Mohon tunggu...
Anang Syaifulloh
Anang Syaifulloh Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Pribadi

Pengagum Bapak Soekarno, namun untuk masalah wanita belum seahli beliau

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politisi: Dulu Bersitegang, Setelah Pemilu kok Berpelukan?

26 April 2019   12:50 Diperbarui: 26 April 2019   12:59 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Elit Politik tertawa bersama, masyarakat hanya bisa merana

Keduanya ingin menunjukkan bahwa mereka saling dicurangi. Padahal menurut Prof Mahfud, kesalahan input yang terjadi hanya 0,0004 persen. Artinya ada kesalahan 1;2500 TPS. Hal ini tidak menunjukkan adanya kesalahan yang direncanakan dan tersistem. 

Dua isu besar yang ada memungkinkan membuat keadaan kacau. Apabila kedua kubu tidak menahan diri agar tidak saling reaktif berlebihan. Apalagi sampai menunjukkan kekuatan massa.

Pihak Polri dan TNI sudah siaga. Tidak mungkin membiarkan pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan dua isu ini untuk memicu kekacauan. Potensi ini tercium dan ditanggapi dengan apel besar dengan tank di sekitar Monas.

Upaya rekonsiliasi sepertinya sudah diawali oleh pihak Pak Jokowi. Luhut diutus Jokowi untuk menemui Prabowo. Luhut sendiri adalah senior Prabowo di ABRI. Keduanya sama-sama memulai karier di Korps Baret Merah alias Kopassus sebagai Komandan Peleton Para Komando. Istilah menyambung persahabatan menjadi alasan pertemuan ini. Bisa berarti Pihak Jokowi menawarkan beberapa posisi untuk Prabowo atau orang-orang disekelilingnya. Sebuah solusi agar ketegangan ini tidak berlarut-larut terlalu lama.

Tirto.id
Tirto.id

Jokowi dan koalisinya tentu ingin memperkuat koalisinya dengan menggandeng Prabowo dan Partai Gerindra. Partai ini mungkin juga akan berfikir ulang untuk tetap menjadi partai oposisi. Menjadi oposisi selama 10 tahun tentunya memerlukan sumber daya logistik dan basis pemilih yang besar. Seperti yang dilakukan oleh PDIP selama masa pemerintahan SBY. Apakah Gerindra mampu seperti itu?

Win Win Solution seperti ini sudah menjadi pemandangan yang biasa setelah perhelatan pemilihan pemimpin. Alasan demi membangun bangsa dan menjaga agar suasana tetap damai menjadi alasan klise. Setelah bertarung mati-matian dan menguras energi, elit politik dari kedua kubu bakal bersatu dalam satu 'kepentingan' karir politik. Sayangnya upaya persatuan ini hanya pada sisi karir politik saja.

Masyarakat bawah masih terpecah. Drama yang dilakukan oleh elit politik masih melekat dalam hidup sehari-hari. WA Grup keluarga besar masih belum bisa cair seperti sebelum pilpres. Tegur sapa juga belum sesantai biasanya. Hubungan antar guru dan murid pun bisa tegang karena berbeda cara memandang pemimpin. 

Masyarakat tidak akan mungkin bersatu jika lima tahun ke depan masih seperti ini. Politisi karirnya bisa melejit karena drama yang mereka buat. Rakyat hanya bisa menonton sambil menunggu janji terealisasi. Rakyat menggaji orang-orang yang membuat mereka resah dan tidak tenang. Sungguh aneh. Prof Mahfud dalam acara kongkow di sebuah cafe di Malang pernah bilang begini:

Politisi bisa saja bertengkar sampai tanggal 17 April pagi, namun sorenya mereka bisa tertawa bersama

Rasa-rasanya tidak hanya sampai 17 April, mungkin sampai 22 Mei atau bahkan sampai lima tahun mendatang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun