Mohon tunggu...
A.A Ketut Jelantik
A.A Ketut Jelantik Mohon Tunggu... Penulis - Pengawas Sekolah

Pernah bekerja sebagai wartawan di Kelompok Media Bali Post, menulis artikel di sejumlah media cetak baik lokal maupun Nasional, Redaktur Buletin Gita Mandala Karya Utama yang diterbitkan APSI Bali, Menulis Buku-buku Manajamen Pendidikan, Editor Jurnal APSI Bali, dan hingga saat ini masih ditugaskan sebagai Pengawas Sekolah Jenjang SMP di Kabupaten Bangli-Bali serta Fasilitator Sekolah Penggerak angkatan 3

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mempersiapkan Akreditasi Sekolah atau Madrasah Melalui Pendekatan PDKT

6 Februari 2023   19:28 Diperbarui: 7 Februari 2023   04:39 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hingga tahun 2018, akreditasi terhadap sekolah/ madrasah dinilai belum memberikan dampak signifikan pada upaya peningkatkan kualitas dan sekaligus memberikan jaminan mutu pendidikan di Indonesia. Hasil pengukuran delapan standar nasional pendidikan, belum sejalan dengan ekspektasi masyaraat atas mutu lulusan. Bermula dari kondisi itulah, maka sejak tahun 2020 dilakukan perubahan fundamental pada  mekanisme dan penyelenggaraan Akreditasi sekolah/ madrasah.

Pelaksanaan akreditasi saat ini tidak bertumpu pada input, namun pada kinerja sekolah/ madrasah dalam melaksanakan proses pembelajaran yang menghasilkan lulusan yang bermutu. Pergeseran ini dikenal dengan perubahan prinsip akreditasi dari rule based ke principal based, dari Compliance based  ke Perfomance based.

Impak dari perubahan  prinsip akreditasi ini pada awalnya berdampak besar pada hasil akreditasi sekolah/ madrasah. Banyak sekolah / madrasah yang bernasib naas. Terjadi penurunan predikat hasil akreditasi. Bahkan, banyak sekolah/ madrasah yang mengalami nasib tragis yakni tidak terakreditasi. Ada indikasi jika kondisi ini dipicu oleh dua hal yakni : Pertama,  pemahaman warga sekolah terhadap instrument akreditasi  ( IASP 2020) yang masih sangat minim, serta yang  kedua, persiapan menyongsong akreditasi dengan paradigma baru belum maksimal. 

Sebagai asesor, penulis mencoba berbagai pengalaman tentang bagiamana sekolah seharusnya mempersiapkan diri menyongsong pelaksanaan  akreditasi. Tulisan sederhana ini hanya sebagian kecil dari sekian hal yang harus dipersiapkan sekolah menjelang akreditasi. Artinya, masih banyak hal yang juga harus dilakukan sekolah/ madrasah jika ingin pelaksanaan akreditasi berjalan dengan baik. Penulis menawarkan  4 ( empat) hal yang selayaknua dilakukan sekolah/ madrasah yakni Pahami, Data, Konsultasi, serta Tuntaskan. Yang selanjutnya penulis sebut sebagai pendekatan PDKT

Pahami.

Alat ukur atau instrument akreditasi merupakan salah satu piranti penting dalam pelaksanaan akreditasi sekolah. Oleh sebab itu, merupakan sebuah kewajinan warga sekolah untuk memahami komponen, indikator serta butir-butir instrumen secara utuh dan komprehensif. Instrumen akreditasi bukan hanya sekedar alat "potret" namun dalam perspektif lebih luas adalah gambaran umum tentang apa, bagiamana, siapa, kapan sesuatu dilakukan. Dalam kontek ini, maka instrumen tersebut berkaitan dengan hal ikhwal peningkatkan mutu pendidikan. Dalam dimensi lain, Instrumen juga memberikan gambaran tentang portofilio, atau informasi apa yang harus dipersiapkan sekolah agar terpenuhi capaian level tertinggi dari sebuah kinerja.

Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan 2020 ( IASP 2020) sejak awal dimaksudkan untuk  mengukur perfomance atau kinerja sekolah/ madrasah. Oleh sebab itu membutuhkan bukti fisik yang lebih banyak menggambarkan hasil kinerja sekolah/ madrasah Kelengkapan administratif cenderung digunakan hanya sebagai  bukti pelengkap atau compliance.

Dalam menggali data dan informasi, sesuai dengan IASP 2020, Asesor menggunakan teknik triangulasi. Data yang bersumber dari telaah dokumen, wawancara, observasi serta questioner akan dikumpulkan dan dianalis, sehingga  terkumpul data jenuh. Data jenuh inilah yang akan digunakan untuk menentukan capaian level sekolah. Tehnik triangulasi ini mengharuskan sekolah/ madrasah mampu mempersiapkan berbagai sumber informasi. Baik dalam bentuk data yang bisa diamati ( tabel, catatan, berita acara, daftar hadir, notulen dan lainnya), maupun data yang tidak bisa diamati - berupa informasi hasil wawancara. 

Data/ dokumen tersebut bukan saja digunakan oleh asesor sebagai bahan untuk pendalaman atas kinerja yang telah dicapai, namun juga merupakan dokumen yang wajib diunggah dalam aplikasi Sispena. Data unggahan yang nanttersebut juga menjadi objek penilaian asesor ketika dilakukan asessmen kecukupan. Berdasarkan pengalaman, sekolah paling tidak harus mempersiapkan sekitar 58 jenis dokumen dengan berbagai ukuran. Dokumen tersebut belum termasuk dokumen tambahan yang diharapkan memberikan keyakinan terhadap asesor.

Pendataan.

Sebagian sekolah/ madrasah umumnya teledor dalam mengadministrasikan berbagai bukti kegiatan di sekolah. Dengan kata lain, masih banyak sekolah/ madrasah yang abai. Akhirnya ketika data tersebut dibutuhkan sekolah/ madrasah menjadi kalang kabut. Kondisi inilah yang memicu sekolah melakukan tindakan tidak terpuji. Misalnya copas dokumen dari sekolah lain atau melakukan duplikasi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun