Lihat ke Halaman Asli

Obrolan dengan Mas Ojek: Dua jutaan mah Dapet Bu.

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

“Bu, mau ada demo lagi nih,” kata si Mas tukang ojek langganan saya begitu kami melintasi jalan dekat istana pagi ini. Saya lihat memang sudah banyak polisi yang berjaga-jaga sekitar istana dan Monas.

“Iya, Mas. Kabarnya masih soal upah buruh,” jawab saya.

“Dua koma dua ya Bu, upah buruh sekarang, “ sambil mengarahkan motor ke jalan depan kantor saya, si Mas masih ngajak ngobrol.

“Iya, Mas. Ngomong-ngomong, kalau ngojek dapet nggak Mas, dua jutaan sebulan? “saya jadi penasaran dengan pendapatan si Mas. He...he...he, kepo deh saya.

“Dapet Bu, kalau dua jutaan mah. Kadang sore aja saya udah dapat 200 sampai 300-an, jadi udah bisa pulang, istirahat.” Mas ojek menjelaskan sambil tersenyum.

“Wah lumayan ya Mas,” saya juga ikut tersenyum sambil menyerahkan selembar uang untuk bayar ojek.

Saya sudah sampai di kantor. Mas Ojek mengantar saya sampai di depan pintu masuk gedung.Terima kasih Mas.

********

Sudah lama ojek menjadi andalan pengguna transportasi di Jakarta karena kondisi jalan yang macet. Teman saya bilang, kemacetan di Jakarta sudah tidak bisa diprediksi waktunya alias sudah terjadi sepanjang waktu. Pagi, siang, malam tetap macet. Mungkin kalau tengah malam nggak macet kali ya :).Jasa ojek sangat dibutuhkan terutama buat pekerja agar sampai di tempat kerja tepat pada waktunya.Jangan ditanya kelincahan tukang ojek membawa motornya menembus kemacetan Jakarta. Benar-benar bisa diandalkan, tetapi terkadang bikin kita deg-degan karena lampu lalu lintas bisa dianggap jadi hijau semua oleh si tukang ojek.

Soal tarif,  pengalaman saya, ojek di Jakarta biasanya memang lebih mahal dibanding daerah sekitarnya. Di Bekasi misalnya, tarif ojek untuk jarak 1-2 km masih berkisar 6 sampai 8 ribu rupiah. Sementara di Jakarta, untuk jarak yang sama tarifnya sudah mencapai minimal 10 ribu rupiah. Tetapi hal ini juga tergantung situasi. Untuk situasi macet berat, tarifnya bisa melonjak jadi 25 sampai 50 ribu rupiah. Hal ini pernah saya alami. Ketika itu sedang ada demo besar, jalanan ditutup sebagian. Saya harus ke daerah Sudirman yang berjarak 2-3 kilometer dari kantor. Tidak ada pilihan lain, saya harus naik ojek karena bus Transjakarta yang biasanya saya naiki tidak beroperasi karena demo. Abang ojek menawarkan harga 50 ribu. Wow, mahal ya.

Saya tidak tahu berapa jumlah tukang ojek di Indonesia. Saya mencoba melongok data BPS. Terkait tukang ojek, data yang tersedia adalah data status pekerjaan utama dengan kategori berusaha sendiri. Menurut BPS, tukang ojek digolongkan sebagai berusaha sendiri. Pekerjaan lain yang digolongkan berusaha sendiri adalah sopir lepas (tidak mendapat gaji) dengan sistem setoran, tukang becak, tukang pijat,  calo tiket, dll. Per Agustus 2011, tercatat sekitar 19,4 juta orang yang berusaha sendiri (17,7 persen) yang merupakan bagian dari pekerja informal. Berapa banyak yang jadi pengojek, belum ada data tersendiri.

Sepertinya jumlah pengojek cukup besar. Di tengah sulitnya memperoleh pekerjaan, sebagian masyarakat memilih menjadi tukang ojek untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di antara mereka bahkan ada yang sarjana. Mereka ulet menjalani profesi ini. Saya berharap hasil dari ngojek itu dapat mencukupi kebutuhan mereka. Mudah-mudahan seperti si Mas Ojek langganan saya, karena kelihatannya si Mas cukup senang dengan penghasilan yang ia peroleh.

Berikutnya yang terlintas di pikiran saya adalah bagaimana dengan perlindungan bagi para pekerja informal seperti tukang ojek ini.Bagaimana bila mereka sakit, kecelakaan dll? Mereka tidak punya asuransi kan? Apakah ada jaminan sosial buat mereka? Apakah ada langkah-langkah perlindungan untuk mereka yang sejatinya telah membantu mengurangi pengangguran, karena telah menciptakan lapangan pekerjaan sendiri? Rasa penasaran membuat saya bertanya pada Om Google.

Nah, inilah hasil googlingnya: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang ketenagakerjaan akan melindungi sekitar 70 juta pekerja sektor informal di Indonesia setelah resmi berjalan pada tahun 2014.Berikut kutipan dari pernyataan Dirut PT. Jamsostek, Elvyn G. Massasya: “Angkatan kerja Indonesia mencapai 110 juta orang, dengan rincian sektor informal 70 juta orang, dan sektor formal 40 juta orang. Nanti setelah PT. Jamsostek bertransformasi menjadi BPJS per 1 Januari 2014, maka semua pekerja akan terlindungi.” Saat ini sejumlah aturan masih digodok oleh pemerintah dan pihak terkait. (http://www.antarasumsel.com/berita/268298/70-juta-pekerja-informal-akan-dapat-perlindungan)

Alhamdulillah, ternyata sudah ada sedikit harapan buat mereka. Mudah-mudahan cepat terealisasi. Semoga :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline