Mohon tunggu...
Ana Fauzia
Ana Fauzia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Muhammadiyah: Haruskah Muhammadiyah Sombong?

4 Mei 2021   20:14 Diperbarui: 4 Mei 2021   20:57 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: ayojakarta.com)

Kajian ini membahas terkait bagaimana Muhammadiyah dalam persepsi masyarakat, salah satunya adalah Muhammadiyah dalam pandangan seorang antropolog dari Korea yang bernama Kim Hyung-Jun. Kim Hyung-Jun adalah seorang guru besar antropologi budaya di Kangwon University Korea Selatan, Kim Hyung-Jun nyatanya cukup tertarik dengan Muhammadiyah hingga membuatnya menulis suatu disertasi tentang Muhammadiyah yang berjudul "Revolusi Perilaku Keagamaan di Pedesaan Jogjakarta". Sebagai seseorang yang tertarik dengan Muhammadiyah, Kim Hyung-Jun mengungkapkan bahwa banyak sekali hal-hal positif yang bisa dikembangkan dari Muhammadiyah. Belakangan ia juga menulis terkait kemuhammadiyahan yakni dengan meneliti tentang tradisi demokrasi di Muhammadiyah, ia mencatat bahwa ada tradisi yang sangat baik, khususnya adalah bagaimana cara Muhammadiyah memilih dan menentukan pimpinan. 

Dalam sebuah kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Malang, Kim Hyung-Jun menyampaikan bahwa Muhammadiyah harus lebih sombong. Tentu pernyataan ini bisa dipahami secara keliru apabila kita tidak memahami konteksnya. Pernyataan ini muncul dalam konteks praktik-praktik baik yang dijalankan oleh Muhammadiyah di berbagai bidang kehidupan. Hal ini mengingat bahwa banyak praktik-praktik baik yang seharusnya lebih diangkat lagi oleh Muhammadiyah, sehingga Kim Hyung-Jun mengungkapkan bahwa praktik-praktik baik ini lah yang seharusnya lebih ditingkatkan lagi. Oleh karena itu, kata "sombong" yang dimaksud oleh Kim Hyung-Jun ini bukan dalam konotasi negatif, namun bermakna positif, yakni Muhammadiyah harus lebih berani lagi menonjolkan praktik-praktik baik dalam kehidupan bermasyarakat.

Di lain sisi, seorang penulis bernama Adriawan, ia cukup heran dengan segala sesuatu yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Dalam suatu tulisan yang ia tulis dengan judul "Lagi-Lagi Muhammadiyah, Saya Jadi Curiga", dalam tulisan ini ia menyampaikan keheranannya terhadap Muhammadiyah yang senantiasa melakukan segala hal yang berkaitan dengan aksi-aksi kemanusiaan. Namun di sisi lain, ia melihat ironi bahwa dalam kehidupan perpolitikan, Muhammadiyah selalu mengambil posisi netral, namun ketika terjadi suatu bencana alam, maupun bencana-bencana non alam, Muhammadiyah selalu menjadi garda terdepan, sehingga ia heran bahwa apa tujuan yang sebenarnya ingin diraih oleh Muhammdiyah. 

Bagi kalangan Muhammadiyah sendiri, kenyataan seperti ini memang merupakan nilai dasar Muhammadiyah. Dalam pendapat yang lain, yakni Profesor Amin Abdullah, yakni seorang filsuf, tokoh itelektual cendekiawan Muhammadiyah pernah mengatakan bahwa Muhammadiyah memiliki tiga cirri, yakni modern, moderat (di tengah-tengah), dan sa'madya (seadanya). Sehingga dari sini bisa dilihat mengapa Muhamadiyah sangat miskin publikasi terhadap hal-hal positif atau praktik-praktik baik yang sudah dilakukan, yakni karena Muhammadiyah berpandangan bahwa perjuangan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan pengabdian lebih utama untuk dilakukan ketimbang diperlihatkan ke publik, atau bisa dikatakan Muhammadiyah bekerja dalam sunyi.

Selain itu, dalam sebuah buku yang berjudul "Ideologi Kaum Reformis: Melacak Pandangan Muhammadiyah Periode Awal" yang ditulis oleh Profesor Ahmad Zainuri, guru besar di Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya, Profesor Zainuri dalam hal ini menarik garis korelasi antara doktrin pembaharuan dan amal sosial. Dalam doktrin pembaharuan, agama selalu dipisahkan dari ritual dan mistisisme yang menyimpang. Sehingga sikap seperti ini mendorong gerakan-gerakan pembaharuan untuk mencari signifikansi sosial dari setiap bentuk ritual agar ritual tersebut tidak terpisah dari etika sosial. 

Dengan demikian dapat dipahami bahwa gerakan kemanusiaan Muhammadiyah pada dasarnya merupakan implementasi dari amal ritual, karena amal ritual harus diwujudkan dalam etika sosial. Oleh karena itu, sebagaimana amal individual yang harus dirahasiakan agar tidak mengurangi nilai keikhlasan dan ketulusan ibadah, maka demikian pula dalam amal sosial di Muhammadiyah.

Kemudian seorang pengkaji/peneliti dari Belanda juga pernah menulis tentang Muhammadiyah dan salah satu tulisannya pernah diterbitkan menjadi buku oleh Suara Muhammadiyah, dalam bukunya ia menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan aktualisasi. Banyaknya amal usaha Muhammadiyah di bidang sosial, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain membuktikan bagaimana Muhammadiyah merupakan gerakan aktualisasi. Karena seandainya tidak ada aktualisasi maka tidaklah mungkin amal sosial itu berkembang demikian pesat. Tentu tujuannya adalah untuk mengaktualisasikan islam sesuai dengan masa kita hidup. Sehingga bisa disimpulkan bahwa penulis dalam hal ini berupaya untuk menyampaikan bahwa Muhammadiyah telah berupaya untuk mengaktualisasikan ajaran islam sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun