Mohon tunggu...
Amru Hidayah
Amru Hidayah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

TALI MEDIA (Taman Literasi Media) untuk Mencegah Hoaks

10 November 2017   23:33 Diperbarui: 11 November 2017   00:42 1595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hoax  itu bagai kopi pagi hari, enak dan wangi namun penuh misteri. Sumber informasi tak terdeteksi, gaung tak terkendali, namun dapat menimbulkan efek mati. Berita palsu nama asli yang hoax miliki. Seringkali, informasi palsu beredar bersama dengan fakta sehingga orang tidak mampu membedakan rekayasa atau realita. Kabar bohongpun menjadi konsumsi harian masyarakat di penjuru nusantara

Salah satu peristiwa yang diwarnai hoax yaitu  pembacokan ahli telematika lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), Hermansyah. Pembacokan  yang terjadi di Kilometer 6 Jalan Tol Jakarta Bogor pada Minggu, 9 Juli 2017 ini memiliki empat berita palsu (Tempo, 11/07/2017). Informasi palsu yang beredar  yaitu Hermansyah meninggal, jari tangan putus, foto sayatan lengan kanan, dan percakapan mesum, namun sebenarnya Hermansyah hidup meski lengan kirinya tersayat parah. Setelah diselidiki pihak kepolisian, pembacokan terjadi secara spontan tanpa ada unsur sengaja akibat korban menyenggol mobil pelaku (Tempo, 12/07/2017).

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkoinfo, 2016) telah berusaha untuk menangkal berita hoax, melalui sosialiasi, pemblokiran situs, revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No.11/2008 menjadi UU No.19/2016 tentang ITE) dan menyediakan layanan pengaduan. Hoax juga telah ditetapkan menjadi cyber crime dengan ancaman hukuman penjara enam tahun serta denda Rp 1 miliar (Tempo, 2016). Namun semua upaya seolah tanpa makna karena hoax tetap merajalela dan tersebar di penjuru area nusantara. Hal ini disebabkan masyarakat belum memahami literasi media sehingga tidak mengetahui seluk beluk berita hoax. Sehubungan hal tersebut, tulisan ini akan membahas deteksi hoax, dampak hoax, dan TALI MEDIA (Taman Literasi Media) untuk mencegah hoax.

Deteksi Hoax

Deteksi Hoax
Deteksi Hoax
Akses internet melaju dengan kencang menembus batas ruang setiap orang. Olahraga, ekonomi, sains, bencana, politik bahkan gaya hidup lalu lalang dalam gadget yang kita pegang. Berita positif dan negatif berebut untuk kita pandang sehingga membuat pikiran ikut menerawang. Terlebih, jika berita-berita itu membawa nama pejabat untuk menyakinkan pembaca. Tapi... eits... tunggu dulu... jangan buru-buru retweet, forward, share atau broadcast jika belum mengetahui kebenarannya. Sekilas terlihat baik, namun apa yang akan terjadi kalau ternyata informasi berantai yang membuat kalut dan emosi  hanya berita yang tidak tervalidasi. Bukankah lebih baik berita itu terhenti di kita dan tidak tersebar lagi. So.. cek dan ricek dulu sebelum menyebarkanya. Lantas... bagaimana mendeteksi berita tersebut hoax atau bukan? TAPI (Tanya, Asing, Periksa, Ilmiah) merupakan solusi mendeteksi informasi tersebut hoax atau bukan.

Pertanya, tanya. Kala berita mendatangi kita, tanyakan pada pihak yang mengetahui betul persoalan baik melalui media sosial, telepon ataupun bertemu secara langsung. Jika tidak terdapat akses informasi, maka kita langsung searching via google lalu membandingkan dengan berita yang di terima. Sedangkan investigasi gambar dapat menggunakan fitur Google Image.

Kedua, asing. Hoax dapat bermula dari luar negeri sehingga ketikkan kata kunci artikel ke bahasa asing seperti bahasa Inggris. Berita hoax dari luar negeri dapat menjadi hoax lokal dengan terjemahan atau modifikasi isi seperti nama dan tempat agar dapat dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Ketiga, periksa. Sumber penulisan menunjukkan validitas berita tersebut sehingga harus diperiksa. Penulis yang bertanggung jawab akan mencantumkan sumber tulisan, terutama jika berita tersebut merupakan hasil investigasi dan bukan opini. 

Keempat, ilmiah. Jika informasi berupa artikel terkesan ilmiah dan mengutip ilmuwan ternama maka cek terlebih dahulu melalui sumber primer ilmiah. Memastikan kebenaran isi melalui jurnal ilmiah suatu institusi ilmiah, website resmi perguruan tinggi, dan buku teks akademis. Google Scholar dan Google Books dapat memudahkan pencarian jurnal ilmiah atau buku ilmiah.

Kabar baik datang dari dunia Twitter. Pheme merupakan alat bantu yang dikembangkan untuk mendeteksi kebohongan kicauan atau tweet dari pengguna Twitter. Aplikasi ini dapat mendeteksi sumber berita dan menganalisis percakapan seputar kicauan tersebut serta aplikasi yang digunakan. Pheme juga dapat mendeteksi tingkat emosi tulisan dan menjadi acuan jika isu serupa kembali booming. Kritis dan skeptis terhadap informasi baru merupakan kunci deteksi hoax. Jadi, mari menjadi pribadi bijaksana yang tidak mudah tertipu berita.

Dampak Hoax

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun