Mohon tunggu...
Amran Ibrahim
Amran Ibrahim Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pencatat roman kehidupan

iseng nulis, tapi serius kalau sudah menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Alergi Pemantau Asing?

20 Maret 2019   14:44 Diperbarui: 20 Maret 2019   15:04 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
analytics.wizdeo.com

Sudah sanggupkah lembaga pengawasan pemilu kita (Bawaslu) untuk mandiri menjalankan fungsi pengawasannya? Jawabannya belum. Pada (27/3/2018), Ketua Bawaslu RI Abhan pernah mengatakan kalau lembaganya butuh banyak lembaga pemantau di Pemilu 2019 mengingat terbatasnya personel penyelenggara yang tersedia.

Dengan kondisi yang terbatas itu, peran lembaga pemantau sangat krusial demi menjaga kualitas Pemilu 2019. Kualitas demokrasi ditentukan dengan semakin terbuka dan transparansinya penyelenggaraan pemilu. Logika sederhanaya, semakin minim pengawasan dalam sebuah perusahaan maka semakin besar peluang penyelewengan yang akan terjadi.

Pemilu yang Jurdil adalah harapan anak bangsa yang berjuang bahkan gugur dalam reformasi 1998. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan Pemilu yang sehat, pada pemilu pertama pasca reformasi dilibatkan banyak pemantau pemilu independen. Baik itu pemantau independen lokal, maupun internasional.

Pada tahun 2004, berdasarkan data yang dikeluarkan KPU pusat, lembaga yang mendapat sertifikat akreditasi Pemantau Pemilu Presiden, untuk pemantau Pemantau Nasional yaitu Pemantau Buruh Independen Pemilu (PBIP), Yayasan Mustika Negara Republik Indonesia (JAMUS NEGRI), Lembaga Independen Pemantau Pemilu Indonesia (LIPPI), Forum Peduli Indonesia (FOPIN), Komite Pemantau Pemilu Rakyat Miskin (KPP PRAKIN), Masyarakat Peduli Pemilu (MAPELU), Forum Komunikasi Penerus Pejuang Kemerdekaan Indonesia (FKPPK), Pemantau Independen Pemilu Indonesia (PIPI), Persatuan Wartawan Independen Indonesia-Setia Pres (PWII-SP), LSM Penggerak Anak Bangsa-Yayasan Abadi Persada Nusantara (LPAB YAPERNUS), Komite Pemantau Pemilu Garda Santri Nusantara (KPP-GARSANTARA), Pro Sosial Pengkajian Ekonomi Kerakyatan (LSM-PROSPEK) dan lain-lain.

Sementara itu, untuk pemantau asing ada Europan Union Electoral Observation Mission (EU-EOM), National Democratic Institute for International Affair (NDI), International Foundation for electoral Systems (IFES), The Asia Foundation, The Carter Center, Australian Electoral Commission (AEC), Asian Network for Free Election (Anfrel), International Republican Institute (IRI), Taiwan Association for Human Right.

Dalam perjalanannya, demokrasi di Indonesia bertumbuh dan diapresiasi oleh masyarakat internasional. Indonesia dijadikan roh model demokrasi dengan sistem kepemiluan multipartai yang bisa berjalan dengan baik. Dengan bertumbuhnya demokrasi, pada 2014 lembaga pemantau asing digantikan dengan visitor dari sejumlah negara sahabat. Visitor tersebut tidak lagi menilai, tapi belajar langsung di lapangan tentang penerapan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.

Pendiri sekaligus Executive Chairman World Economic Forum (WEF) Klaus Martin Schwab mengatakan era pemerintan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupaka periode Golden Years (era keemasan). Hal tersebut didasarkan pada pertumbuhan ekonomi yang baik diantara negara-negara G-20, dan berhasil meyakinkan publik bahwa demokrasi menjadi pusat identitas politik Indonesia.

Akan tetapi dewasa ini perkembangan trend demokrasi di Indonesia cenderung menurun. Menurut data dari The Economist Intelligence Unit atau EIU, indeks demokrasi Indonesia anjlok 20 peringkat dan bahkan berada di bawah negara Timor Leste. Salah satu yang menjadi catatan serius adalah masalah kebebasan sipil dan budaya politik.

Jadi jika hari ini seorang Rocky Gerung menginginkan adanya pemantau asing untuk memantau jalannya pesta demokrasi lima tahunan ini, agaknya kita tidak perlu sangsi. Karena secara pengalaman kita pernah melakukannya dan secara fakta menurunnya trend demokrasi kita harus setuju dengan pendapat itu. Sikap Rocky Gerung tidak bisa sekonyong-konyong kita katakan sebagai upaya untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu. Bahkan sebaliknya, pernyataan Rocky Gerung tersebut merupakan upaya untuk memperkuat legitimasi lembaga penyelenggara pemilu untuk memajukan demokrasi Indonesia.

Adanya pihak-pihak yang alergi dengan pemantau asing dalam pemilu yang terbuka dan transparansi patut dipertanyakan. Adakah hal-hal yang ingin disembunyikan kepada publik? Ingatlah nasehat lama, sepandai-pandainya menyimpan bangkai, pada akhirnya akan tercium juga baunya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun