Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reshuffle Kabinet Tak Efektif Jika Masih Ada Sosok Matahari Kembar yang Mencari Mata Pencaharian Ganda

4 April 2016   13:54 Diperbarui: 4 April 2016   14:14 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi/Desain: Abdul Muis Syam"]

[/caption]USIA perjalanan pemerintahan Presiden Jokowi saat ini telah memasuki hitungan 1 tahun 5 bulan. Dan hingga pada usia ini, boleh dikata belum banyak kinerja yang patut dibanggakan dan ditunjuk sebagai prestasi gemilang untuk dipersembahkan kepada rakyat.

Yang ada hanyalah langkah pemerintahan yang saat ini nampak berjalan secara sempoyongan, hingga cenderung kehilangan arah dan melenceng dari tujuan yang ingin dicapai, yakni mewujudkan Trisakti. Mengapa?

Sangat bisa ditebak. Yakni karena di dalam pemerintahan saat ini telah terjadi “matahari kembar”. Yaitu terdapat sosok Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) yang lagi-lagi kerap bertindak seolah-olah sebagai presiden. Entah hal itu dilakukan secara sadar atau tidak, yang jelas, JK disebut-sebut juga pernah bertindak sebagai “matahari kembar” ketika mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dan ketika itu peran JK sangat dominan dibanding SBY.

Pada era pemerintahan SBY, tak sedikit “kelakuan” JK sebagai wapres mengarah seolah-olah selaku presiden atau matahari kembar. Beberapa “kelakuan” JK tersebut dapat ditengok pada sejumlah kegiatan.

Misalnya,Pengadaan Helikopter Bencana (2006): Sebagai Ketua Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (pada pascabencana Tsunami di Aceh dan Nias), JK memerintahkan pembelian 12 helikopter bekas dari Jerman. Helikopter jenis BO 105 itu dibeli melalui PT. Air Transport Services (ATS), perusahaan yang terafiliasi dengan Bukaka (grup perusahaan milik JK).

Pada November 2006, helikopter tersebut tiba di Indonesia, tapi tak bisa langsung dioperasikan. Bea Cukai menyegelnya karena PT. ATS belum membayar pajak impor Rp 2,1 Miliar. Namun tiba-tiba, pada 7 Desember 2006, Presiden SBY menulis memo kepada Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan untuk mencabut segel helikopter tersebut. Usut demi usut, memo itu ternyata dibuat atas permintaan lisan JK. Alasannya, pembelian itu tidak bermasalah.

Kemudian Pembangunan Proyek Jalan Tol (2007): Kantor Wakil Presiden membuat rancangan peraturan baru tentang Jalan Tol. Semua ruas jalan tol trans-Jawa yang terbengkalai harus “diselamatkan” dengan cara pengalihan konsesi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005, penjualan konsesi tak diperbolehkan jika ruas jalan tol belum beroperasi.

Draf itu ditolak oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sri menolak bila proyek tol yang terkatung-katung diteruskan dengan cara merevisi peraturan. Kalla jalan terus dengan memutuskan pengalihan konsesi cukup dengan dasar surat keputusan Menteri Pekerjaan Umum. Maka, salah satu pemegang konsesi, PT Lintas Marga Sedaya, menjual sahamnya ke Expressway Berhad, perusahaan Malaysia. Lintas Marga adalah konsorsium yang antara lain dimiliki oleh PT Bukaka Teknik Utama (Grup perusahaan JK). Jadi, JK nampak sekali memaksakan sebuah kebijakan agar bisnisnya yang mandeg bisa dijual ke pihak lain.

Selanjutnya Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara (2007): Pembangkit listrik berkapasitas total 10 ribu megawatt ini rencananya digerakkan oleh Konsorsium Bangun Listrik Nasional yang terdiri atas PT. Bukaka Teknik Utama, PT. Bakrie & Brothers, PT. Medco Energi, PT. Inti Karya Persada Teknik (milik Bob Hasan), dan PT. Tripatra (milik Iman Taufik, pemilik tak langsung PT Bumi Resources).

Pembiayaan proyek tersebut akan dikucurkan pemerintah lewat penerbitan surat utang 2,5 Miliar Dollar AS per tahun selama tiga tahun. Menurut JK, untuk mempercepat proyek, tender perlu diubah menjadi lebih sederhana, yakni hanya melihat performa perusahaan. “Tendernya pun harus crashprogram. Kalau tidak begini, potensi kerugian per hari mencapai lebih dari Rp 100 Miliar,” ujar JK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun