Mohon tunggu...
Anastasia Bernardina
Anastasia Bernardina Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Aksara

Berbagi energi positif dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tak Ingin Berkomitmen

10 Agustus 2022   19:00 Diperbarui: 10 Agustus 2022   19:05 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Alexa dari Pixabay 

Sarah dan Lilo  tampak sedang bersantai di sebuah apartemen yang mereka sewa berdua. Mereka adalah pasangan kekasih yang telah menjalin hubungan selama 5 tahun. Sudah 3 tahun ini mereka hidup satu atap di sebuah apartemen yang terletak di daerah Casablanca Jakarta.

Walaupun tanpa ikatan pernikahan, mereka tak mempermasalahkan untuk tinggal bersama. Saling mencintai dan setia merupakan hal utama bagi mereka berdua. Mereka memiliki pendapat yang sama yaitu percuma menikah jika akhirnya bercerai. Sarah mengalami sendiri betapa sakitnya melihat orang tuanya selalu bertengkar dan akhirnya bercerai. Hal itu ia alami ketika masih duduk di sekolah dasar. Begitupun dengan Lilo, orang tuanya harus bercerai karena salah satu dari mereka berselingkuh.

"Sarah, Lilo. Dua minggu lagi, lo berdua datang ya ke pernikahan gue. Jangan sampe nggak dateng, loh!" Karin yang notabene sahabat Sarah dan Lilo sejak SMA tiba-tiba datang ke apartemen mereka berdua, sekaligus menyerahkan undangan pernikahan.

Setelah Karin pulang, Sarah memegang dan terus memerhatikan undangan pernikahan itu. Ia memerhatikan desainnya, tulisannya, dan nama calon pengantin yang ada di dalam undangan tersebut.  Tiba-tiba di dalam hatinya muncul suatu gejolak yang tidak bisa ia kendalikan. Sarah mulai menyadari bahwa ikatan pernikahan itu sangatlah penting.

Ia mulai bepikir, "Bagaimana jika dengan tinggal satu atap seperti sekarang menimbulkan dirinya hamil dan akhirnya punya anak? Walaupun selama berhubungan dengan Lilo selalu memakai pengaman, tapi tetap saja, kemungkinan untuk hamil itu ada. Lalu, jika tidak ada ikatan pernikahan, bagaimana dengan nasib anaknya nanti? Mengurus akta kelahiran dan surat-surat lainnya pasti akan dipersulit dan pasti pihak perempuanlah yang akan menanggung sakit hati lebih banyak di masa sulit itu." Sarah mulai bimbang, ia masuk ke kamar tidur dan merebahkan tubuhnya di atas kasur sembari matanya menatap langit-langit kamar.

Lilo datang menghampiri, turut merebahkan tubuhnya di samping Sarah, dan bertanya, "Kenapa murung?" Sarah melirik Lilo dengan tanpa menggeser badannya sedikitpun, "Bagaimana jika kita menikah? Mungkin nggak jika mulai sekarang kita berencana ke arah sana?" Sarah tak melepaskan tatapan matanya dan hatinya pun berharap akan mendapat jawaban yang baik dari Lilo.

Lilo sedikit heran, "Kenapa kamu berubah pikiran?" Apa gara-gara Karin mau menikah?" Sarah menjawab sambil menghela napas panjang, kali ini matanya tertuju pada dinding kamar yang penuh dengan pigura foto mereka berdua. "Aku memikirkan masa depan anakku jika suatu saat kita punya anak. Mungkin saja kan aku tiba-tiba hamil?"

"Nggak mungkin. Aku nggak mungkin mengambil resiko dengan berani berkomitmen demi kelegalan status yang tertulis di atas kertas bermaterai dan diakui oleh negara maupun agama. Sekarang ini, kamu toh baik-baik saja? Kamu cuma parno, nggak mungkin juga kamu hamil. Selama ini kita selalu aman. Sudahlah, nggak usah aneh-aneh." Lilo memejamkan mata dan malah memilih tidur. Entah karena malas berpikir serius atau memang itu senjatanya untuk menghindar dari ajakan Sarah.

Sarah membalikkan tubuhnya membelakangi Lilo, di dalam hatinya ia berucap, "Apa yang harus aku lakukan, Tuhan?" Baru kali ini Sarah menyebut kembali nama Tuhan, setelah sekian tahun Sarah tidak pernah menyebutnya bahkan berdoa kepadaNya. Sarah pun terpaksa ikut memejamkan mata, memilih menghindar dari kemelut yang ada di pikirannya dengan cara tidur. Ia tahu, saat nanti bangun pun, masalah itu tetap akan mengganggu pikirannya. Entah kapan ia berani mengambil keputusan untuk meninggalkan Lilo. Entah esok atau lusa. Tak dapat Sarah pungkiri bahwa sebenarnya ia menginginkan adanya perubahan yang lebih baik dalam hidupnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun