Lihat ke Halaman Asli

Melihat Sampai ke Akar Permasalahan antara Wanprestasi dan Penipuan

Diperbarui: 15 Oktober 2021   11:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pembuatan Kontrak atau Perjanjian, Sumber: Pexels/Rodnae Production.

Konsep perjanjian pada dasarnya adalah hubungan keperdataan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (B.W.) atau dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Apabila orang yang berjanji tidak memenuhi janji yang telah ditentukan, maka berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata orang tersebut dapat disebut telah melakukan wanprestasi atau cidera janji. Namun, pada praktiknya, masih ada orang-orang yang dilaporkan ke Polisi karena tidak memenuhi janji yang telah ditentukan. Umumnya, pihak pelapor merasa bahwa orang tersebut telah menipu pelapor karena janji yang harus dilaksanakan ternyata tidak dipenuhi, padahal pelapor telah menyerahkan barang dan/atau uang kepada orang tersebut.

Kondisi ini menimbulkan permasalahan hukum dan timbul pertanyaan yaitu kapan sih seseorang yang tidak memenuhi sebuah perjanjian dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi, sehingga penyelesaian perkaranya harus dilakukan secara perdata? Kemudian, kapan orang tersebut dapat dikatakan telah melakukan penipuan yang penyelesaian perkaranya dilakukan secara pidana?

Sebelum melangkah jauh membahas dan membedah kedua hal ini, alangkah lebih baiknya untuk mengetahui dan memahami apa sih perjanjian menurut hukum dan perjanjian yang sah itu bagaimana? Kemudian baru membahas soal, apa sih wanprestasi itu? Tentu, jika bicara wanprestasi, ada yang namanya prestasi atau pemenuhan terhadap kewajiban yang dituangkan dalam perjanjian itu. Maka muncul lagi pertanyaan, apa sih Prestasi itu?

Prestasi dalam suatu Perikatan, Perjanjian, atau Kontrak

Mengenai prestasi itu sendiri, diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:

“perikatan ditunjukkan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”

Sekarang pertanyaannya, apa sih perikatan itu? Sebagaimana Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan bahwa, perikatan, lahir karena persetujuan atau karena undang-undang. Apalagi maksudnya itu? Perikatan yang lahir oleh karena persetujuan tentu itu yang akan dibahas ini terkait dengan asas dalam hukum kontrak yang disebut juga asas kebebasan berkontrak sebagaimana Pasal 1338 KUHPerdata yaitu:

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang, persetujuan harus dilakukan dengan itikad baik.”


Dapat dikatakan bahwa berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak (pacta sunt servanda) dalam Pasal 1338 KUHPerdata di atas, para pihak dalam kontrak bebas untuk membuat perjanjian, apapun isi dan namanya, dan bagaimanapun bentuknya. Entah itu nantinya dalam kontrak bentuknya kontrak bernama (benoemde) atau disebut dengan Kontrak Nominaat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata atau bentuknya kontrak tidak bernama (onbenoemde overeenkomst) atau kontrak innominat yang disebut juga sebagai contract waaraan de wet geen naam heeft gegeven en dat slechts gebonden is aan de wettelijke bepalingen m.b.t. overeenkomsten in het algemeen, dus niet aan speciale regels. (I. S. J. Houben, 2019).

Atau kontrak yang di atur di luar dari KUHPerdata dikenal pula perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, kontrak production sharing, leasing, franchise, kontrak karya dan lain sebaginya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline