Mohon tunggu...
Anak Laut
Anak Laut Mohon Tunggu... -

Akun ini dikelola secara kolektif oleh anak muda yang berusaha menyebarkan dan menanamkan jiwa maritim keseluruh masyarakat Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tersesatnya Sekolah Pelayaran di Negara Maritim

4 Mei 2016   16:29 Diperbarui: 4 Mei 2016   16:56 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: infopijar.wordpress.com

Sebagai negara maritim, Indonesia sedang tersesat. Ditengah visi ingin menjadi poros maritim dunia. Negara ini malah kekurangan sekolah pelayaran. Tidak hanya jumlahnya yang sedikit, rendahnya kualitas pendidikan di sekolah pelayaran yang sudah ada, juga jadi sumber masalahnya.

Gembar-gembor poros maritim, akhir cuma jadi pepesan kosong di siang bolong. Ramainya hiruk pikuk slogan yang di gelorakan pemerintah, justru tidak diimbangi dengan tata kelola pendidikan maritim yang memumpuni. Wajar saja, bila hari ini Indonesia sedang mengalami defisit pelaut yang memiliki kompetensi.

Ini terjadi karena regulasi pendidikan kelautan, dirasa malah menghambat lajut pertumbuhan sekolah-sekolah pelayaran di Indonesia. Terbatasannya jumlah sekolah dan balai latihan milik pemerintah juga menjadi perkara lama yang tidak kunjung diselesaikan.

Bahkan, ratusan sekolah pelayaran swasta yang ikut terlibat dalam mencetak para pelaut, masih belum mampu membantu pemerintah mencegah defisit pelaut yang terus bertambah. Ditambah lagi, masih banyak ditemukannya sekolah-sekolah pelayaran swasta yang belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh International Maritime Organization (IMO). Akibatnya, banyak sekolah-sekolah pelayaran swasta di Indonesia ditutup paksa oleh pemerintah karena tidak lulus audit dari IMO.

Penutupan sekolah-sekolah pelayaran di Indonesia, dikarenakan ratusan sekolah tersebut  tidak memiliki alat-alat penunjang praktik pelayaran. Dari pihak pemerintah sendiri mengetahui alasan utama dari ketiadaan sarana dan prasana di sekolah pelayaran swasta adalah karena harganya yang terlalu mahal. Namun, dari fasilitas yang minim tersebut,  masih ditemukan sekolah-sekolah pelayaran yang beroperasi.

Bila merujuk pada data tahun 2014 Badan Pengembangan Sumber Data Manusia (BPSDM), dipaparkan bahwa jumlah lulusan pendidikan kelautan di Indonesia baik dari perguruan negeri mapun swasta hanya mencapai 1000-15000 orang pertahun. Padahal, Indonesia sendiri masih membutuhkan pelaut sebanyak 85.000 orang pertahun. Jadi, ditengah sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia, pada sektor kelautan lapangan pekerjaan malah sangat terbuka lembar namun minim pelamar. Ironis memang.

Ketidakberdayaan pemerintah dalam mengelola sekolah pelayaran, menjadi peluang besar bagi perusahaan-perusahaan pelayaran asing menarik calon generasi bangsa ini berkerja di kapal mereka. Saat ini sudah banyak perusahaan asing yang berinvestasi SDM di Indonesia, dengan membiayai pendidikan calon buruh mereka yang masih sekolah maupun yang sedang mencari gelar diberbagai universitas diseluruh dunia.

Usaha perusahaan asing ini dapat dikatakan berhasil. Banyak pelajar kelautan kita yang  memiliki kompetensi akhirnya bekerja di kapal-kapal asing. Strategi ini sudah mereka lakukan sejak lama, karena dinegara mereka sendiri, mereka kekurangan pelaut, maka dari itu mereka membutuhkan pelaut dari negara kita untuk memenuhi kebutuhan pelaut mereka yang semakin berambah setiap tahunnya.

Bila pemerintah tidak segera membenahi manajemen sekolah pelayaran di Indonesia. Sudah dapat dipastikan, masa depan poros martim tidak akan terwujud. Generasi pelaut kita akan semakin berkurang, sedangkan yang ingin menjadi pelaut malah mengabdi pada perusahaan pelayaran asing.

Padahal bila merujuk pada Alfred Thayer Mahan, prasyarat yang harus dipenuhi untuk membangun kekuatan maritim sudah dimiliki bangsa ini. Menurutnya, sumber kekuatan maritim terdiri dari posisi, kondisi dan luas wilayah geografis juga jumlah dan karakter penduduknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun