Mohon tunggu...
Akmal Nadya
Akmal Nadya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Eksistensi Mural: Media Aspirasi atau Provokasi?

7 Juli 2022   01:26 Diperbarui: 7 Juli 2022   01:37 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Eksistensi Mural di Indonesia: Media Aspirasi atau Provokasi?

Mural seringkali dikaitkan dengan kritik politik. Hal ini disebakan oleh munculnya banyak Mural di jalanan yang berisi tentang kritik terhadap pemerintah. Selama ini, Mural dianggap sebagai Street Art yang dibuat oleh seniman atau aktivitis jalanan, yang digunakan sebagai media ekspresi untuk menyampaikan pendapat. 

Namun, beberapa waktu yang lalu, tepatnya awal Agustus 2021 sempat ramai diperbincangkan terkait Mural yang muncul. Mural tersebut bertuliskan “Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit” dan Mural mirip wajah Presiden Jokowi yang ditutup tulisan “404: Not Found”. 

Kedua mural tersebut dianggap sebagai penghinaan terhadap pemimpin Negara, sehingga para aparat pun melakukan penghapusan terhadap karya-karya tersebut. 

Hal yang dilakukan aparat tersebut justru menunjukkan bahwa rakyat tidak bebas berpendapat, atau dengan kata lain suara rakyat dipaksa bungkam dan dirampas. 

Mural sebenarnya telah ada semenjak masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada masa itu, mural dijadikan sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah, sekaligus mendorong semangat rakyat Indonesia untuk berjuang. 

Mural yang dibuat tidak serta merta untuk mengekspresikan pendapat dari sang seniman saja, akan tetapi untuk mengajak dan memengaruhi pihak lain untuk ikut menyuarakan pendapat yang sama.

Penghapusan mural yang dilakukan oleh aparat dengan dalih merusak keindahan publik sebenarnya merusak eksistensi mural itu sendiri. Mural yang memang pada awalnya adalah seni berpendapat, sudah sepatutnya dibuat untuk mewakili suara rakyat. Sehingga, apa yang dilakukan oleh aparat tersebut menyisakan gelitik tanya di kalangan masyarakat. 

Apa yang membuat pemerintah anti terhadap mural? Apakah eksistensi mural di Indonesia telah luntur karena batasan berpendapat dari pemerintah yang tak bersahabat? Dan mengapa mural kritik kian lama makin fenomenal?

Hal ini sebenarnya terjadi karena banyaknya fenomena sosial yang muncul di kalangan masyarakat. Sehingga, memicu munculnya mural di setiap tempat. Indonesia sendiri merupakan negara berdemokrasi yang menganut sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Oleh karena itu, rakyat sudah seharusnya dijamin dan dilindungi ketika berekspresi melalui pendapat.

Seiring dengan berjalannya waktu, eksistensi mural di Indonesia akan tetap ada untuk menghantui kinerja dari pemerintah. Mural kritik tidak akan timbul, jika tak ada fenomena sosial yang tidak sesuai dengan kesejahteraan rakyat. Karena mural adalah simbol kebebasan berkespresi, sebagai langkah awal untuk menegakkan keadilan dan kesejateraan bagi rakyat. 

Lantas, apakah pemerintah akan tetap menganggap mural sebagai provokasi, atau malah sebaliknya pemerintah yang tidak menerima aspirasi?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun