Hal ini diatur dalam Pasal 30 yang berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)". Perda DKI ini bukan hanya menjatuhkan sanksi pidana bagi yang menolak vaksin, namun sanksi pidana denda yang diberikan jauh melebihi dari yang telah ditetapkan oleh UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular yaitu denda maksimum 1 juta rupiah. Sehingga tidak heran kehadiran Perda yang dikeluarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta diajukan uji materiilnya karena dianggap bertentangan dengan undang-undang.
Beda di Jakarta beda Jogjakarta. Apabila Gubernur DKI Jakarta memilih menjatuhkan sanksi pidana berupa denda, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengajak warganya dengan kesadaran sendiri mengikuti program vaksinasi Covid-19. Sri Sultan juga mengungkapkan bahwa tidak akan menjatuhkan hukuman pidana bagi mereka yang menolak di vaksin.Â
- Kesimpulan
Jadi berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa sampai saat ini belum ada ketentuan khusus dalam undang-undang yang menentukan apakah vaksinasi hak atau kewajiban. Apabila seseorang menolak vaksinasi dengan alasan rasional, sejauh ini hal itu merupakan hak setiap warga negara sesuai Pasal 5 UU Kesehatan.Â
Rasional yang dimaksud penulis disini menyangkut alasan-alasan saintifik (keilmuan), bukan alasan yang didasarkan oleh pendapat yang belum dapat diuji kebenarannya. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah sekalipun menolak vaksinasi dengan alasan rasional, jangan sampai melakukan pengahasutan kepada pribadi-pribadi lainnya untuk menolak vaksinasi. Sebab peghasutan sendiri merupakan tindak pidana yang temaktub dalam KUHP.