Is,
Lama tak menyapamu dengan suratku. Sudah lama aku tak menulis surat. Itu bukan berarti aku sibuk. Tapi, ini soal kemalasanku saja untuk merangkai kalimat-kalimat untukmu.
Is, aku sekarang ditugaskan di Blora Jawa Tengah. Dari kota asalku sekitar 2 jam jika ditempuh dengan motor. Ya, kota itu hanya bersebelahan saja.
Sejak kali pertama kaki ini menginjak ditanah Blora ada nuansa yang berbeda. Seumur hidupku baru pertama kali aku datang ke kota itu.
Nuansa yang berbeda itu tentang keramahan masyarakatnya. Ada satu lagi yang membuat aku takjub dengan Blora. Itu soal warga samin.
Kamu pernah mendengar warga Samin Is? Samin bukan suku. Samin hanyalah seorang warga kampung yang memegang ajaran mbah Samin Surosentiko. Mbah Samin dikenal sebagai tokoh pejuang di zaman belanda.
Samin Surosentiko (Blora, 1859 - Padang, 1914) atau Samin, bernama asli Raden Kohar, adalah pelopor Ajaran Samin (Saminisme).
Mbah samin lahir di Blora 1859. Nama Samin pada dirinya itu sebuah nama yang bernafaskan wong cilik. Mungkin Soekarno yang memunculkan nama Marhen juga terinspirasi dari mbah samin. Tapi aku tak tahu kebenarannya apakah bung karno pernah membaca buku tentang soso samin.heheh
Mbah Samin adalah pendiri dan pelopor Ajaran Samin yang disebut juga Saminisme. Ajaran saminisme ini mula-mula tidak dilarang oleh [caption caption="Perempuan Sedulur sikep sedang menyanyikan lagu indonesia raya "][/caption][caption caption="pengukuhan paguyuban sedulur sikep "]
Soal ajaran Samin akan aku bahasa di surat berikutnya Is. Yang jelas, kini di ajaran Samin masih tetap dijaga oleh generasi penerusnya mbah Samin.
Tadi malam (29 Oktober 2015), para pengikut samin sedulur sikep di Desa Klopoduwur Blora menggelar suronan. Acara kebudayaan leluhur tetap dijaga malam itu. Acaranya klasik sekali.