Mohon tunggu...
AMRUL HAQQ
AMRUL HAQQ Mohon Tunggu... Seniman - Pendiri Media GelitikPolitik.com

Amrul Haqq merupakan penulis buku dan pendiri sekaligus pemimpin redaksi media online berbasis politik bernama GelitikPolitik.com.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Puasa Corona

17 Mei 2020   02:30 Diperbarui: 17 Mei 2020   03:25 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ada yang berbeda pada Ramadan 1441 H/2020 M ini, ketika hiruk-pikuk keramaian bulan puasa berubah untuk 'nyepi' dirumah saja, euforia ramadan kian terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, jika dulu ketika waktu sore tiba, tradisi 'Ngabuburit' yang membuat jalanan ramai untuk sekedar berburu takjil sambil menunggu waktu berbuka puasa tiba kini berubah untuk tetap diam dirumah.

Corona yang menghantui itu masih bersliweran dalam dimensi kehidupan kita, ia tidak terlihat kasat mata akan tetapi bisa menyerang orang meskipun tanpa gejala, bukan hanya Indonesia saja akan tetapi dunia sedang berperang melawan bayang-bayang corona, sejumlah kebijakan pemimpin negara dilakukan mulai dari lockdown hingga PSBB yang kita jalani sekarang.

Puasa corona mengajarkan kita bahwa adakalanya ibadah ritual itu dilakukan dirumah saja tanpa harus dilihat sesama apalagi hanya sekedar mencari atensi, ibadah itu sejatinya menghubungkan input hamba dengan output dari Tuhan, input diisi dengan nilai-nilai luhur agama kemudian outputnya adalah hasil dari interaksi Hamba-Tuhan melalui ibadah itu sendiri secara khidmat, seperti halnya rasa nyaman dan aman akan kehadiran Tuhan dalam kesadaran diri. Meskipun banyak yang ngotot tetap menjalankan ibadah di masjid akan tetapi mengabaikan protokol kesehatan yang sudah ditentukan pemerintah, sama halnya dengan menentang ulil amri yang kebijakannya harus kita patuhi.

Corona tidak memandang siapa saja bahkan yang taat ke masjid sekalipun, di Jakarta Utara, imam sholat tarawih dinyatakan positif Covid-19/Corona dan 28 jamaahnya berstatus ODP. Apakah karena masjid lantas bebas dari penyebaran virus? Corona atas ijin Sang Pencipta corona itu sendiri juga mengingatkan kembali untuk mencari sejatinya Sang Wujud harus membangkitkan kesadaran diri sendiri, keberadaan yang nyata namun masih tertutup ego pengakuan kesalehan pribadi menjadi penghalang sejatinya kehadiran Sang Maha Wujud.

Wabah bukan kali ini saja terjadi, dimasa kepemimpinan Sahabat Umar bin Khattab juga pernah terjadi wabah penyakit, menutip nuonline.or.id: Al-Madaini, kutip Al-Asqalani, menyebut wabah thaun terkenal yang merenggut paling banyak korban jiwa dalam perjalanan umat Islam. 1. Thaun Syirwaih yang merebak di beberapa kota pada zaman Rasulullah. 2. Thaun Amawas yang terjadi di Negeri Syam pada masa Khalifah Umar bin Khattab, 17 Hijriyah. Wabah ini memakan 25.000 korban jiwa termasuk beberapa sahabat terkemuka di dalamnya. 3. Thaun Al-Jarif yang terjadi pada 67 Hijriyah. 4. Thaun Al-Fatayat pada 87 Hijriyah yang merenggut banyak pemuda dan pemudi di zamannya. 5. Thaun terjadi di Mesir pada 63 Hijriyah. 6. Thaun terjadi pada tahun wafat Raja Muda Mesir Abdul Aziz bin Marwan pada 85 Hijriyah. Ketika wabah terjadi, Abdul Aziz mengungsi dan bermukim di sebuah desa. Ia wafat di sana. 7. Thaun Al-Asyraf terjadi ketika Al-Hajjaj berada di Wasith. 8. Thaun Adi bin Arthah pada 100 Hijriyah. 9. Thaun terjadi di Syam pada 107 dan 115 Hijriyah. 10. Thaun Ghurab terjadi pada 127 Hijriyah. 11. Thaun Salamah bin Qutaibah terjadi di Kota Bashrah pada 131 Hijriyah. Wabah terjadi pada bulan Rajab dan memuncak pada Bulan Ramadhan. Wabah mereda pada bulan Syawwal. Jumlah korban setiap hari berjatuhan hingga pernah mencapai 1000 orang per harinya. Semua wabah terjadi pada masa dinasti Bani Umayyah. Sebagian ahli sejarah mengatakan thaun di era Bani Umayyah tidak hanya mewabah di Syam, tetapi juga meluas ke daerah lainnya.

Corona mengajarkan kita bahwa Tuhan tidak hanya hadir di dalam masjid saja, akan tetapi bisa ditemui dalam diri masing-masing selama tidak terlena atas keangkuhan dan kesombongan pribadi, tradisi keagamaan bisa dilakukan dimana pun yang terpenting adalah hadirnya hati dan selalu mengingat-Nya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun