Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Menulis Puisi? Tulis yang Dipikirkan, Rasakan yang Dituliskan

Diperbarui: 8 November 2020   16:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi alat menulis (Illustrated by Pixabay.com)

"Bang! Susah gak nulis puisi?"

"Gampang!"

"Puisi yang bagus itu gimana, Bang?"

"Gak tahu!"

Pertanyaan dan jawaban seperti di atas, beberapa kali terjadi. Baik secara pribadi atau melalui grup menulis yang kuikuti. Maka, kalau ditanya susah atau tidak menulis puisi, jawabanku selalu pasti dengan kata kunci, "Gampang!"

Kok bisa? Kan tinggal tulis?

Dalam rumusan sederhana, puisi adalah ragam sastra melalui pilihan dan susunan kata (diksi) yang diletakkan secara hati-hati menuju isi.

Kalangan akademisi dan para "praktisi teori" yang acapkali memisahkan puisi berdasarkan Irama, Matra dan Rima untuk kebutuhan kajian dan penelitian. Padahal, ketiga hal itu muaranya tetap pada diksi dan bunyi.

Terus, kenapa bahasa puisi harus berbeda?

Ilustrasi buku puisi (Illustrated by Pixabay.com)

Diksi dan Bunyi adalah Panduan Puisi

Bahasa puisi "dianggap"  berbeda, karena pilihan kata, kemudian disusun sedemikian rupa untuk menemukan kesesuaian atau kesamaan bunyi. Sehingga, diksi dan bunyi adalah panduan awal saat menulis puisi. Tapi, itu menurut kiramologiku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline