Lihat ke Halaman Asli

[FFA] Dahaga Rahmat

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1382130798112107701

~ by : Zakia WishBeUkhti (no.150) ~

---

Rahmat membanting pintu kamarnya, ia marah dan sebal, lagi-lagi keinginannya untuk punya sepeda seperti teman-temannya tak dikabulkan ibunya. Kadang Rahmat ingin pergi saja dari rumah, atau ganti orangtua saja sekalian, seperti orangtua Hasan yang suka memberikan hadiah kepada anaknya. Rahmat hanya ingin seperti teman-teman, bisa beli kue kapan saja dia mau, main sepeda, atau beli vcd film kartun maupun playstation. Yang didapatnya setiap hari hanya diminta belajar, belajar dan belajar... terus. Bagaimana bisa belajar kalo apapun yang dia mau tidak diberikan orangtuanya, pikirnya.

ilustrasi

Setiap malam dia selalu pura-pura belajar di kamarnya, namun sering kali saat seperti itu justru dia gunakan untuk menggambar, baca komik, dan lain sebagainya. Namun ketika terdengar suara orang mendekat, dia akan pura-pura sibuk mengerjakan tugas sekolah, belajar. Kekesalannya dirumah, seringkali terbawa ke sekolah, yang membuatnya seolah menjadi sosok pemarah dan tidak suka dengan kesenangan yang didapatkan teman-temannya. Karena dia tidak bisa mendapatkan itu semua!

---

Hari ini sepulang sekolah ia tidak langsung pulang ke rumah, ia mampir dulu di pasar, entahlah, ia juga tak tahu mau apa disana, hanya saja keramaian di sana mungkin bisa membuang waktunya agar bisa pulang telat di rumah. Ia malas mendengar omelan ayah & ibunya lagi, lagi dan lagi. Apalagi hari ini ia mendapat surat dari sekolah agar diberikan kepada orangtuanya untuk dapat hadir di sekolah. Apalagi coba kalo bukan membahas tentang dia? Nilai-nilainya yang jelek, sering berantem di sekolah, ah... ia malas memikirkan itu, saat ini sepertinya ia ingin melupakan itu semua dan menghilang saja!

---

Di sudut pasar yang ramai, Rahmat duduk di sebuah emperan toko kelontong. Dilepaskannya tas yang sedari tadi menggelayut di pundaknya. Diletakkannya tas itu di pangkuannya. Ia menunduk, kakinya ditekuk hingga dagunya menyentuh lutut, dan membiarkan pandangan matanya mengamati langkah-langkah kaki yang berlalu lalang di hadapannya. Seolah tak memperhatikan kehadirannya. Ia biarkan pikirannya melayang-layang kemana-mana, biarkan ia terbang, kemana pun yg ia mau.

---

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline