Dirjen) Badan Peradilan Umum (Badilum) MA RI, Herry Swantoro menyatakan bahwa proses pendaftaran perkara tidak ditujukan untuk main-main sehingga jika perorangan mendaftar melalui aplikasi e-court, pengadilan masih kesulitan melakukan verifikasinya ( kontan.co.id , 20 Juli 2018) Tidak jelas makna dari MA mengenai verifikasi perorangan yang diharapkan.

Selanjutnya, Para advokat pengguna e-court dalam ketentuan Pasal 5 Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 307/Djmt/Kep/5/2018 harus melengkapi KTP, Kartu Keanggotaan Advokat, dan Berita Acara Sumpah Advokat di Pengadilan Tinggi. Revolusi administrasi pendaftaran persidangan ini membuat para advokat mau tidak mau diwajibkan menjadi pribadi yang melek teknologi untuk mengikuti tata cara persidangan elektronik yang ditetapkan oleh MA.

Jika sebelumnya banyak pihak berperkara yang dikecewakan karena sidang terpaksa ditunda dan menghabiskan banyak biaya untuk melalui proses yang berbelit-belit kini para pihak dapat mengirimkan jawaban, replik, duplik, dan/atau kesimpulan secara elektronik melalui aplikasi e-court sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 307/Djmt/Kep/5/2018. Hal ini telah sesuai dengan semangat perwujudan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Namun nyatanya, pelaksanaan e-court ternyata dapat disimpangi oleh para pihak sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 yang menyatakan dalam hal Tergugat/Termohon/Terlawan/Kuasa tidak setuju beracara secara elektronik maka tahap jawab menjawab dan/atau kesimpulan tidak bisa dilakukan secara elektronik. Ketidaksetujuan pihak lawan pada pasal tersebut membuat seluruh rangkaian administrasi persidangan menurut e-court menjadi tidak bernyawa. Hal ini sama dengan klausula "atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja dengan buruh" yang membunuh serangkaian ketentuan yang melindungi pekerja/buruh  pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Terlebih, walaupun dapat diintepretasikan mengikuti tata cara persidangan secara manual, Pasal 21 tidak memberikan arahan lebih lanjut bagi para pihak yang tidak setuju beracara secara elektronik.

Walaupun telah tertinggal belasan tahun dibandingkan negara lain dan terdapat beberapa kejanggalan dalam pengaturannya, proses digitalisasi administrasi pengadilan melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 merupakan langkah awal yang patut di apresiasi bagi pengadilan Indonesia. Harapannya di kemudin hari, proses administrasi siap berkembang menuju langkah selanjutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun