Mohon tunggu...
Armin Mustamin Toputiri
Armin Mustamin Toputiri Mohon Tunggu... Politisi - pekerja politik

Menuliskan gagasan karena ada rekaman realitas yang menggayut di benak.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Demi Bakti kepada Negara

10 Januari 2020   06:34 Diperbarui: 10 Januari 2020   06:37 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Susah tidur malam, insomnia berat. Inilah penyakit bawaan yang telah sekian tahun menjangkiti saya. Saking lamanya, seolah sudah rahasia umum. Kerabat dan kolega kerja semua tahu. Siang seringkali berubah malam, sebaliknya malam berubah siang.

Apa boleh buat, nasi terlanjur jadi bubur. Benar disesali, tapi dijalani saja apa adanya. Bersyukurlah karena jaringan wifi internet di rumah saya sangat lancar. Membantu saya berselancar. Setiap tengah malam berkeliling dunia.

Tengah malam tadi, sebelum berselancar ke sekian negara, lebih dahulu saya mengintip kondisi negeri sendiri. Bagaimana situasi mutakhir di Kepulauan Natuna sana, apakah kapal-kapal asing Tiongkok itu tetap berada di sana menjarah ikan di "lauk" laut Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) kita?

Tapi syukurlah, sejak Pak Jokowi datang, kapal-kapal itu tunggang langgang, tancap gas balik ke negerinya. Ternyata mereka bukan takut "alutsista" kita, tapi Presiden kita meski bodinya tipis.

Syukurlah, negeri - rumah - kita kembali aman dan tenang dari gangguan tetangga kita RRC itu. Sebab tetangga kita itu, tak lain seringkali menjadi tempat kita mengadu. Mintai tolong apabila kita sedang sengsara.

Lebih dari seperempat produk non migas kita, atau satu di antara empat, datangnya dari "Negeri Tirai Bambu" itu. Hape dalam genggaman tangan kita saat ini, tahu dari sana juga. Jangan-jangan, siapa mencangkuli kebun belakang rumah kita, orang dari sana juga.

Tapi sudahlah, terpenting bahwa negeri, rumah kita aman kembali. Dibanding terusan mencaci, tahu-tahu sadar tak sadar, kita membutuhkannya juga. Sebab itu, mending saya menyeberangi Indian Ocean. Dari Samudera Hindia, masuk ke Persian Gulf mengintip perkembangan mutakhir kawasan Teluk Persia itu.

Bagaimana kondisi kognat Iran itu, pasca komandan tertinggi Pasukan Pengawal Revolusi Iran, Jenderal Qassem Soelimani, diberondongan peluru dari "Drone" MQ-9.

Benar-benar perbuatan biadab. Wajar andaikan Pemimpinan Tertinggi Islam Iran, Ayatullah Ali Khomeini, mengeluarkan maklumat resmi. Siapa berhasil memenggal kepala pengendali Drone yang diterbangkan dari markas Amerika Serikat di Qatar, atas perintah dari Pentagon, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, bakal diganjar upah US$ 80 juta, setara Rp 1,1 triliun. Uang itu diperoleh dari sumbangan 80 juta jiwa rakyat Iran. Demi bakti mereka pada harkat negaranya.

Pemimpin dan rakyat Iran benar-benar berang. Siap membalas. Tapi syukurlah, Donald Trump si rambut jambul pirang itu, keder juga. Perang Dunia III, di wanti-wanti bakalan terjadi, syukurlah tak berwujud. Iran kembali pulih. 

Tapi, ketika memutar haluan balik ke Timur, di atas ketinggian saya menyaksikan asap melambung di angkasa. Sebahagian wilayah Australia dilanda kebakaran hutan maha dahsyat. Tapi syukurlah, pemerintah Australia meraup banyak bantuan untuk itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun