Mohon tunggu...
Anak Laut
Anak Laut Mohon Tunggu... -

Akun ini dikelola secara kolektif oleh anak muda yang berusaha menyebarkan dan menanamkan jiwa maritim keseluruh masyarakat Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lika-liku Poros Maritim

19 April 2016   11:59 Diperbarui: 19 April 2016   12:05 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: sp.beritasatu.com"][/caption]

Sebagai negara maritim terbesar yang mempunyai kekayaan alam yang luar biasa, Indonesia belum mampu mengoptimalkan segala potensinya. Padahal, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin Bu Susi sedang gencar-gencarnya memburu kapal asing yang merampok ikan-ikan di perairan Indonesia. Tindak-tanduk Bu Menteri cukup menyedot apresiasi publik.

Sayangnya, upaya heroik yang sudah dilakukan pemerintah tidak mampu mengurangi volume impor produk perikanan untuk menyerbu Indonesia. Gempuran produk ikan dari negara-negara ASEAN semakin menguat dan membuat ciut para nelayan kecil kita. Kurangnya pembenahan di sektor maritim adalah masalah utama yang membuat para stakeholder kita tidak mampu membuat regulasi dan inovasi yang berarti.

Bayangkan saja, menurut data yang dipaparkan Kementerian Perdagangan, bahwa volume impor ikan maupun produk perikanan lainnya pada kurun waktu januari sampai agustus 2015 meningkat 19,74 persen bila dibandingan pada tahun sebelumnya. Jenis impor yang menyerang pasar Indonesia mulai dari cumi-cumi, ikan bahkan hingga ikan teri. Ironis atau memang begini, ikan teri saja kita sampai tidak mampu menangkapnya sendiri.

Wajar saja masyarakat jadi mawas diri, sembari memberikan kritik bahkan caci maki lewat sosial media menuding kinerja Bu Menteri. Setidaknya apa yang dilakukan masyarakat adalah bentuk kepedulian terhadap kondisi negeri ini. Apa yang sudah disampaikan masyarakat tidak perlu dibantah, tinggal bagaimana pemerintah segera meresponnya dengan program yang tepat guna.

Problem lainnya juga sangat berkaitan dengan pemahaman para petinggi pemeritahan yang belum memahami kultur maritim. Dampaknya, rencana atau program yang dikeluarkan tidak menjadi solusi kongkrit, tidak jarang malah menambah permasalahan baru. Disisi yang bersamaan, regulasi-regulasi yang dibuat masih sangat berorientasi daratan akibatnya regulasi tersebut justru menjadi biangkeladi yang menghambat laju pembangunan maritim.

Mirisnya kondisi maritim kita juga ditegaskan oleh Kasal Laksamana TNI Ade Supandi, menurutnya jumlah profesi disektor maritim hanya mencapai 1 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia dan jumlahnya semakin menurun seiring tingginya risiko yang dihadapi oleh para pelaku usaha maritim dari tahun ke tahun.

Melihat kondisi maritim kita, harus dimaklumi jika masyarakat menjadi enggan untuk menjadi nelayan dan lebih memilih menjadi buruh pabrik. Disisi lainya, minat anak muda dalam sektor ini masih sangat minim bahkan semakin mengalami penurunan secara drastis. Kedua faktor tersebut merupakan tanda bahaya bagi kita semua. Bisa jadi, jargon Indonesia menjadi poros maritim dunia hanya akan berbentuk pepesan kosong dimata dunia.

Padahal berbagai sumberdaya kekayaan laut bangsa ini sudah tersedia semua. Negara kita bahkan sudah memiliki badan usaha untuk mengolah potensi maritim menjadi pendapatan negara. Dalam skala besar seharus BUMN sebagai badan usaha pemerintah segera membenahi diri dan menyalurkan seluruh daya upaya dalam membangun sektor industri maritim.

Sedangkan dalam skala yang lebih kecil bangsa ini harus mencetak para pengusaha yang tangguh. Walaupun pada saat ini, menurut data yang dimiliki Argo Maritim, Indonesia baru mencetak pengusaha secara keseluruhan hanya sekitar 1,65 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Sedangkan, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Depkop), untuk pengusaha pemula atau anak muda di Indonesia hanya 17 persen dari seluruh lululusan perguruan tinggi yang baru tertarik memulai bisnis.

Jika data ini lebih diurai dan dikhususkan kepada pengusaha pemula yang berkecimpung di sektor maritim, sudah dipastikan jumlah jaul lebih kecil dari pada pengusaha yang sudah lama terjun di sektor maritim. Mengingat masih sedikit jumlah sarjana lulusan kelautan dan kemaritiman ditambah dengan para sarjana kelautan yang malah memilih tidak bekerja atau memulai usaha di sektor Industri maritim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun