Mohon tunggu...
MA Fauzi
MA Fauzi Mohon Tunggu... Penulis - Ilmu AlQuran dan Tafsir, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Mahasiswa | Penulis | Esais | Analitis Isu Terkini | Cerpenis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perspektif Bodoh Para Pelajar, Pantang Kuliah dan Keresahan Sarjana Tak Bermutu

24 Desember 2018   18:03 Diperbarui: 24 Desember 2018   18:16 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ranah perkuliahan yang selalu didamba-dambakan oleh kalangan siswa menengah atas, dan selalu menjadi topik pembicaraan dimana pun mereka berada. Entah di kantin yang waktunya asyik buat bercanda dan ngopi  justru berangkat dari jenaka tersebut, ujung-ujungnya pasti persoalan kuliah serta jurusan-jurusannya. Hal yang lumrah bila menikmati obrolan siswa kala detik-detik kelulusan. Apalagi bertanya pada tiap-tiap individu.

"Mau ngambil prodi apa pas kuliah nanti?"

Tiga dari sekian puluh siswa dalam satu sekolah yang sama meng-iyakan dan sepakat mengambil prodi yang sepadan; apa karena mereka sobat karib hingga tak ingin berpisah satu sama lain ataukah itu sesuai dengan proporsi cintanya pada jurusan tersebut atau mungkin karena paksaan dari orang tua sehingga siswa merasa terintimidasi dan ada niatan enggan berkuliah.

Jangan terlalu memaksakan kehendak seseorang. Biarlah mereka berjalan pada porosnya dan bilamana sudah menguak kecintaan dan seluk beluk prodi itu, bisa saja mereka bergerak cepat meninggalkan semester per semester, tugas individu dikerjakan tepat waktu, bergabung dengan kelompok mahasiswa akademis, skripsi sekali jadi langsung di-ACC; lulus hanya 3,5 tahun dan itulah yang membuat orang tua dan guru-guru bangga akan prestasi siswa asuhannya dengan meraih gelar sarjana secepat kilat. Seakan-akan mereka lah sang maestro pendidikan berbasis SKS; kata mahasiswa kupu-kupu : Sistem Kebut Semalam.

Namun, adapula siswa lebih memilih bekerja sebab alih-alih dapat duit saku banyak dan orang tua pun setuju; mengangguk kepalanya serentak.

"Ngapain saya kuliah mending kerja!"

Perspektif para manusia haus harta daripada ilmu, yang manusia macam ini butuh di-reset kembali segala doktrin-doktrin busuk. Padahal, Syekh Az-Zarnuji berfatwa dalam syair kitab Ta'limul Muta'alim "Ilmu ialah perhiasan bagi pemiliknya."

Ada dua pilihan berat nan menyusahkan: kerja dapat duit atau belajar dapat ilmu? Yang inti keduanya sama-sama capek dan lelah. Nyaris 40% siswa lebih condong tuk bekerja, tak merepotkan orang tua, dan duit tak habis untuk pembayaran kuliah tiap semester. Memang benar adanya, lebih baik duit buat makan; lebih nikmat. Dan ilmu? Tak bisa dikonsumsi oleh lambung dan tak bisa dirasa oleh lidah, yang ada hanya membuat otak korsleting, kebakaran jenggot. Memikirkan segala hal yang berulang-ulang lalu dipahami kembali sampai pusing tujuh keliling; filsafat repetisi. Dan penyebab doktrin itu, membuahkan persetan sebuah lagu yang sempat terlahir di tahun 1981 mahakarya dari seorang penyanyi lepas, Iwan Fals bertajuk "Sarjana Muda".

Lirik lagu yang membuat kekecewaan terhebat akibat kegagalan seorang akademis berwibawa sedang mengejar impian terbesarnya namun pupus di tengah jalan; segala ijazah miliknya tidak diterima dan ijazah hanya berupa berkas-berkas sampah tak berguna. Seakan-akan Iwan Fals ingin membeberkan ironi pendidikan di tanah air. Memang, fakta berucap apa adanya. Sarjana negeri yang hanya mengandalkan ijazah sebagai taruhan lolos kedalam dunia perkantoran. Tapi, sayang seribu sayang, ditolak mentah-mentah sekian lamanya bergelut dengan buku; Saya hanya tertawa lepas.

"Dalam satu tahun lulusan sarjana secara nasional mencapai 750 ribu -- 800 ribu orang." Menurut Bambang, Kemanker RI, seperti dilansir oleh media Tribun news. "Jika dilihat secara nasional angka pengangguran mencapai 7 juta jiwa atau 5,33 persen -- bila digabung dengan sarjana -- tapi angka itu merupakan pengangguran terbuka artinya pengangguran yang sama sekali tidak bekerja."

Mengapa begitu miris mendengarkan celotehan para petinggi kementerian tenaga kerja seusai mengamati grafik pengangguran meningkat drastis dan tak disangka-sangka apakah negeri Indonesia kehabisan lapangan kerja ataukah mereka yang malas bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun