Mohon tunggu...
Ananda PrathamaSaputra
Ananda PrathamaSaputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB Angkatan 58

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

PPKM Darurat di Mata Rakyat

30 Juli 2021   12:02 Diperbarui: 30 Juli 2021   12:18 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau bisa disingkat menjadi PPKM Darurat merupakan suatu usaha pemerintah untuk mengurangi atau menahan kenaikan angka positif Virus Corona. Pada sebelumnya, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun karena penyebaran virus Corona melonjak tinggi, barulah pemerintah memberlakukan istilah PPKM. PPKM ini dipublikasi pada 11 Januari - 25 Januari dengan cakupan wilayah DKI Jakarta, sampai sekarang per tanggal 25 Juli 2021 sudah ada 276 Kabupaten di 21 Provinsi di luar pulau Jawa dan Bali yaitu PPKM level 3. Dari kebijakan tersebut pasti menimbulkan Pro dan Kontra dari masyarakat Indonesia, terutama pada sektor pedagang kecil/menengah kebawah, mungkin kalau pegawai tetap sedikit tidak merasakan dampak yang besar dari penerapan PPKM ini,tetapi jika kita lihat dari sektor pedagang seperti pedagang warung,kaki lima, bahkan ojek online-pun merasakan dampaknya.

Bedasarkan poin-poin kebijakan PPKM yang mana salah satunya adalah tidak bolehnya pedagang mengizinkan pengunjung untuk makan ditempat, kebijakan ini dinilai sangat merugikan para pedagang karena hasil dari penerapan kebijakan itu ialah berkurangnya 50% pengunjung ke warung tersebut setiap harinya "Iya dek, karena PPKM kan ga boleh ngizinin makan disini, jadinya sepi yang beli juga, mungkin karena orang orang juga males keluar rumah." Ujar ibu penjual Nasi goreng di Pondok Bambu Jakarta. Dari segi waktu operasional warung juga menimbulkan banyak kontra, seperti warung harus tutup jam 20:00 WIB, hal ini dinilai sangat merugikan pedagang yang biasanya membuka warung pada sore hari atau malam hari, karena jika ia harus menutup warungnya pada pukul 20:00 maka hanya beberapa jam saja ia buka, dampak dari itu banyak pedagang yang akhirnya kucing-kucingan dengan petugas "Ini aja takut dek, kadang matiin lampu supaya ga keliatan lagi jualan, wong lagian masa kita baru buka jam 17:00 masa kita harus tutup jam 20:00, 3 jam kalua sekarang juga belum tentu dapet pelanggan Dek ,jadi yaudah, kita ngumpet-ngumpet aja kalau ada Satpol PP." Ujar ibu Penjual Nasi goreng itu. Memang tidak dapat kita pungkiri pedagang di Indonesia tidak semuanya sama, dari segi apa yang dijual sampai waktu penjualannya.

Bukan hanya pedagang kecil yang merasakan dampak dari pemberlakuan pembatasan kegiatan mesyarakat, dari sector Ojek Online juga sangat merasakan dampaknya,mungkin kalau Ojek Online sudah dari awal pandemi ini merasakan dampaknya, karena semua kegiatan dilakukan secara online, seperti Work from Home (WFH), School From Home , dan lain-lain. Hal itulah yang membuat Pengendara Ojek online menjadi sepi orderan. "Waduh Dek, dulu pas awal awal mah enak banget, sehari bisa dapat Rp.300.000, sekarang YaAllah dek, Rp.50.000 aja susah, harus keringetan dulu buat dapet Rp.50.000 doang, dari tidur sampai bangun juga ga ada notifikasi Hp yang masuk buat order."tutur Bapak Dandi. Selain dari masalah orderan yang semakin menipis, banyaknya penyekatan dimana mana dan jalan ditutup juga menjadikan penghambat pengemudi ojek online untuk bekerja "susah jadinya Dek, kalau Saya mau nganterin Makanan ke Kampung Melayu misalnya, disitu kan ada penyekatan, harus ngantri dulu, lama Dek jadinya, waktu habis Cuma buat nganti penyekatan, jadinya kalau kita dapet orderan mikir-mikir dulu, jalannya disekat atau ngga, kadang juga Saya pakai jalan tikus, Cuma jadi macet dan sama aja waktunya" Ujar Bapak Dandi Pengemudi Ojek Online.

Hampir semua pedagang dan Pengemudi Ojek Online merasakan hal tersebut, seharusnya pemerintah lebih mengkaji dampak-dampak apa saja yang sangat merugikan masyarakat, karena menurut data yang ada , jumlah kasus Covid sebelum dan selagi PPKM tidak ada perubahan yang signifikan, lebih baik pemerintah mengkaji peraturan-peraturannya , supaya tidak banyak rakyat yang dirugikan apalagi rakyat kecil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun