Mohon tunggu...
AMRUL HAQQ
AMRUL HAQQ Mohon Tunggu... Seniman - Pendiri Media GelitikPolitik.com

Amrul Haqq merupakan penulis buku dan pendiri sekaligus pemimpin redaksi media online berbasis politik bernama GelitikPolitik.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bintang Mahaputera Nararya untuk "Duta Kritik Istana"

10 Agustus 2020   22:47 Diperbarui: 11 Agustus 2020   08:26 1657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Fahri Hamzah (kiri) bersama Fadli Zon (kanan) saat memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019). (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Istana memberi kabar 'gembira' bahwa duo F yaitu Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang selama ini santer mengkritik Jokowi akan mendapat penghargaan Bintang Mahaputera Nararya. Ada apa sebenarnya? 

Mungkin banyak yang masih bertanya dengan keputusan Presiden Joko Widodo tersebut. Bagaimana tidak, lawan politik yang selama ini santer mengkritik kepemimpinannya malah diberi penghargaan atas dasar bahwa mereka pernah menjabat sebagai wakil ketua DPR RI pada masanya.

Fadli Zon saat ini masih menjadi anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra. Sementara Fahri Hamzah yang memutuskan keluar dari PKS kini sudah tak lagi menjadi anggota DPR RI dan membentuk partai baru, Partai Gelora, di mana ia menjabat sebagai wakil ketua partai.

Terlepas dari latar belakang dasar mereka mendapat penghargaan itu, pemberian penghargaan dari Istana kepada "Duo F" adalah sebuah tamparan keras kepada 'oposisi' yang selama ini vokal mengkritisi pemerintahan Jokowi.

Penerima penghargaan Mahaputera Nararya ini sendiri harus memenuhi syarat umum, menurut Pasal 25 Undang-Undang No. 20 Tahun 2009, yaitu:

1. WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI,
2. Memiliki integritas moral keteladanan,
3. Berjasa terhadap bangsa dan negara,
4. Berkelakuan baik,
5. Setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara, dan
6. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. 

Sementara syarat khususnya adalah:

1. Berjasa luar biasa diberbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan negara,
2. Pengabdian dan pengorbanan dibidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi dan beberapa bidang lain yang besar manfaatnya bagi bangsa dan negara, dan/atau
3. Darmabakti dan jasanya diakui secara luas ditingkat nasional dan internasional. 

Setidaknya, dua pilihan ada pada mereka. Antara menerima penghargaan tersebut atau menolak dengan segala konsekuensinya.

Jika menerima penghargaan tersebut, maka mereka setidaknya 'malu' bertemu langsung bahkan menerima penghargaan dari orang yang selama ini mereka kritik, atau menolak dengan konsekuensi dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap Presiden. 

Langkah ini dinilai publik sebagai cara Jokowi 'merangkul' lawan politiknya. Sebagaimana dikatakan oleh Peneliti LIPI Wasisto Raharjo Jati, beliau ingin rangkul lawan politiknya karena dalam politik Jawa tidak ada kemenangan absolute.

Jokowi dianggap merangkul dengan cara yang lebih halus, tidak membalas dengan kritik, atau bahkan marah-marah seperti tempo hari di hadapan para menteri. Jokowi memilih memberi penghargaan kepada keduanya.

Adagium politik, tak ada kawan abadi dan tak ada musuh abadi itulah potret, bagaimana realitas politik dalam segala tingkatan.

Seperti dikatakan oleh Mantan Perdana Menteri Inggris Lord Palmerston yakni "We have no eternal allies, and we have no perpetual enemies. Our interests are eternal and perpetual, and those interests it is our duty to follow".

Tidak ada teman atau musuh abadi dalam politik. Yang ada kepentingan abadi. Mereka yang ingin abadi dalam dunia politik dituntut fleksibel dalam mengikuti jalan kepentingan abadi''. (dikutip dari telisik.id)

Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap gerak-gerik politikus pasti ada tujuan dan maksud yang tersembunyi. Terlepas ketika Gerindra sudah bergabung ke tubuh pemerintahan Jokowi tapi Fadli Zon tetap dengan karakternya yaitu menjadi 'petugas kritik' Istana atas segala problemanya dan Fahri Hamzah dengan partai barunya Gelora. 

Pemberian Bintang Mahaputera Nararya kepada keduanya bisa jadi sebagai upaya mempertahankan citra Jokowi sendiri yang dulu sering diidentikkan dengan "Politik Jawa" dengan adagium yang mungkin kita sering dengar yaitu: "Lamun siro sekti, ojo mateni; Lamun siro banter, ojo ndhisiki; Lamun siro pinter, ojo minteri."

Artinya, meskipun kamu sakti/kuat, jangan menjatuhkan; meskipun kamu cepat, jangan mendahului; meskipun kamu pintar, jangan sok pintar".

Fadli dan Fahri seharusnya jangan senang dulu melihat hal ini. Bisa jadi penghargaan ini sebagai wujud istidraj, dalam konteks seakan-akan diberi penghargaan tetapi sejatinya sedang "dipermalukan". Mudah-mudahan ini hanya dugaan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun