Mohon tunggu...
Ananda Shofwan
Ananda Shofwan Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Moch Shofwan Amrullah | Valar Morghulis, Valar Dohaeris

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengapa Aku Dilahirkan? Bukan Nihilisme Eksistensial

7 Agustus 2020   16:46 Diperbarui: 7 Agustus 2020   16:55 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore menjelang munculnya mega merah diufuk barat, aku mengelana menyusuri pantai utara jawa dimana aku tinggal bersama orang-orang terkasihku dan orang-orang senasib denganku yang diciptakan Tuhan didesa kecil ujung barat laut Jawa Timur, ya desa Bancar, kecamatan Bancar, kabupaten Tuban.

Dalam pentadaburanku atas alam yang indah, megah ciptaan Tuhan, aku kembali menanyakan mengapa aku dilahirkan?, untuk apa aku hidup?, dan apa makna atau nilai intrinsik dari kehidupan?. Ya sebuah pertanyaan yang mendasari para penganut aliran filsafat nihilisme eksistensial dan pesimisme. 

Sebuah aliran filsafat yang banyak dianut oleh mereka para kaum yang tidak mempercayai adanya Tuhan, ateisme. Jika menyebut nihilisme maka referensinya adalah seorang filusuf Jerman Nitzche.

Namun aku tegaskan, aku bukan termasuk golongan tersebut. Alasan mengapa aku sendiri kembali menanyakan hal tersebut, sungguh aku sama sekali tak mengetahuinya. aku pernah menanyakan hal tersebut dahulu kala, kepada guru dimana aku mendalami ilmu agama, dan aku telah mendapatkan jawabanya ketika itu.

Aku berpikir pertanyaan tersebut tidak layak untuk kutanyakan dengan latar belakangku adalah orang beagama dan mendalami ilmu agama sejak aku kecil. Bukan fasenya aku menanyakan pertanyaan itu, pikirku.

Ya tiba-tiba pertanyaan itu muncul dalam benakku kembali ketika aku menyaksikan seorang kakek tua yang sedang menebarkan jalanya ke tepian lautan untuk mencari ikan. Kakek tua yang ringkih yang menurut nalarku, kini adalah waktunya dia menikmati kehidupan dimasa senjanya dengan duduk manis dirumah bersama cucu-cucunya. Terlepas bagaimanapun latar belakang beliau.

Mengapa aku dilahirkan? Mengapa aku diciptakan?. Pertanyaan tersebut mencoba aku menjawabnya kembali seperti apa yang dikatakan oleh guruku kala itu bahwa manusia diciptakan adalah semata mata untuk menjadi hamba yang senantiasa menyembah dan beribadah kepada Tuhan, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.”(QS Adz zariyat : 56)

Lantas konsep menyembah yang dikehendaki Tuhan seperti apa? Ini yang menjadi pertanyaan selanjutnya? Apakah menyembah yang dimaksud Tuhan sama seperti alegori yang dijelaskan para munfasir yang implementasinya seperti yang dilakukan para sufi dengan segala kezuhudanya kepada dunia? Pertanyaan itu yang dulu belum saya konfirmasikan kepada guruku.

Untuk apa aku hidup? Pertanyaan yang pernah kutanyakan kepada beliau juga. Lalu beliau menjawab dengan membacakan ayat dalam alquran yang artinya seagai berikut

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”(QS Al Baqarah :30)

Ya waktu itu beliau menjawab dengan gamblang bahwa manusia diciptakan dan hidup untuk menjadi khalifah di bumi. Terlepas dari makna khalifah di bumi itu seperti apa, namun yang menjadi pertanyaanku selanjutnya adalah rahasia apa dibalik pernyataan Tuhan “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Ya pernyataan Tuhan inilah yang menjadikan pertanyaan besar selanjutnya.

Memangnya dengan alasan apa Tuhan menciptakan manusia yang gemar berbuat kerusakan dan membuat pertumpahan darah ini Ia ciptakan? Apa alegori yang dimaksudka-Nya? Ya mungkin Tuhan tidak memerlukan alasan untuk Dia menciptakan segala sesuatunya, atau mungkin Tuhan menciptakanya supaya manusia itu berpikir. Atau kemungkinan kemungkinan lain yang tidak dapat saya tuliskan dalam tulisan ini.

Tapi kita semua tahu bahwa kondisi bumi saat ini sedang tidak stabil, banyak bencana yang diakibatkan karena perubahan iklim dan tentunya itu diakibatkan oleh perbuatan manusia. Eksploitasi alam berlebih, polusi udara diberbagai belahan bumi, dan pencemaran air yang mengakibatkan ketidak seimbangan ekosistem.

Kita juga tahu sejarah peradaban umat manusia yang tak lepas dari peperangan, pertumpahan darah, penindasan, dan ketidak adilan mulai dari generasi anak kandung nabi adam generasi pertama sampai dengan anak cicit nabi adam saat ini. Konteks perkaranya masih sama namun kondisinya saja yang berbeda.

Jika menilik kembali kondisi saat ini dengan apa yang menjadi betuk protes para malaikat kepada Tuhan dengan mengatakan “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah” rasa rasanya kondisi tersebut sangat relevan. Lalu apa makna dibalik pernyataan Tuhan “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”?.

Entah aku juga masih belum dapat menemukanya. Nampaknya aku harus segera bergegas mengaji kembali, dalam rangka menemukan jawaban atas pertanyaan pertanyaanku.

Ya aku telah cukup lama tidak tergabung dengan majlis keagamaan, dan nampaknya aku terlalu lama tenggelam dalam lautan filsafat para filusuf barat. Terlalu banyak membaca buku buku kiri, mungkin mendeskritkan nalar berfikirku tentang ketauhidan. Wallahua’lambisshawaab

Penulis : Moch Shofwan Amrullah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun