Mohon tunggu...
Anas Nasrulloh
Anas Nasrulloh Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Aktif Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fikih Perempuan Pemikiran KH. Husain Muhammad

7 Desember 2017   20:31 Diperbarui: 7 Desember 2017   20:35 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Potret pemikirian KH. Husain Muhammad adalah potret pemikiran yang jarang ditemukan di Indonesia. Beliau memiliki pemahaman yang cenderung berbeda dalam menyikapi tatanan sosial perempuan. Pemikiran-pemikiran beliau dapat dibaca melalui kajian gambaran perempuan dan hal-hal yang berkaitan dengannya yang beliau suguhkan. Untuk menelusuri lebih jauh lagi pemikiran beliau tentang perempuan, akan diulas dengan tema-tema sebagai berikut:

Pemaknaan Nikah

            Nikah perspektif KH. Husain Muhammad lebih menekankan pada tujuan utama disyariatkannya nikah yang bermaksud mewujudkan kehidupan yang saknah (tentram) mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang)  sebagaimana termaktub dalam surat an-Nisa': 21

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (QS. an-Nisa':21)

            Ayat ini menegaskan bahwa saknah, mawaddah dan rahmah yang menjadi pilar nikah dapat memberi dampak (tarattub) timbal balik kemanfaatan yang bisa dirasakan oleh masing-masing suami istri. Hal ini akan justru bertolak belakang jika dibenturkan dengan perumusan nikah ala kitab-kitab sebagai: "Aqd wadha'ahu al-syaari' li yufid milku istimta' al-rajul bi al-mar'ah wa hill istimta' al-mar'ah bi al-rajul" (akad, transaksi atau ikatan yang diatur agama (syara') dengan memberi laki-laki penikmatan seksual atas istrinya dan halalnya istri menikmati tubuh suaminya) .

            Pernyataan ini memperlihatkan dengan jelas bahwa penikahan hanya diperlukan bagi kepentingan seksual laki-laki pada satu sisi dan adanya hubungan yang tidak seimbang antara suami istri dalam sisi yang lain. Artinya definisi fikih di atas menunjukkan bahwa laki-laki bisa memperoleh kenikmatan seksual kapan saja dan istri berkewajiban memenuhinya. Sementara itu, istri hanya bisa memperolehnya manakala suami memberikannya.

            Ketimpangan relasi seperti ini sangat rentan terhadap keberlangsungan kehidupan perkawinan yang tidak sehat serta membuka peluan terjadinya KDRT. Definisi di atas secara tidak langsung menginformasikan bahwa laki-laki memiliki hak penikmatan seksual (milk istimta') sehingga memunculkan stigma istri sebagai barang yang bisa dimiliki manfaatnya. Tentu saja hal ini tidak bisa diseret dalam perkawinan di Indonesia, sebab menyeretnya dalam kehidupan perkawinan sama saja dengan menempatkan perempuan sebagai makhluk yang berfungsi reproduktif saja. Eksistensinya sebagai makhluk sosial, berpolitik, berkebudayaan akan menjadi terabaikan. Dalam proses peradaban hal ini justru tidak menguntungkan.

            Wacana KH. Husain Muhammad agar tidak hanya berkutat dalam definisi nikah memang perlu direnungkan. Merumuskan perkawinan sebagai akad yang hanya memberikan hak sepihak tentu tidak sejalan dengan pesan yang terkandung dalam ayat 21 surat al-Rum sebagaimana uraian di atas. Perkawinan menurut beliau alangkah lebih baiknya diartikan sebagai akad yang memberikan keseimbangan hak dan kewajiban antara suami istri, serta menjadikannya sebagai wahana kreatif untuk membangun peradaban manusia yang adil dan beradab .

 Perempuan Kepala Keluarga

            Corak pandang KH. Husain Muhammad menyikapi hal ini amatlah berbeda dengan pandangan keumuman orang. Beliau melihat bahwa perempuan sejatinya bisa berposisi sebagai kepala keluarga. Suksesnya kepemimpinan tidak bisa diukur dengan jenis kelamin. Sebab kepala keluarga adalah otoritas yang bertanggung jawab mengarahkan ke mana keluarga akan dibentuk dan dibawa. Barang tentu hal demikian tidak berkaitan dengan jenis kelamin melainkan pada kualilas leadership .

            Terdapat beberapa hal yang melatar belakangi pandangan beliau, diantaranya interpretasi al-Quran surat an-Nisa' ayat: 34

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun