Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor, termasuk bidang rekayasa dan teknik.Â
Insinyur sebagai ujung tombak inovasi teknologi di Indonesia menghadapi tantangan baru yang kompleks dalam menjalankan profesinya.Â
Di tengah persaingan global yang semakin ketat, etika profesi insinyur menjadi aspek yang sangat penting untuk memastikan teknologi berkembang secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Dalam konteks Indonesia, profesi insinyur tidak hanya dituntut untuk memiliki kompetensi teknis yang unggul, tetapi juga harus mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip etika dalam setiap aspek pekerjaannya.Â
Etika profesi insinyur adalah panduan moral dan norma yang mengatur perilaku insinyur dalam mengembangkan, menerapkan, dan mengawasi teknologi, termasuk AI, agar tidak merugikan masyarakat dan lingkungan.
Menurut data dari Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada tahun 2023, penetrasi AI di berbagai sektor industri di Indonesia meningkat sebesar 25% dibandingkan tahun sebelumnya, terutama di sektor manufaktur, pertanian, dan layanan keuangan.Â
Hal ini menunjukkan bahwa insinyur Indonesia semakin banyak berperan dalam mengintegrasikan teknologi AI dalam solusi praktis.Â
Namun, peningkatan ini juga menimbulkan tantangan etika baru, seperti isu privasi data, keamanan sistem, hingga bias algoritma yang dapat memperkuat ketidakadilan sosial.
Etika profesi insinyur dalam era AI harus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. Insinyur harus memastikan bahwa algoritma yang dikembangkan dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menimbulkan diskriminasi terhadap kelompok tertentu.Â
Selain itu, insinyur juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi data pribadi pengguna dari potensi penyalahgunaan yang dapat merugikan individu maupun komunitas.