Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Mungkinkah Marah Itu Cara Menutupi Rasa Takut?

Diperbarui: 2 Juli 2020   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi salah satu reaksi ketika marah (Sumber gambar: pixabay.com)

Ada apa dengan kata marah?

Itu pertanyaan yang terlintas, ketika aku "kekenyangan" menyantap judul-judul artikel yang tersaji di media massa dan media sosial dalam beberapa hari terakhir.

Berawal dari unggahan video Presiden Jokowi yang berbicara dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara (18/6/20200). Selain kata marah, ada juga yang menyebut itu ungkapan jengkel, atau pernyataan gusar seorang pemimpin kepada pembantunya.

Untuk apa video tersebut diunggah? Bisa saja dimaknai, bahwa sikap dan pernyataan presiden itu memang ingin dijadikan konsumsi publik. Jawaban sederhananya, agar orang-orang di luar ruangan sidang tahu.

Tujuannya? Bisa bermacam-macam. Biar rakyat tahu, jika suasana sidang kabinet seperti itu. Biar rakyat paham, jika presiden bisa marah, dan menteri juga bisa kena marah. Biar rakyat mengerti, presiden dan menteri memikirkan negara. Dan biar-biar lainnya.

Aih, aku tak membahas tentang marah Presiden. Kali ini, aku mau menulis tentang kata marah saja. Tapi, secara kiramologiku.

Ilustrasi subjek dan objek marah (Sumber gambar: pixabay.com)

Menelaah Kata Marah
Jika berpijak pada KBBI V, marah itu bermakna "sangat tidak senang" (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya dan sebagainya). Tak spesifik dijelaskan alasan yang menyebabkan seseorang marah. Kukira, karena setiap orang bisa saja memiliki alasan berbeda, kan?

Jika kata marah dikaitkan dengan orang akan ada dua hasil. Orang yang marah (subjek), dan orang yang dimarahi (objek). Ketika kupakai rumpun ilmu kelirumologi, maka variannya:

Sudut Subjek: Orang yang Marah
Akan menjadi aneh bila seseorang marah tanpa alasan, kan? Bisa jadi marah itu karena harapan tak sesuai kenyataan. Atau melihat jalan mewujudkan keinginan ada yang tersendat. Atau lagi, menemukan sesuatu yang menghambat, sehingga menjadi terlambat.

Karena "tekanan" mewujudkan keinginan itu semakin lama semakin membesar, maka butuh cara instan untuk mengingatkan. Atau mencari sasaran antara untuk pelampiasan. Cara termudah, dengan marah. Sasarannya? Siapa saja yang dianggap layak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline