Mohon tunggu...
Amran Ibrahim
Amran Ibrahim Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pencatat roman kehidupan

iseng nulis, tapi serius kalau sudah menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ancang-ancang Tinggalkan Prabowo, PKS Kacang Lupa Kulit?

26 Juni 2019   14:54 Diperbarui: 26 Juni 2019   15:17 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Mojok.co

Malang sekali nasib Gerindra, terkhususnya Prabowo Subianto yang kembali harus hidup sendiri. Bayangkan, teman yang digadang-gadang teman seperti kepompong ternyata malah tak menganggapnya. Presiden PKS Sohibul Iman baru-baru ini menyebut keberhasilan partainya di Pileg 2019 bukanlah faktor efek elektoral yang didapatkan dari keterlibatannya dalam koalisi Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019. PKS bak kacang lupa dengan kulitnya.

Pernyataan tersebut tentunya pukulan telak bagi Prabowo secara khusus. Bayangkan, demi pertemanan dengan PKS, Prabowo rela membunuh anak yang dibesarkannya sendiri, yaitu Basuki Tjahja Purnama (Ahok) demi mewujudkan mimpi PKS yang menginginkan Indonesia bersyariah yang dimulai dari ibu kota negara. Ahok yang diusulkan Gerindra sebagai calon wakil gubernur DKI berdampingan dengan Jokowi pada 2012, dijungkalkan PKS dan Gerindra pada Pilgub 2017, plus menyekap Ahok dalam jeruji atas tuduhan penistaan agama.

Begitu juga pada Pilkada Jawa Barat 2018, Gerindra berani bertarung untuk kalah dengan memasangkan Sudrajat-Syaikhu demi pertemanan sejati itu. Padahal, seandainya saat itu Prabowo legowo memasangkan Dedi Mizwar-Syaikhu tentu hasilnya bisa jadi berbeda. Tapi best friend forever istilah anak muda zaman sekarang mampu merubah akal sehat dan hitung-hitungan strategis.

Pada Pilpres 2019, PKS jualah yang mendorong polarisasi politik identitas sebagai bagian dari gaya kampanye Prabowo Subianto. Baik dalam dunia maya maupun nyata, penarikan Prabowo kepusaran polarisasi politik identitas kian hari kian terasa. Memang ada keuntungan yang didapatkan Prabowo dari polarisasi tersebut, namun dampak baliknya sungguh tak seimbang. Keuntungan lebih banyak dari politik identitas justru diterima oleh PKS.

Ibarat makan cempedak, Prabowo yang menyajikan cempedak mendapat getahnya sedangkan PKS mendapatkan buah manisnya. PKS mendapatkan kenaikan elektoral, sedangkan Prabowo harus menerima kekalahan beserta hujatan atas dampak polarisasi politik identitas selama Pilpres 2019 berlangsung. Bahkan ketika usai Pemilu dan ada korban nyawa pada tragedi 21-22 Mei 2019 di depan gedung Bawaslu, lagi-lagi Prabowo yang harus menerima getahnya.

Pertemanan Gerindra dan PKS sedari awal memang bukanlah peretemanan yang ideal secara politik. Dalam dunia politik, koalisi biasanya ditentukan oleh faktor seperti ideologi dan citra parpol. Dalam dua faktor ini, PKS dan Gerindra sebenarnya bagaikan langit dan bumi. Sangat jauh berbeda.

Tapi tidak ada yang perlu disesali dan diratapi hari ini. Segala sesuatunya telah terjadi dan berlalu. Tinggal hari ini bagaimana kita bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian. Benar kata almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Prabowo adalah politikus yang polos dan jujur. Dengan kepolosan dan kejujuran itu jualah yang membuat dirinya selalu dikhianati dan dimanfaatkan oleh orang-orang disekitarnya.

Dari pertemanan Gerindra (Prabowo) dan PKS ini baru terasa benar nasihat orang-orang tua tempo dulu. Nasihat yang selalu mengingatkan kita berpandai-pandai memilih teman dalam pergaulan. 'Jika kita berteman dengan penjual tepung, setidaknya kita akan kebagian putih serbuk tepungnya. Tapi jika kita berteman dengan penjual parfum, setidaknya kita kebagian wanginya'.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun