Mohon tunggu...
Anang Syaifulloh
Anang Syaifulloh Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Pribadi

Pengagum Bapak Soekarno, namun untuk masalah wanita belum seahli beliau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saat yang Tersaji Hanyalah Kemarahan dan Pemaksaan

20 Februari 2019   19:04 Diperbarui: 20 Februari 2019   19:15 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia begitu sensitif dengan agamanya. Agama diamalkan dengan serius tanpa budaya sama sekali. Dulu candaan twitter sempat dipenuhi oleh candaan yang menggelikan tentang agama. Tidak ada yang tersinggung apalagi sampai saling mengolok antar pemeluknya.

Candaan agama yang terkenal berasal dari Gus Dur. Ketika masing-masing dari tokoh agama berkumpul, mereka membandingkan siapa yang paling dekat dengan Tuhannya. Biksu Budha bilang bahwa orang Budha adalah paling dekat karena memanggil tuhannya dengan om. Pendeta protes, karena ia memanggil tuhannya dengan Bapa. Gus Dur yang mewakili Islam malah terus tertawa, kemudian ditanya oleh kedua tokoh agama yang lain. Apakah orag Islam begitu dekat dengan tuhannya?. Gus Dur menjawab bahwa orang Islam malah jauh, la memanggilnya aja perlu pakai toa.

Candaan seperti ini pernah dilontarkan kembali di Twitter beberapa bulan yang lalu. Responnya beda jauh. Golongan umat serius lantas marah-marah dengan menuduh bahwa tuhan tidak boleh dibuat candaan dan mengutip ayat tentang tuhan yang berada dimana-mana. Tidak perlu dipanggil dengan toa. Sungguh, selera humor yang rendah.

Orang-orang seperti ini mudah diidentifikasi, apalagi dalam sosial media. Mereka biasanya minta dihormati ketika menjalankan puasa seperti puasa ramadhan saat ini. Kemudian membuat spanduk yang isinya hormatilah orang yang berpuasa. Padahal kata Sudjiwo Tejo, spanduk seperti ini harusnya dibuat oleh umat lain. Layaknya umat Islam yang membuat spanduk hormati orang natalan dan waisak.

Mereka tidak mengenal perbedaan pendapat antar ulama, sehingga merasa benar sendiri. Pengusung khilafah menyatakan bentuk negara Indonesia tidak sah dan thagut. Indonesia adalah haram karena tidak sesuai dengan syariat. Tetapi ada yang jadi PNS, cari makan di Indonesia, dari tanah indonesia bahkan ketika hari Pancasila mereka ikut libur. Loh katanya tidak mengakui Pancasila?. Selain selera humor, logika mereka juga rendah.

Prof Ariel Heryanto mengatakan akademisi di bidang sains dan teknologi lebih mudah terpapar radikalisme seperti ini karena mereka terdidik untuk mengejar kepastian salah/benar mutlak. Tidak toleran pada ironi, ambiguitas dan kontradiksi manusiawi. Umat yang gampang marah dan memaksa tidak mengenal budaya bagaimana beragama dengan masyarakat dengan menerima perbedaan dan cenderung keras untuk menyikapinya. Umat ini cenderung mengejar sunah tapi meninggalkan wajib. Memaksa menerapkan sunah yang kaku tetapi malah meninggalkan kewajiban untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat sekitar.

Gus Dur dalam buku 'Islamku Islam Anda Islam Kita' menggambarkan bagaimana proses kebenaran tunggal ini terjadi. Islamku adalah islam yang dipikirkan dan dialami individu termasuk pribadi Gus Dur sendiri yang setiap orang akan berbeda. Pandangan pribadi ini patut diketahui orang lain tanpa memiliki kekuatan pemaksaan. Dalam perbedaan pandangan, orang sering memaksakan kehendak dengan memunculkan pendapatnya sebagai satu-satunya kebenaran. Cara seperti sangat tidak rasional meskipun kandungan isinya sangat rasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun