Mohon tunggu...
Anang Wicaksono
Anang Wicaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menjadikan menulis sebagai katarsis dan sebentuk kontemplasi dalam 'keheningan dan hingar bingar' kehidupan.

Mengagumi dan banyak terinspirasi dari Sang Pintu Ilmu Nabi. Meyakini sepenuhnya Islam sebagai rahmatan lil 'alamin, pembawa kedamaian dan kesejahteraan bagi semesta alam. Mencintai dan bertekad bulat mempertahankan NKRI sebagai bentuk negara yang disepakati para founding fathers kita demi melindungi dan mengayomi seluruh umat beragama dan semua golongan di tanah tumpah darah tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Konseptor Makar, Mengapa Masih Bebas Berkoar-koar?

14 Februari 2016   16:57 Diperbarui: 14 Februari 2016   17:06 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Demonstrasi massa HTI menuntut khilafah (Tribunpekanbaru.com)"][/caption]

Kehadiran Walikota Bogor, Arya Bima, pada peresmian kantor Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) cabang Bogor beberapa waktu yang lalu (8/2/2016)  memang patut dipertanyakan. Hal ini dikarenakan -- seperti kita ketahui selama ini -- HTI adalah sebuah ormas yang selalu menyerukan masyarakat untuk 'berhijrah' kepada bentuk pemerintahan dan negara ala mereka yang berjudul "khilafah". 

Pendek kata, perjuangan HTI di Indonesia adalah mengubah bentuk negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menjadi bentuk khilafah ala mereka. Dengan demikian, wajar saja apabila ada sebagian kalangan yang menyimpulkan bahwa sang Walikota Bogor kita ini berpaham "Anti NKRI" sebagaimana paham HTI. Atau setidaknya, Arya adalah pendukung HTI dengan paham khilafahnya.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita, ada tiga kesepakatan besar para pendiri republik ini yang tak terpisahkan dan tidak bisa diganggu gugat, yakni NKRI sebagai bentuk negara, Pancasila sebagai dasar negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara. Dengan pandangan yang jauh ke depan, para pendiri bangsa ini dengan arif dan bijaksana menyadari akan pluralitas atau kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam agama, suku, budaya dan adat istiadat yang mereka tuangkan dalam ketiga kesepakatan bersejarah di atas.

Mengubah atau berusaha mengubah salah satu saja dari ketiga kesepakatan besar para pendiri republik ini bisa dikategorikan sebagai tindakan makar. Berpijak dari sini, dengan mencermati paham yang diusungnya, HTI sebenarnya bisa dikategorikan atau mempunyai potensi besar sebagai pelaku makar. Namun untuk saat ini, dengan melihat sepak terjang yang mereka lakukan, mereka masih berada dalam tataran sebagai konseptor makar.

Karena mengancam kelangsungan sebuah negara dan bangsa, upaya atau tindakan makar amatlah berbahaya dan perlu diwaspadai. Harus ada tindakan-tindakan negara yang bersifat sistematis untuk mencegah dan menanggulanginya. Karena kegagalan negara untuk mencegah atau menanggulanginya akan memberikan akibat fatal yang bisa menjatuhkan negara dan bangsa.

Dari catatan sejarah, dimasa pemerintahan Presiden Soekarno, banyak terjadi upaya dan tindakan makar seperti itu, yang berkat perlindungan Tuhan Yang Maha Esa dan kesigapan rakyat dan pemerintah RI,  berhasil digagalkan. Seperti DI/TII di Jawa Barat, PRRI/ Permesta di Sumatera Barat, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, atau yang terbesar G30S/PKI yang berpusat di Lubang Buaya, Jakarta. Begitu pula di masa pemerintahan Presiden Soeharto, ada upaya makar yang bernuansa separatisme seperti GAM di Aceh dan OPM di Papua.

Setelah memasuki masa reformasi, dengan memanfaatkan euforia kesegaran angin demokrasi, ada sebagian kalangan atau ormas yang menumpanginya untuk melakukan upaya makar terselubung. Mereka bersembunyi dibalik kedok kebebasan berpendapat dan berserikat dalam menjalankan misinya. 

Dengan slogan-slogan berbumbu agamis, para konseptor makar ini terus berkoar-koar untuk mencuci otak masyarakat dan menjadikannya sebagai pengikut. Mereka menyerang bentuk negara NKRI dan hendak menggantinya dengan sistem khilafah. Sementara konseptor makar yang lain, kaum takfiri dan intoleran, tak henti-hentinya menyerang Bhinneka Tunggal Ika dengan pernyataan maupun perbuatan kekerasan mereka yang menuding mazhab/golongan ini atau itu sesat dan kafir oleh karenanya halal darahnya.

Sayangnya, seakan tidak menyadari bahaya besar yang tersembunyi di dalamnya, aparat keamanan kita dan pemerintah malah terkesan bersikap pasif dan tidak mengambil tindakan yang signifikan terhadap para konseptor makar ini. Agaknya pemerintah berpendapat bahwa gerakan mereka masih dalam tataran konsep yang belum terimplementasikan yang tidak terlalu membahayakan.

Namun yang mungkin dilupakan oleh pemerintah adalah bahwa propaganda terus menerus nan berkesinambungan yang dilakukan oleh para konseptor makar ini berpotensi besar bisa mencuci otak masyarakat dan menjadikan mereka sebagai pengikutnya. Dengan semakin besarnya jumlah masyarakat yang menjadi pengikutnya, maka semakin besar pula  kekuatan para konseptor makar ini untuk mengimplementasikan konsepnya. Pada titik inilah selangkah lagi konseptor makar berubah status menjadi pelaku makar. Bahaya besar di depan mata telah mengancam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun