Mohon tunggu...
Christopher Valerio
Christopher Valerio Mohon Tunggu... Lainnya - Sarjana Hukum yang Berprofesi Sebagai Fraud Investigator

Membahas isu-isu seputar hukum dan berbagi ilmu di bidang hukum baik nasional maupun internasional yang mungkin dapat membantu pembaca mengenai isu-isu terkait.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Problema Dispensasi Perkawinan untuk Anak, antara Melindungi dan Melanggar Hak

4 Maret 2021   23:23 Diperbarui: 4 Maret 2021   23:52 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkawinan pada anak di bawah umur atau yang biasa dikenal sebagai perkawinan dini sudah tidak asing bagi telinga masyarakat Indonesia. Dapat dikatakan bahwa praktik perkawinan semacam ini telah melekat menjadi budaya di Indonesia. Ada beberapa faktor setidaknya yang menjadi alasan dilakukannya pernikahan di bawah umur, antara lain: alasan ekonomi, hamil di luar nikah, agama, maupun adat. Praktik pernikahan di bawah umur sejatinya dihadapkan oleh dua pandangan yang saling bertentangan. Di satu sisi, pernikahan dini dipandang sebagai pelanggaran hak terhadap si anak yang sejatinya masih berhak memperoleh hak-haknya secara utuh sebagai anak. Namun di sisi lain, adanya dispensasi pernikahan anak di bawah umur dianggap sebagai perlindungan hak bagi pasutri, maupun perlindungan calon anak apabila perempuan yang akan dinikahkan telah hamil terlebih dahulu.

Indonesia sejatinya menargetkan Zero Child Marriage di tahun 2030, yang merupakan penerapan dari dokumen Transforming Our World: the 2030 Agenda for Sustainable Development Goals (SDGs). Hal ini didukung dengan disahkannya UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini dilatarbelakangi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017.  Mahkamah Konstitusi dalam putusannya mempertimbangkan bahwa, pengaturan batas usia minimal perkawinan yang berbeda antara pria dan wanita pada UU No. 1 Tahun 1974 merupakan diskriminasi, serta menghambat pelaksanaan hak untuk membentuk keluarga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945. Pada amar putusannya, Mahkamah Konstitusi memerintahkan  pembentuk undang-undang untuk dalam jangka waktu paling lama 3 tahun melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sehingga lahirlah UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

  • Berapa batas usia perkawinan menurut UU terbaru (UU No. 16 Tahun 2019) ?

Menurut Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi "Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun." 

  • Apakah boleh menikah apabila di bawah usia 19 tahun?

Boleh, dengan mengajukan dispensasi perkawinan. Hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat (2) yang berbunyi "Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup."

Menurut Peraturan Mahkamah Agung  (PERMA) No. 5 Tahun 2019, "Dispensasi kawin adalah pemberian izin kawin oleh paengadilan kepada calon suami/isteri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan" (Pasal 1 nomor 5).

  • Syarat dispensasi perkawinan?

Menurut UU 16 Tahun 2019 setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan dispenasasi perkawinan anak di bawah umur. Pertama, si anak belum genap berusia 19 tahun. Kedua, pengajuan dispensasi tersebut harus diajukan oleh orang tua/ wali anak ke hadapan pengadilan dan hakim yang berwenang untuk memutuskan. Upaya hukum yang dapat diajukan apabila tidak puas terhadap putusan hakim hanya dapat melalui proses kasasi. Ketiga, hakim wajib mendengarkan pendapat si anak tanpa adanya kehadiran orang tua. Sehingga hak mempelai akan dilindungi dari adanya kawin dengan alasan paksaan. Terkait syarat-syarat administrasi dan pengajuan permohonan perkara dispensasi anak dapat dilihat dalam PERMA No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Kawin.

  • Dispensasi kawin dan HAM

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa terhadap dispensasi perkawinan bagi anak di bawah umur menimbulkan pro dan kontra. Pertama dari pihak yang menolak, adanya anggapan adanya ketentuan ini merupakan legitimasi pembenaran atas pernikahan di bawah umur. Mengingat kondisi sosial masyarakat Indonesia yang masih erat dengan pernikahan di bawah umur terutama di masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Masih ada anggapan bahwa menikahkan anak merupakan jalan keluar atas permasalahan ekonomi orang tua, terutama di masa-masa sulit seperti pandemi Covid-19 saat ini. Perkawinan semcam ini merupakan permapasan hak asasi si anak.

Di sisi lain, pandangan yang mendukung adanya dispensasi perkawinan dilandasi oleh beberapa hal. Dispensasi perkawinan anak  dipandang sebagai perlindungan hak si anak itu sendiri. Mengapa demikian? karena dalam banyak kasus perkawinan di bawah umur, mempelai wanita telah terlebih dahulu mengandung (hamil di luar nikah). Oleh sebab itu untuk menghindari adanya sanksi sosial dari masayarakat maka dispensasi perkawinan merupakan salah satu cara untuk mencegahnya. Apabila ditarik lebih jauh maka dispensasi perkawinan tersebut juga akan melindungi hak anak yang masih di dalam kandungan.  Si anak dalam kandungan tersebut tentunya membutuhkan figur ayah dan ibu dalam tumbuh kembangnya, sehingga hak anak dalam kandungan tersebut perlu juga dilindungi dengan cara mengajukan dispensasi perkawinan. 

Pada kesimpulannya, suatu perkawinan di Indonesia bukan hanya ikatan hukum semata namun adapula ikatan lahir dan batin dari kedua mempelai, oleh sebab itu suatu perkawinan sejatinya harus dipandang bukan sebagai solusi masalah ekonomi semata. Terhadap perkawinan bagi anak di bawah umur, diperlukan peran aktif orang tua/wali untuk dapat mencegah terjadinya perkawinan di bawah umur. Apabila diperlukan dispensasi perkawinan bagi si anak, maka orang tua atau wali tidak dapat memaksakan atas kehendaknya sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan si anak. Hakim dalam hal ini perlu memperhatikan pendapat si anak mengenai perkawinan yang akan dilaksanakan. 

Refernesi:

UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

PERMA No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Kawin.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun